Home » , » SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST 3

SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST 3


SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST III
6.Periode ke Enam
 Kejayaan Kodifikasi Hadis ( Abad III H )
Pada abad ini disebut “Azha ushur al-sunnah al-Nabawiyyah” (masa keemasan sunah), karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunah serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa. Maka lahirlah buku-buku Hadis Musnad, buku induk Hadis enam, buku Hadis Sunan, dan Shahih yang dipedomani oleh umat Islam.
Maksud buku induk Hadis enam ialah buku-buku Hadis yang dijadikan pedoman dan referensi para ulama Hadis berikutnya yaitu:
1.      al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari (194-256 H)
2.      al-Jami’ al’Shahih li Muslim (204-261 H) kedua kitab ini disebut “al-Shahihayn” atau “Muttafaq alaih”.
3.      Sunan al-Nasa’I (215-303 H)
4.      Sunan Abu Dawud (202-276 H)
5.      Jami’ Al-Turmudzi (209-269 H)
6.      Sunan Ibn Majah (209-276 H)
Masa ini juga disebut “ashr al-jami’ wa al-Takhsish” (masa pembukuan dan penyaringan), karena masa yang paling sukses dalam pembukuan hadis, pada masa ini ulama hadis telah berhasil memisahkan Hadis Nabi Saw dari yang bukan Hadis atau dari hadis Nabi dari perkataan sahabat dan fatwabya dan telah berhasil pula mengadakan filterisasi yang sangat teliti.
Perkembangan pembukuan Hadis pada masa ini ada tiga bentuk, yatiu sebagi berikut:
1.      Musnad, yaitu menghimpun semua Hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah atau topiknya dan dinilai ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Misalnya semua hadis Nabi yang dipeoleh seoran periwayat melalui Aisyah dikelompokkan pada Hadis-hadis Aisyah.
2.      Al-jami’, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi 9 masalah yaitu aqa’id, hukum,  perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, tarikh, sifat-sifat akhlaq (syamail), fitnah, dan sejarah (manaqib). Misalanya kitab al-jami’ al-Shahih al-Bukhari, al-jami’ Shahih li Muslim, dan Jami’ al-Turmudzi. Kualitas kitab Al-Bukhari dan Muslim shahih semua sebagaimana nama kitab yang menyebutkan kata al-Shahih sedang kitab al-Turmudzi sama dengan kitab sunan ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
3.      Sunan, teknik penhimpunan Hadis secara bab seperti fikih, setiap bab memuat beberapa Hadis dalam satu topik, seperti sunan al-Nasa’I, sunan Ibn Majah, dan sunan Abu Dawud. Di dalam kitab ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif.

7.  Periode Abad IV-VI H
Ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan seterusnya disebut ulama muta’akhirin atau khalaf (modern) sedang yang hidup sebelum abad 4 H disebut ulama mutaqaddimin atau ulama salaf (klasik). Perbedaan mereka dalam dalam periwayatan dan kodifikasi hadis, ulama mutaqaddimin menhimpun Hadis Nabi dengan jalan langsung mendengar dari guru-gurunya kemudian mengadakan penelitian sendiri baik matan dan sanadnya. Sedang ulama mutaakhirin cara periwayatannya dan pembukuannya bereferensi dan mengutip dari kitab-kitab ulama mutaqaddimin. Oleh karena itu tidak banyak penambahan Hadis pada masa ini dan berikutnya kecuali sedikit saja dan dari segi pembukuan lebih sistematik dari pada sebelumnya. Kegiatan pembukuan hadis dalam bentuk ikhtisar (resume), istikhraj, dan syarah (ulasan).

