Saudara
Dakwah
Perjalanan ini,
suka atau tidaknya, jauh atau panjangnya, tak akan pernah kita alami sendirian.
Begitupula dengan kehidupan, berat atau ringannya, kita akan didampingi oleh
beragam orang yang menghiasi segala jejak perjalanan. Bisajadi, mereka hanya
sebentar, sekedar digunakan untuk bertanya, “Dimana lokasi Gramedia Ciputat?”
Atau, “Bagaimana caranya menjadi hacker?” dan sebagainya. Atau, bisa jadi orang
itu mendampingii kita dalam waktu yang lama, atau mungkin sangat lama.
Oleh karenanya, izinkan saya
mengganti kata teman kata saudara. Sahabat, kata itu menjadi satu kata indah,
kata yang dahulu Rasulullah sematkan kepada kaum Muhajirin dan Anshar. Saudara.
Persaudaraan. Bahkan, Rasulullah menyampaikan sendiri apa itu makna
persaudaraan
Kata beliau,
“Belalah saudaramu, baik ia berlaku aniaya, maupun teraniaya.” Ketika beliau
ditanya oleh seseorang, “Bagaimana cara membantu orang yang menganiaya?” Jawab
beliau, “Engkau halangi dia agar tidak berbuat aniaya, yang demikian itulah
pembelaan baginya.” (Hr. Bukhari melalui Anas bin Malik)
Saudara. Dialah
yang membantu kita dalam mengarungi perjalanan ini. Kedekatannya seakan-akan ia
adalah bagian dari keluarga kandung kita. Padahal, jika kita ingat, perkenalan
kita mungkin hanya beberapa tahun, atau bisa baru beberapa bulan. Tapi
kepercayaan, pandangan mata teduh itu, senyum yang tersajikan, lisan nasihat
itu, rasanya seperti sudah bertemu mereka pada masa sebelumnya dan kemudian
dipertemukan lagi dalam masa yang berbeda.
Saudara. Dialah
yang membuat kita faham. Mengapa akhirnya Mush’ab bin Umair lebih membela
saudara muslimnya daripada membebaskan adiknya yang tertawan saat perang.
Saudara. Dialah
yang menerima kekurangan kita. Bahkan seringkali melupakan kekurangan kita.
Menutupi aib-aib kita dan memilih untuk memaksimalkan potensi kita dalam
menjalani kehidupan.
Saudara. Dialah yang menjadi penguat kita saat
keimanan melemah. Bisa juga, ia yang akan menyesatkan kita sehingga kita
terjebak hingga kematian menjelang
Dan ingatlah
hari ketika itu orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata,
‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan
besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman
akrabku. Sungguh ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur`an ketika Al- Qur`an itu
telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”
(al-Furqan [25]:27-29)
Lalu, sudah
sampai dimana engkau menganggap orang yang di sisimu sebagai Saudaramu?
Sudahkah engkau memperhatikan baik-baik wajahnya, bukankah telah tampak wajah
kelelahan? Tapi, bukankah ia selalu berusaha untuk terus membersamaimu dalam
menegakkan agama-Nya? Lalu, dalam pandanganmu, apakah kau berharap ia yang
kelak akan engkau temui di jannah-Nya?
Sudahkah engkau
mengucapkan kata cinta kepadanya? Mencintainya Karena Allah? Mencintainya
karena dipertemukan Allah di jalan-Nya? Sudahkah engkau menerima
nasihat-nasihat dari dirinya? Sedihkah? Atau bahagia?
Dari Abu Hamzah,
Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak beriman
salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia
mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhori dan Muslim)
Lalu, sudahkah
komitmen untuk terus saling menguatkan dan mengingatkan engkau perbaharui
dengan saudaramu setiap hari?
Jika seseorang
bisa berkata, “Orang sanguinis dan melankolis faktanya di dunia nyata akan
saling menyakiti.” Maka bolehkah aku berujar, “Ya, mereka akan saling
menyakiti, tapi tidak di jalan ini. Tidak pada kami. Karena kami adalah muslim.
Kami adalah satu tubuh. Dan kami akan saling melindungi karena-Nya.”
Semoga Allah
yang senantiasa melindungi hati-hati kita, membantu meluruskan kita, dan
senantiasa memberikan keberkahan dalam persaudaraan kita. Mencintai saudara
kita karena Allah. Mencintai mereka di jalan Allah. Karena di jalan ini,
sekalipun dengan tertatih atau merangkak, akan kita lewati bersama.
*Didekasikan
khusus kepada Tim Super Syahid 18 #KitaAdalahSaudara, adik-adikku yang tetap
semangat dalam meniti ridho-Nya, serta teman-teman seperjuangan di jalan
dakwah, di manapun kalian semoga Allah kelak mempertemukan kita di jannah-Nya.
Dan para astatidz yang telah mengajarkan kami apa itu makna perjuangan. Yaa
Muqallibal Quluub, Tsabit Qulubana ‘Alaa Diinik..
Oleh : Niken
Kusuma Wardani
Sumber:
http://www.dakwatuna.com/2014/04/08/49249/saudara-dakwah/#ixzz30j6xxcf3
Follow us:
@dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook