ZAKAT HARTA ANAK YATIM

ZAKAT HARTA ANAK YATIM
oleh : Muhibban Addarony

Pendahuluan
Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, ‘Mengurus mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[1]
Dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yangmenyala-nyala.”[2]
Sebagai seorang bocah, mereka tentu ingin hidup layaknya anak-anak yang lain. Mereka ingin bermain, bercanda, belajar, dan pola hidup lainnya. Sayang,suka cita mereka teramat mahal. Bahkan, karena tidak ada ayah di sisi mereka,justru tangis dan dukalah yang menemani siang malam mereka. Mereka adalah makhluk yang lemah, dikarenakan ketidakmampuan mereka mengurus diri dan harta.
Namun demikian, Islam mengizinkan para wali menggunakan harta mereka dengan cara yang baik, kemudian pada saatnya nanti akan diserahkan kembali harta milik anak yatim tersebut bila ia telah dewasa atau baligh.
AllahTa’ala berfirman, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandaimemelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlahkamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa(di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada  mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan bagimereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).”[3]
                           
1. PENGERTIAN YATIM
Kata al-yatim diambil dari kata yatima yaitamu, seperti ta’iba, dan yatama, seperti qaruba. Sedangkan mashdarnya bisa yutman atau yatman, yaitu dengan mendhammah atau memfathah huruf ya’. Untuk manusia, keyatiman ditinjau dari jalur ayah. Dikatakan, shaghirun yatim, yaitu anak yatim laki-laki,sedangkan jamaknya adalah aitam dan yatama. Shaghirah yatimah, berarti anak yatim perempuan, sedangkan jamaknya yatama.[4]
Adapun secara terminologi, tidak berbeda jauh dengan makna leksikalnya.Yakni, seorang anak yang belum baligh yang ditinggal wafat oleh ayahnya[5].Pengertian ini juga dijelaskan oleh Abu Mahmud bin Ahmad di dalam kitab tuhfatul yatim yaitu :
هو من مات عنه أبوه دون الحلم[6]
Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila:
1. Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggal wafat ibu atau yang lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggal karena perceraian suami istri.
2. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah masa baligh maka tidaklah dikatakan anak yatim.Imam Malik dan yang lainnya berkata: Firman Allah swt :
[7]حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
Hingga sampaidewasa
maksudnya adalah: Cukup umur dan hilangnya kebodohan serta baligh.Untuk mengetahui seseorang sudah sampai usia baligh atau belum, dapat diketahui dengan beberapa tanda, tanda-tanda ini telah dihimpun oleh para ulama ahli fiqih berdasarkan imformasi yang digali dari al Qur’an dan al Hadits,diantaranya adalah:
1.Seorang anak laki-laki telah berusia lima belas tahun, tanda ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar t ia berkata:

عرضت على رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أحد وأنا ابن أربع عشرة سنة فلم يجزني  و [8]عرضت عليه يوم الخندق وأنا ابن خمس عشرة سنة فأجازني
“Aku mengajukan diriku (untuk mengikut) perang Uhud kepada Nabi r, waktu itu aku seorang anak yang baru berusia empat belas tahun, akan tetapi (Nabi r) tidak mengizinkanku untuk ikut berperang, dan aku mengajukan (lagi) pada perang khandak ketika aku berusia  lima belas tahun maka beliau mengizinkanku.
Hadits diatas mengisahkan bahwasanya Ibnu Umar meminta izin untuk mengikuti perang bersama Rasulullah saw, dan para shahabatnya akan tetapi permintaan itu ditolak dengan alasan ia belum cukup umur untuk mengikuti perhelatan yang keras ini, lalu ia mencoba mengajukan diri lagi pada tahun berikutnya dimana beliau telah berusia diatas empat belas tahun, maka Rasulullahpun mengizinkannya.

2. Seorang anak perempuan bila telah berusia sembilan tahun, tanda inididasarkan atas perkataan A’isyah radiyallahu anha ia berkata:
[9]إذا بلغت الجارية تسع سنين فهي امرأة
 “Jika anak perempuan telah berusia sembilan tahun maka ia adalah wanita”
Tanda ini didasarkan bahwasanya A’isyah dinikahi oleh Rasulullah dalam usia tujuh tahun akan tetapi tetap bersama ayahnya Abu Bakr hingga usia sembilan tahun setelah itu baru bersama Rasulullah .