Diantara perkembangan buku Hadis pada masa abad IV ialah sebagai berikut:
1.      Mu’jam yang ditulis oleh Sulayman bin Ahmad al-Thabrani (w 360 H) yang terbagi dalam tiga Mu’jamnya yaitu:
a.       Al-Mu’jam al-Kabir,penghimpunan Hadis yang diperoleh berdasarkan nama sahabat secara abjad, hanya dimuli dari 10 sahabat yang digembirakan masuk surga oleh Rasulullah. Mu’jam ini memuat kurang lebih 525.000 hadis.
b.      Al-Mu’jam al-Aswath
c.       Al-Mu’jam Al-Asghar, kedua Mu’jam yang belakangan ini menghimpun beberapa Hadis berdasarkan yang diperoleh dari syeiknya yang abjadi, hanya benruknya yang membedakan antara keduanya. Jika Al-Mu’jam Al-Ausath tengah-tengah atau sedang, Al-Mu’jam Al-Asghar lebih sederhana. Kitab Mu’jam seperti kamus ialah penghimpunan hadis didasarkan pada nama musyyaikhnya atau negeri tempat tinggalnya atau kabilah secara abjadi.
2.      Shahih, artinya diantara metode pembukuannya mengikuti metode pembukuan hadis shahihayn (Bukhari dan Muslim), yaitu sebagai berikut:
§  Shahih Ibn Hibban al-Bas’ti (w. 354 H)
§  Shahih Ibn Khuzaimah (w.311)
§  Shahih Ibn Al-Sakan (w. 353 H)
§  Al-Mustadrak ‘ala Shahihayn yang ditulis Abi Abdullah Al-Hakim al-Nasyabiri (w.405 H). kitab Mustadrak Artinya menambah beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam kitab Al-Bukhari Muslim dan menurutnya dan menurutnya telah memenuhi syarat keduanya.
3.      Sunan, metode penulisannya sperti kitab sunan abad sebelumnya, yaitu cakupannya hadis-hadis tentang hukum dan kualitasnya meliputi hadis-hadis shahih, hasan, dan dhaif, yaitu sebagai berikut:
§  Muntaqa Ibn Al-Jarud (w.307 H)
§  Sunan Al-Daru Qutni (w. 385 H)
§  Sunan Al-Baihaqi (w. 458 H), Al-Baihaqi memang wafatnya belakangan akan tetapi umumnya dimasukkan ke abad 4, karena metode penulisannya yang mirip pembukuan abad 4 H.

4.      Syarah, yakni penjelasan hadis baik yang berkaitan dengan sanad atau matan, terutama maksud dan makna matan hadis atau pemecahannya jika terjadi kontradiksi dengan ayat atau hadis, misalnya:
§  Syarh Ma’ani Al-Atsar, ditulis oleh Al-Thahawi (w.321 H)
§  Syarh Musykil Al-Atsar, ditulis oleh Al-Thahawi (w. 321 H)

5.      Mustakhraj, metode penulisan istikhraj adalah seorang penghimpun hadis mengeluarkan beberapa hadits dari sebuah buku hadis seperti yang diterima gurunya sendiri dengan menggunakan sanad sendiri. Misalnya Mustakhraj Abi Bakr Al-Isma’ili ‘ala shahih al-Bukhari (w. 371 H)
6.      Gabungan beberapa buku Hadis, yaitu sebagai berikut:
a.       Gabungan dua kitab shahih “al-Jam’u al-Bayn al-Shahihayn” yang ditulis oleh Ismail bin Ahmad yang dikenal dengan Ibn Al-Furat
b.      Gabungan dua kitab shahih “al-Jam’u al-Bayn al-Shahihayn” yang ditulis oleh Al-Husin bin Mas’ud Al-Baghawi (w. 516 H).
c.       Gabungan lima kitab “al-Tajrid li al-Shahih wa al-Sunan” yaitu gabungan Shahihayn, muwaththa, dan kitab-kitab sunan selain Ibn Majah, yang ditulis oleh Abi Al-Hasan Razin bin Muawiyah Al-Sirqisthi. (W. 535 H).
d.      Gabungan enam kitab, “jami’Al-Ushul li Ahadits al-Rasul” yang ditulis oleh Ibn Atsir Al-Jazari” (w.606 H).

8.    Periode Abad VII – XII dan Sekarang
Setelah pemerintahan Abbasiyyah jatuh ke tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H, maka pusat pemerintahan pindah dari Baghdad ke Kairo Mesir dan India. Pada masa ini banyak kepala pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang ilmu Hadis sepeti Al-Barquq. Disamping itu banyak usaha ulama India dalam mengembangkan kitab-kitab Hadis. Diantaranya, merekalah yang menerbitkan “Ulumul Hadis” karangan Al-Hakim.
Pada akhir abad ke 7 H turki dapat menguasai daerah-daerah Islam kecuali bagian Barat seperti Maroko dan sekitarnya. Pada peretengahan abad ke 9 H Turki dibawah pemerintahan Otoman berhasil merebut kota Konstantinopel dan dijadikan ibu kotanya. Kemudian menaklukan Mesir dan melenyapkan khilafah Abbasiyah. Turki semakin kuat, akan tetapi bersamaan dengan itu pemerintahan Islam di Andalusia Hancur dan Islam padam setelah memancar sinarnya selama 8 abad. Belum lagi imperialis Barat yang menguasai dunia Islam dengan menjajah dan memperbudak umat Islam. Hal ini menyebabkan kemunduran umat Islam dalam segala bidang termasuk dalam pengabdiannya terhadap agama.
Karena kondisi seperti diatas, ulama hadis tidak bebas dalam menyampaikan dan menerima Hadis. Maka dilakukan secara murasalat (korespondensi), ijazah, dan Imlak. Metode Ijazah artinya seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan Hadis yang ditulis oleh gurunya. Sedang metode Imlak artinya, seorang guru Hadis duduk di Masjid (biasanya pada hari Jum’at) kemudian ia menguraikan hadis itu baik dari segi kualitasnya, kandungannya, dan lain-lain, sedan yang hadir mencatat, seperti yang dilakukan oleh Zainuddin Al-Iraqi (w. 806 H), dan Ibn Hajar Al-Asqalani (w. 852 H).
Perkembangan penulisan Hadis pada abad ini sebagai berikut:
1.      Menyusun kembali kitab-kitab Hadis dahulu, baik dari segi matan dan sanadnya untuk memudahkan bagi umat Islam dalam mempelajarinya.
2.      Menghimpun Hadis-Hadis Mawdhu’ (palsu), diantaranya seperti:
a.       Al-Mawdhu’at ditulis oleh al-Asbahani (w.414 H).
b.      Al-Mawdhu’at ditulis oleh Ibn Al-Jawzi. (w. 597 H).
c.       Al-Laili al-Mashnu’at fi al-Ahadits al-Mawdhu’at oleh Jalaluddin Al-Suyuthi. (w. 911 H)
3.      Hadis-Hadis hukum diantaranya seperti:
a.       Al-Ahkam Al-Kubra ditulis oleh Ibn al-Kharat (w 581 H).
b.      ‘Umdah Al-Ahkam oleh al-Maqdisi (w. 600 H).
c.       Bulugh al-Maram oleh al- Asqalani (w. 852 H).
4.      Hadis Athraf, artinya teknik pembukuan Hadis dengan menyebutkan permulaan Hadisnya saja, misalnya “Athraf Al-kutub Al-Sittah” (Shahihayn dan kitab-kitab sunan selain Ibn Majah) ditulis oleh al-Maqdisi dikenal Ibn al-Qisrani (w. 507 H).
5.      Takhrij, yaitu seorang Muhaddis mengeluarkan beberapa Hadis yang ada dalam buku Hadis atau pada buku lain dengan menggunakan sanad sendiri atau ditelusuri sanad dan kualitasnya. Misalnya ‘Irwa Al-Ghalil fi Takhrij Ahadis Mannar al-Sabil, oleh Nashiruddin al-Albani.
6.      Zawa’id yaitu penggabungan beberapa kitab tertentu seperti musnad dan Mu’jam ke beberapa kitab induk Hadis. Mislanya Magna Al-Zawa’id wa Manba’ al-Fawa’id ditulis oleh Al-Haytami (w 807 H). Dalam buku ini  di samping berisikan kutub al-Sittah ada tambahan Musnad Ahmad,al-Bazzar, Abi Ya’la, dan Mu’jam al-Thabarani. Zawa’id juga diartikan mengumpulkan Hadis-Hadis yang tak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu, seperti Zawa’id al-Sunan al-Kubra disusun oleh Al-Bashri (w. 840 H).
7.      Jawami’  atau Jami’ , sebuah kitab Hadis yang menhimpun kitab-kitab Hadis Nabi secara mutlak, seperti Jami’ al-Kabir yang dikenal dengan sebutan Jami’ al-Jawami’ dan al-Jami’ al-Shaghir tulisan al-Suyuthi (w. 911 H).
Demikian perkembangan penulisan dan pengkodifikasian Hadis sampai pada abad 12 H. Mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama dalam bidang Hadis, kecuali hanya membaca, memahami, Takhrij, dan memberikan syarah Hadis-Hadis yang telah terhimpun sebelumnya.
 Al-Syawkani dalam mukaddimah kitab Nayl al-Authar mejelaskan, bahwa kitab-kitab Hadis yang sah dijadikan hujjah adalah:
1.      Shahih al-bukhari dan Shahih Muslim
Hadis-hadis yang tertulis dalam kedua kitab shahih al-Bukhari dan shahih Muslim dapat dijadikan hujjah tanpa melihat sanad, hanya diperlukan meninjau maksud Hadis yakni tinjauan dirayah.
2.      Hadis-Hadis shahih dalam selain al-Bukhari dan Muslim
Hadis-Hadis yang terdapat dalam kitab0kitab selain shahih al-Bukhari dan Muslim, asal telah dinilai shahih oleh salah seorang imam Hadis yang terpandang dan tidak dicacat oleh ulama imam Hadis lain.
3.      Kitab-kitab Hadis shahih
Hadis-Hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab Hadis yang menurut penyusunannya tidak memasukkan selain Hadis shahih saja. Seperti shahih Ibn Khuzaimah dan lain-lain. Hal ini, jika tidak didapati keteranan cacat dan kecuali shahih al-Hakim yang bernama al-Mustadrak karena ia menulisnya pada saat berusia lanjut yang sudah tidak sempat mengoreksi lagi.
4.      Kitab-kitab sunan
Hadis-Hadis yang terdapat dalam kitab sunan yang diakui keshahihannya atau kehasanannya oleh pengarang kitab sunan tersebut dapat diterima.

Adapun Hadis-Hadis yang terdapat dalam kitab-kitab sunan atau musnad yang tidak diterangkan kualitasnya, hendaknya bagi orang yang ada kemampuan memeriksa atau meneliti, periksalah terlebih dahulu keshahihannya atau kehasanannya. Jika tidak ada kemampuan untuk meneliti, hendaknya mengikuti penelitian para ahli yang telah mengadakan penelitian dan jika tidak didapatkan hendaknya dihentikan.

Rangkuman
Para sahabat sangat antusias dalam mencari,menyaksikan dan mendengar Hadis dari Nabi Muhammad Saw, tetapi Hadis pada waktu itu hanya dihapal atau diingat saja. Secara umum penulisan Hadis dilarang Rasul Saw karena khawatir bercampur aduk dengan penulisan Al-Qur’an, kecuali secara khusus bagi mereka yang lemah hapalannya seperti Abu Syah atau rapih tulisannya seperti Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash. Penulisan Hadis pada waktu itu berfungsi untuk membantu ingatan mereka agar tidak lupa, setelah hapal bagi sebagian mereka catatan itu bisa jadi dibakar. Pada masa Al-Khulafa Al-Rasyidun para sahabat memperkecil periwayatan Hadis atau tidak boleh meriwayatkannya kecuali ada saksi dan beranni bersumpah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara perhatian mereka agar tetap mengutamakan Al-Qur’an.
Setelah Al-Qur’an terkodifikasi (pada masa Utsman), para sahabat senior berpencar ke berbagai daerah, timbul dan tersebar Hadis Mawdhu’ , dan para Ulama banyak yang meninggal, pada masa Umar bin Abdul Aziz abad ke 2 H Hadis dihimpun dan dikodifikasikan pertama kali dalam Islam. Namun pada masa ini hanya menghimpun dalam sebuah buku dan belum difilter mana yang Hadis Nabi dan mana perkataan sahabat, seperti Al-Muwaththa’ karya Malik. Baru pada abad ke 3 H Hadis mulai dapat dihimpun, dikodifikasi, diklasifikasikan, dan diadakan filterissasi/penyaringan antara Hadis Nabi dan perkataan atau fatwa sahabat dan dapat pula diklasifikasikan mana yang shahih dan mana yang dhaif pada abad inilah perkembangan kodifikasi Hadis mengalami puncaknya yaitu timbulnya 6 buku induk Hadis.
Pada abad berikutnya yaitu abad ke 4 H dan seterusnya tidak mengalami perkembangan yang signifikan, karena para ulama ahli Hadis hanya bereferensi pada kitab-kitab abad sebelumnya. Perkembangan pengkodifikasian Hadis berikutnya hanya terfokus dari segi kualitas belaka, misalnya Al-Mustadrak, karya Al-Hakim (w 371 H), Al-Mu’jam Al-Kabir,Al-Awsath, dan Al-Asghar karya Al-Thabarani (w. 360 H), Mustakhraj Abi Bakar al-Ismaili ‘ala Shahih Al-bukhari (w.371 H), Syarah Ma’ani Al-Atsar, karya Al-Tahawi (w. 321 H), Athraf Kutub Al-Sittah karya Al-Maqdisi Al-Qisrani (w 507 H), dan lain-lain. Diantara buku hadis yang dipedomani umat Islam adalah Al-Muwaththa, kitab-kitab Shahih, Sunan, Musnad Ahmad, atau dari kitab-kitab lain yang telah diketahui tingkat keshahihannya[1].
 Daftar Pustaka
  1. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro, 2007.
  2. Muhammad Mustafa Azami, Studes in Early Hadith Literature, Terj. Ali Mustafa Ya'qub, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000
  3. Rosnawati Ali, Pengantar Ilmu Hadits, Kualalumpur: Ilham Abati Enterprise, 1997.
  4. Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik Hadits, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.
  5. Ahmad Amin, Fajrul Islam, Terj. Zaini Dahlan, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
  6. M. Hasby Ash Shiddeqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta, 1998.
  7. Bukhari, Shahih Bukhari
  8. Dr. Muhammad ibn Mathar Al-Zahrani, Tadwin Al-Sunnah Al-Nabawiyah wa Tathawwurihi min Al-Qarn Al-Awwal ila Nihayat Al-Qarni Al-Tasi’Al-Hijri, (Thaif: Maktabah Al-Shadiq, 1412 H)
10.  Ahmad bin Ali bin Hajar al- Asqalani, fath al Bari
12.  http://basyir-accendio.blogspot.com/2012/04/sejarah-pertumbuhan-penulisan-dan.html


[1] http://basyir-accendio.blogspot.com/2012/04/sejarah-pertumbuhan-penulisan-dan.html
Berbagi itu indah: :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website