Latest Post
15.41
Hikmah Saat Musibah; Tobat Saat Maksiat
Hikmah Saat Musibah; Tobat Saat Maksiat
dakwatuna.com -“Sudahlah, jangan bersedih. Kau yakin saja, pasti
ada hikmah yang bisa dipetik dari masalah ini.” Demikian sebuah nasihat
yang diberikan kepada orang yang sedang dirundung kesedihan karena baru
ditinggalkan kekasih, padahal dia sudah terlanjur berbadan dua akibat hubungan
di luar nikah. Kekasihnya berjanji akan bertanggung jawab, apa pun resikonya.
Namun ketika semua sudah terjadi, dia baru menyadari bahwa dirinya belum siap
untuk membina rumah tangga. Hebatnya syahwat, bisa membutakan akal sehat
manusia. Begitu syahwat dilampiaskan, kembalilah kesadaran akal sehatnya.
Hal semacam ini sering kita saksikan
di banyak kesempatan di masyarakat. Sebagian orang berinisiatif menghibur
saudaranya yang sedang bersedih dan kebingungan karena terlanjur melakukan
sebuah dosa. Sedang merasakan sebagian kecil dari balasan Allah swt. Bagaimana
kita memandang sikap seperti ini?
Hikmah Saat Musibah
Takdir adalah rahasia Allah swt.
Tidak ada selain-Nya yang mengetahui. Kadang Allah swt. menimpakan sebuah
musibah berupa kehilangan harta, ditinggal orang yang sangat dikasihi,
kehilangan kesempatan untuk mendapat apa yang selama ini diidam-idamkan, dan
lain-lain yang sangat berat bagi diri kita. Perlu diyakini, bahwa hal-hal
seperti itu tidak selamanya buruk bagi kita. Karena, sekali lagi, takdir Allah
swt. adalah rahasia; hanya Dia yang mengetahuinya.
Sangat mungkin hal yang kita
nilai sebagai sebuah musibah ternyata hanyalah sepotong episode yang hanya
berlangsung beberapa saat. Alur cerita dalam kehidupan kita selanjutnya
ternyata menyimpan banyak kejutan yang mungkin sangat membahagiakan. Tanpa ada
sepotong tragedi yang memilukan itu, kejutan-kejutan tersebut mustahil terjadi.
Nabi Yusuf as. dimusuhi saudaranya, dibuang, dilempar ke dalam sumur, dipungut
dan dijual oleh kafilah dagang, dijadikan budak, dituduh berbuat tidak senonoh,
dan akhirnya dipenjara. Tapi apa akhir semua itu? Menjadi pembesar di negeri
Mesir sehingga bisa menyelamatkan nikmat Allah swt., dan mendakwahkan agama Islam
kepada banyak orang.
Dari sinilah, kita hendaknya tidak
bersedih dan bergundah hati ketika ditimpa musibah. Kita tidak tahu apa yang
disimpan di balik takdir itu. Ridha, mencari-cari hikmah yang ada di baliknya,
dan tetap berkeyakinan baik kepada Allah swt. adalah cara yang bisa ditempuh
demi mendapatkan kebaikan. Keluh-kesah dan penyesalan tidak bisa merubah
keadaan. Sebaliknya, akan membuat hati semakin tersiksa; dan membuat murka
Allah swt. karena kurang beriman dengan takdir-Nya.
Tobat Saat Maksiat
Lalu bagaimana dengan maksiat?
Setiap amal perbuatan pasti akan dibalas. Baik di dunia maupun di akhirat. “Barang
siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” [Az-Zalzalah: 7-8].
Oleh karena itu, orang yang berbuat
maksiat pasti akan merasakan hal yang sangat menyakitkan. Penyelasan, rasa
malu, dijauhi rekan, terkena penyakit, dan lain sebagainya. Lalu, benarkah
dalam kondisi seperti ini kita menghibur diri? Bahwa di balik semua kesulitan
ini ada hikmahnya?
Ini bukanlah musibah. Musibah adalah
takdir, yang tidak bisa kita ketahui kenapa bisa menyambangi kita, dan akan ke
mana membawa kita. Sedangkan perasaan tersiksa setelah maksiat sudah jelas
sebabnya. Yaitu Allah swt. tidak ridha karena kita berbuat maksiat, lalu
menyiksa kita. Sudah jelas, Allah swt. melarang kita melakukan perbuatan itu,
tapi masih kita lakukan. Kita berbuat durhaka kepada Allah swt., dan Allah swt.
murka kepada kita. Dari itu, sudah jelas bagi kita bahwa kondisi ini adalah hal
yang buruk. Bukan musibah yang membawa kebaikan-kebaikan kepada kita.
Karena merupakan kondisi buruk, maka
hal yang seharusnya tumbuh dalam diri kita adalah perasaan sedih, menyesali
diri, ingin membuangnya jauh-jauh, merasa hina di hadapan Allah swt.,
takut kepada murka-Nya, dan membulatkan tekad untuk memperbaiki diri dan tidak
mendekati perbuatan maksiat itu lagi. Semua ini adalah konskwensi tobat.
Tidak ada hikmah di balik maksiat.
Maksiat adalah 100% buruk. Karena maksiat adalah kedurhakan kepada Allah swt.
yang sudah memberi kita banyak sekali kebaikan. Akan mengandung hikmah jika
maksiat itu membuat kita bertobat, merendahkan hati, dan memperbaiki diri. Itulah
hidayah. Menyadari kesalahan, lalu berusaha sekuat daya untuk memperbaikinya
sehingga menjadi orang yang bertakwa. Ada seorang ulama mengatakan, “Jika
Allah swt. menghendaki kebaikan bagi seorang hamba-Nya, maka Dia akan
menjatuhkannya kepada maksiat yang membuatnya rendah hati.”
Maka bagaimana jadinya jika setelah
berbuat maksiat, kita malah menghibur diri dan membesarkan hati? Ini tidak lain
adalah tipu daya setan. Setelah berhasil menjauhkan kita dari Allah swt., dia
tidak akan begitu saja membiarkan kita kembali kepada Allah swt. Dia berusaha
bagaimana orang yang sudah jauh dari Allah swt., merasa nyaman dengan
kondisinya. Di antaranya dengan menghiasi perbuatan maksiatnya dengan hiasan
hikmah. Dengan begitu, perbuatan dosa pun tidak menakutkan, menyeramkan, dan
menjijikkan lagi.
Kalau sudah demikian keadaannya, apa
kita bisa meninggalkan maksiat? Atau sebaliknya kita semakin asyik
melakukannya, menumpuk-numpuk dosa sehingga layak untuk menghuni neraka?
Padahal semakin tebal tumpukan dosa dalam hati semakin menyulitkan hidayah
Allah swt. untuk mendatanginya. Wallahu A’lam bish-shawab.By Ustadz Sofwan
Abbas,M.A.
Label:
Jurnal Dosen,
Penulis: Sofwan Abbas MA