3.Mimpi basah
[10]رفع القلم عن ثلاثة عن المجنون حتى يفيق وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبى حتى يحتلم
 “Diangkat qolam dari tiga orang: Dari orang gila hingga sembuh, dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga mimpi basah.

4.Mengalami datang bulan
Tanda yang ke empat ini berdasarkan analisa hadits Rasulullah saw yang menyebutkan bahwa wanita yang haid atau nifas dilarang melaksanakan sholat karena keluarnya darah, dengan demikian wanita yang telah mengalami haid telah diwajibkan kepadanya sholat karena sudah baligh. A’isyah r.a berkata:
كنا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم نطهر فيأمرنا بقضاء الصيام ولا يأمرنا بقضاء الصلاة[11]

“Kami haid di masa Rasulullah saw kemudian kami suci maka kami diperintahkan mengqodho puasa dan tidak diperintahkan mengqodho sholat.”


2.  PENGERTIAN HARTA ANAK YATIM

Harta  adalah  sesuatu  yang  bermanfaat  yang  sangat  dibutuhkan  oleh  manusia.[12] Konsep  harta  menurut  Al-Zarkasy  dalam  buku  Mata  Uang  Islami pengarang  Drs.Ahmad  Hasan  adalah  apa  yang  dimanfaatkan,  yakni  untuk dimanfaatkan,  yaitu  berupa  benda  dan  manfaat.  Sedangkan  menurut  jumhur ulama   harta   adalah   setiap   sesuatu   yang   bernilai   di   antara   manusia   dan diwajibkan   perusaknya   untuk   mengganti,   dan   dibolehkan   oleh   syariat memanfaatkannya  pada  waktu  lapang  dan  tidak  darurat.  Dengan  demikian, sesuatu yang tidak ada nilainya di antara manusia tidak termasuk harta.[13]
Sedangkan anak yatim adalah orang yang lemah karena tidak memiliki orang  tua  (bapak)  yang  merawat  dan  melindunginya.  Jadi  pengertian  harta anak  yatim  adalah  sesuatu  yang  bermanfaat  yang  dimiliki  oleh  orang  yang tidak mempunyai orang tua (bapak) yang merawat dan melindunginya. Pada  hakekatnya  semua  harta  adalah  milik  Allah  SWT,  dan  setiap  yang  memiliki  dan  mengelolanya  semata-mata  hanya  sebagai  wali. 


3.KEDUDUKAN HARTA ANAK YATIM

Harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan digandrungi oleh manusia   dan   dapat   dihadirkan   pada   saat   diperlukan.   Harta   mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Hartalah yang dapat menunjang  segala  kegiatan  manusia,  termasuk  memenuhi  kebutuhan  pokok manusia (papan, sandang dan pangan).[14]
Harta     memang     bukan    satu-satunya    yang     diandalkan    dalam mewujudkan  pembangunan  (materiil  maupun  spirituil),  karena  masih  ada faktor   lain   yang   ikut   menentukan,   seperti   kemauan   keras,   keikhlasan, kejujuran  dan  seperangkat  ilmu  pengetahuan  yang  diperlukan  oleh  masing- masing kegiatan.
Harta adalah termasuk ke dalam lima kebutuhan pokok manusia, yaitu memelihara  agama,  jiwa,  akal,  kehormatan  (keturunan),  dan  harta.  Begitu pentingnya   memelihara   harta,   Islam   mengharamkan   mencuri,   menipu, menjalankan  dan  memakan  riba,  merusak  harta  baik  milik  sendiri,  maupun milik orang lain.[15]
Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki harta baik    banyak    atau    sedikit    dan    tidak    boleh    sewenang-wenang    dalam menggunakan  (memfungsikan)  hartanya  itu.  Kebebasan  untuk  memiliki  dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang dibenarkan syara'. Manusia  harus  bisa  menjaga  dan  memanfaatkan  hartanya  yang  telah  diberikan  Allah  kepadanya  dengan  sebaik-baiknya.  Apalagi  kalau  harta  itu adalah harta anak yatim maka dalam menjaga tidak boleh sembarangan. Harta anak yatim umumnya menimbulkan resiko, oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan mereka.[16]
Kedudukan  harta  anak  yatim  tidak  jauh  berbeda  dengan  kedudukan harta  dalam  Islam.  Harta  anak  yatim  juga  sangat  penting  dalam  kehidupan bagi anak yatim. Harta anak yatim itu bisa membawa petaka, apalagi jika wali yang memeliharanya tidak menjalankan sesuai dengan ajaran syari'at Islam. Allah swt berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا[17]
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yangmenyala-nyala.”
Walaupun harta itu melimpah ruah, hendaklah jangan digunakan tidak pada tempatnya. Seperti membelanjakannya secara berlebihan dan menelantarkannya tidak bermanfaat.[18] Allah menganjurkan kita agar bersikap lunak terhadap anak yatim, dan juga kita dianjurkan agar memeliharanya dan berbuat  baik kepadanya.[19]
Harta anak yatim merupakan kepunyaan  dia sendiri dimana tak seorang pun diizinkan untuk mengambilnya atau menghabiskannya tanpa ada manfaatnya. 


4 .ZAKAT HARTA ANAK YATIM

آراء الفقهاء
Dalam hal ini ulama terbagi menjadi dua pendapat  yaitu ada yang mengatakan tidak wajib dan ada yang mengatakan wajib zakat :
1. golongan yang pertama mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat baik secara mutlak atau sebagian harta saja.Hal ini sebagaimana yang dikatakan dari para ulama di antaranya :
a.berpendapat Abu Hanifah bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat kecuali pada tanaman dan buah-buahan.
b.Diriwayatkan dari Abu Ja’far al Baqir dan Sya’bi bahwasanya mereka berkata :
ليس في مال اليتيم زكاة[20]

2.Golongan yang kedua mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu wajib zakat mutlak seluruh harta.Pendapat ini telah dikemukakan  oleh Malik,Syafi’i,dan Ahmad.


أدلة الفقهاء
A.Dalil-dalil pendapat pertama yaitu Abu Hanifah  yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu tidak wajib zakat :
1.Allah swt.telah  berfirman di dalam surah Attaubah ayat 103 yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا[21]
وجه الاستدلال
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwasanya zakat itu diambil dari orang kaya yang hikmahnya demi memsucikannya dari kotoran-kotoran dosa.Sedangkan anak yatim yang masih kecil belum mempunyai dosa.Jadi apa yang harus dibersihkan dari diri anak yatim dengan zakat itu.Hal ini menunjukkan bahwa anak yatim tidak wajib zakat.

2.Rasulullah saw. bersabda :
عن علي رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يشب وعن المعتوه حتى يعقل[22]
وجه الاستدلال
Dari hadis tersebut menerangkan bahwasanya pena ( hukum taklif ) tidak berlaku bagi tiga orang yaitu: orang yang tidur sampai ia bangun,dari anak kecil sampai ia dewasa dan dari orang gila sampai ia waras.Dari sini dapat dipahami bahwa  harta anak yatim tidak wajib zakat.Hal ini dikarenakan zakat itu adalah bagian dari hukum taklifi.Sedangkan anak yatim tidak termasuk dari bagian orang yang kena hukum taklifi.  

3. Zakat itu ialah ibadah seperti halnya sholat,dan ibadah memerlukan niat.Sedangkan niat tidak sah bagi anak-anak.Jadi dari sini anak-anak tidak wajib zakat.

B.Dalil-dalil pendapat kedua yaitu Malik,Syafi’I dan Admad yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu wajib zakat :
1.Adanya dalil aam (umum) yang menunjukkan wajib zakat bagi orang kaya baik dia dewasa atau anak-anak yaitu yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا[23]
وجه الاستدلال
Dari ayat ini Ibnu Hazm mengomentari bahwasanya ayat ini berbentuk umum sehingga mencakup semua baik dia orang berakal atau orang gila ataupun dia dewasa atau anak-anak.Karena mereka semuanya memerlukan kepada penyucian dan pembersihan dari Allah swt,dan karena mereka orang-orang yang beriman.[24]

2..Adanya hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Syafi’i yang berbunyi :
عن يوسف بن ماهك : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ابتغوا في مال اليتيم أو في مال اليتامى لا تذهبها أو لا تستأصلها الصدقة[25]
Dan al Baihaqi juga meriwayatkan dari Said bin Musayyib bahwasanya Umar bin Khattab berkata :
 ابتغوا  في أموال اليتامى لا تأكلها الصدقة[26]
  Al Bihaqi mengomentari bahwasanya hadis ini shohih.

وجه الاستدلال
Dari sini dapat dipahami bahwa nabi memerintahkan pengasuh-pengasuh anak yatim atau wakilnya agar berbuat sesuatu yang mengembangkan kekayaan anak yatim dengan meniagakan dan memperlabakannya dan jangan membiarkannya jadi habis dan hancur dengan mendiamkannya dan menyedekahkannya.Kecuali menyedekahkannya atas sekedar kewajibannya saja.[27]

3.Maksud hakiki yang rasional dalam kewajiban zakat
Mereka mengatakan sesungguhnya tujuan adanya zakat adalah untuk membantu orang-orang yang miskin dengan kekayaan orang-orang kaya di samping untuk berterima kasih kepada Allah dan mensyukuri nikmat Allah dan membersihkan kekayaan tersebut. Jadi dengan sedikit banyaknya zakat dari harta anak yatim diharapkan akan membantu memperbaiki perekonomian orang-orang miskin.Oleh karena itu harta anak yatim juga wajib zakat.[28]

سبب الاختلاف
Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib zakat bagi anak yatim atau tidak  adalah berbedanya mereka dalam memahami konteks zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti ibadah sholat dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang kaya yang dikeluarkan untuk  para fakir miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak yatim tidak wajib zakat. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu adalah hak wajib yang dikeluarkan jika dia kaya.
  
مناقشة أدلة القول الأول
Dalil-dalil yang di kemukakan oleh Abu Hanifah ini tergolong dalil yang tidak kuat atau lemah.Karena dalil-dalil itu dapat dibantah dengan beberapa hal berikut :

1.Mengenai ayat Al Qur’an yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا[29]
Mereka mengatakan yang dimaksud dengan تطهير  di sana adalah mensucikannya dari dosa-dosa,sedangkan anak yatim tidak berdosa,jadi anak yatim terlepas dari ayat zakat tersebut.
مناقشة الدليل الأول
Sebenarnya pengertian yang lebih tepat adalah pensucian itu tidaklah terbatas hanya pada dosa saja,tetapi meliputi pensucian akhlak dan jiwa supaya berkembang dengan baik dan melatih supaya selalu merasa kasih dan mau memberi bantun,dan ini termasuk ke dalamnya pensucian kekayaan.Jadi maksud dari “kau sucikan mereka” di atas berarti “kau sucikan kekayaan mereka”.

2. Mengenai hadis Nabi yang berbunyi :    
عن علي رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يشب وعن المعتوه حتى يعقل[30]
مناقشة الدليل الثاني
Imam Nawawi berpendapat yang dimaksud dari hadis tersebut adalah terangkatnya  dari dosa dan kewajiban  pada anak-anak dan orang gila.Memang mereka tidak berdosa dan mereka tidak wajib zakat tetapi yang wajib adalah mengeluarkan zakat dari kekayaan mereka.Dan yang wajib mengeluarkan itu adalah wali mereka.[31]

3.Mereka mengatakan zakat tidak wajib bagi anak yatim karena zakat itu ibadah,dan ibadah memerlukan niat,dan niat tidak terdapat atau tidak sah bagi anak-anak.
مناقشة الدليل الثالث
Memang benar zakat adalah ibadah tetapi zakat itu merupakan ibadah yang berbeda dari ibadah-ibadah lainnya yang mana hal ini didasari oleh sifat material sosialnya.zakat ialah ibadah yang memungkinkan berlakunya hukum perwakilan sehingga dapat dibayarkan melalui wakil.


القول الراجح من القولين
Pendapat yang paling kuat dari kedua pendapat ini ialah pendapat yang kedua yaitu pendapat jumhur ulama yang mengatakan harta anak yatim itu wajib zakat,karena mempunyai landasan dalil yang sangat kuat.Dan inilah pendapatnya jumhur ulama dari sahabat dan tabi’in.
Fakta yang menunjukkan bahwa dalil mereka lebih kuat dari dalil pendapat pertama adalah sebagai berikut:
1.Kehadirannya dalil aam(umum) yang mencakup semua jenjang baik orang waras atau gila dan orang dewasa atau anak-anak adalah benar tanpa ada kelemahannya.Dan sesungguhnya Allah swt.telah mewajibkan dalam firmanNya kepada orang-orang kaya untuk didermakan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir atau miskin dengan tanpa menyebutkan –di dalam firmanNya itu- harus orang dewasa atau waras.Artinya tidak ada takshish dalam ayat tersebut.
2.Hadis yang diriwayatkan dari Syafi’i yang bersumber dari Yusuf  bin Mahak  yang mana telah memerintahkan agar kekayaan anak yatim diinvestasikan supaya tidak dimakan oleh zakat adalah hadis shohih yang sanadnya baik dan maksudnya jelas.Memang hadis itu mursal tetapi banyak riwayat-riwayat lain yang mendukungnya.
3.Apabila para sahabat seperti Umar,Ali,Aisyah,Ibnu Umar mempunyai pendapat yang sama dalam satu masalah yang sering terjadi dan banyak menyangkut bahaya yang bisa menimpa masyarakat karena banyaknya korban yang jatuh dan banyaknya anak-anak yang menjadi yatim,maka alasan-alasan yang mereka pakai tentang persoalan itu pastilah lebih tepat.Dan tidak sepantasnyalah orang yang sesudahnya mengenyampingkan pendapat mereka itu.Sehingga akhirnya kewajiban zakat bagi harta anak yatim itu adalah tepat.


PENUTUP
- Kesimpulan
Pertama:  Anak-anak yatim yang ada harta yang cukup nisab dan syarat-syarat yang lain, diwajibkan zakat pada hartanya, kerana zakat itu ialah hak fakir miskin pada harta orang-orang yang berharta,  sama ada mereka orang dewasa atau anak yatim yang masih belum baligh.[32] Demikian juga halnya orang gila,  di wajibkan zakat pada hartanya dan walinya yang mengeluarkannya bagi pihaknya.[33]
Kedua: Menerangkan bahwa hukum syarak sentiasa menjaga kepentingan segala pihak.Dalam masalah ini pihak fakir miskin ditetapkan haknya pada harta orang-orang yang berada sekalipun orang-orang yang berada itu anak yatim yang masih belum baligh.  Pihak anak yatim pula diperintahkan walinya supaya mengembangkan hartanya dengan jalan perniagaan dan jangan harta anak yatim itu dibiarkan berterusan susut dimakan oleh zakat.
Ketiga:    Menerangkan kepada umat Islam umumnya, bahawa perbuatan membiarkan harta kekayaan ini membeku dan tidak diedarkan dengan jalan perniagaan dan sebagainya akan merugikan diri sendiri dan masyarakat, malah bertentangan dengan dasar Islam.[34]
Hakikat ini ditegaskan di dalam al-Qur'an:
.. كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ..
" .. (ketetapan yang demikian) supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya dari kalangan kamu .."[35]
Pendapat jumhur ini adalah pendapat yang paling rajih (kuat) dan lebih utama untuk diikuti. Selain karena dalil yang lebih kuat, juga yang paling banyak mendatangkan kemashlahatan bagi orang-orang fakir, melindungi harta dari intaian orang-orang yag membutuhkan, membersihkan jiwa, melatih akhlaq dan semangat berkorban untuk agama.












DAFTAR PUSTAKA
1.Ter jemah Al quran al karim,Bandung: PT.sygma examedia arkanleema,2006
2. Dr. kholid bin Aly, El ifadah min malil yatim
3. Abu Muslim Mahmud bin Ahmad,tuhfatul yatim
4.Muhammad yazid, sunan ibnu majah,darul fikri,Bairuth, Lebanon
5.M.Isa,sunan at  turmuzi,dar ihya al turatsh,Bairuth
6. Daud assijistany,sunan abu daud,Dar al fikri Bairuth,Lebanon
7. Ibrohim Mustafa,al mujam al wasith,Dar Al Dakwah
8. Mu'ammal  Hamidy,  Drs.Imran,  Tafsir  Ayat  Ahkam  Ash-Shabuni,  Cet.I,  Surabaya  :  PT
Bina Ilmu,1983
9. Drs.Ahmad  Hasan,  Mata  Uang  Islami,  Telah  Komprehensif,  Sistem  Keuangan  Islami, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005
10. M.  Ali  Hasan,  Berbagai  Macam  Transaksi  dalam  Islam,  Jakarta:  PT  Raja  Grafindo  Persada, 2003
11. DR.  Muhammad  Saami,  Harta  dan  Kedudukannya  dalam  Islam,  Amar  Press,  1990
12. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Terjemah Bulughul Maram.(Bandung: CV Penerbit Diponegoro.2002)
13.M.Ismail,shohih bukhori,Dar Turuq Al Najah,1422 H
14. Dr. Wahbah Al-Zuhaiyli. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. (Bandung:PT Remaja Rosdakarya.1997)
15.Mausu’ah al fiqhiyyah  al kuwaitiyah,dal al salasil,Mesir: 1427 H
16. M.Idris,Musnad al-Imam al-Syafi'I,dar al kutub al ilmiyah,Bairuth Lebanon
17.M. Abdurrahman,Tuhfat al-Ahwazi,dar al kutub al ilmiyah, Bairuth Lebanon
18.Sayid sabiq, Fiqh al-Sunnah, dar al kutub al araby, Bairuth Lebanon
19.A.  Rahman  I.  Doi,  Penjelasan  Lengkap  Hukum-Hukum  Allah  (Syari'ah),  Jakarta  :  PT Raja Grafindo Persada, 2002
20.Ibnu Hazm,Al Muhalla, Bairuth Lebanon,Darul Fikri.2004
Dr.Yusuf Al Qorodhowi,Fiqh Zakat,Bairuth Lebanon: 2002
21.Muhyiddin Abu Zakaria An Nawawi,Al Majmu’,Bairuth Lebanon:Darul Fikri.2000
22.Salam Qasim,Al Amwal, Bairuth Lebanon:Darul Fikri.2003










[1] Surah al Baqarah ayat 220
[2] Surah an Nisa ayat 10
[3] Surah al Baqarah ayat 6
[4] Al Mu’jam al Wasith 1063
[5] Dr. kholid bin Aly, El ifadah min malil yatim jilid 1 hal 3
[6] Abu Muslim Mahmud bin Ahmad,tuhfatul yatim,jilid 3 hal 1
[7] Surat al An ‘am  ayat 152
[8] Sunan Ibnu Majah jilid 2 hal  850
[9] Sunan Al Tirmizi jilid 3 hal 417
[10] Sunan Abu Daud jilid 4 hal 244
[11] Sunan al Tirmizi jilid 3 hal 154
[12] Mu'ammal  Hamidy,  Drs.Imran,  Tafsir  Ayat  Ahkam  Ash-Shabuni,  Cet.I,  Surabaya  :  PT
Bina Ilmu,1983, hlm. 371
[13] Drs.Ahmad  Hasan,  Mata  Uang  Islami,  Telah  Komprehensif,  Sistem  Keuangan  Islami, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 98

[14] M.  Ali  Hasan,  Berbagai  Macam  Transaksi  dalam  Islam,  Jakarta:  PT  Raja  Grafindo  Persada, 2003, hlm. 55
[15] Ibid, hlm. 59
[16] A. Rahman I Doi, op.cit., hlm. 278
[17] Surah an Nisa ayat 10
[18] M. Ali Hasan, op.cit., hlm. 61
[19] DR.  Muhammad  Saami,  Harta  dan  Kedudukannya  dalam  Islam,  Amar  Press,  1990, hlm. 66
[20] Al Amwal hal 435
[21] Surah Attaubah ayat 103
[22] Sunan al Tirmizi juz 4 hal 32
[23] Surah Attaubah ayat 103
[24] Al Muhalla Ibnu Hazm juz 5 hal 201.
[25] Musnad Imam as Syafi’i juz 1 hal 92
[26] Sunan Kubro juz 4 hal 107
[27] Fiqh Zakat Dr.Yusuf Qaradhowi juz 1 hal 139
[28] Al Majmu’ juz 5 hal 330
[29] Surah Attaubah ayat 103
[30] Sunan al Tirmizi juz 4 hal 32
[31] Al Majmu’ Imam Nawawi juz 5 hal 330
[32] Tuhfat al-Ahwazi; 3:298
[33] Musnad al-Imam Al-Syafi'i (1:225)
[34] Sayid sabiq, Fiqh al-Sunnah, jilid 1hal. 337
[35] Surah al Hasyr ayat 7               

Berbagi itu indah: :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website