Latest Post
02.35
BEM AWARD 2014
Jumat malam yang bertepatan pada tanggal 2 Mei 2014,
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) An Nuaimy Jakarta kembali mengadakan acara BEM AWARD atau malam penganugerahan kepada
mahasiswa-mahasiswa An Nuaimy terbaik, berbakat dan berkontribusi penuh
terhadap kelangsungan dan ikut andilnya dalam progam kerja BEM An Nuaimy selama
periode 2013-2014 M.
Dengan terselenggaranya acara ini, ke depannya diharapkan
dapat memberikan power atau motivasi kepada mahasiswa agar berkreasi dan
berkarya lebih baik, aktif, produktif dan lebih inovatif.
Mungkin ikhwah-ikhwah semua
penasarankan, siapa mahasiswa yang berbakat pada tahun ini?
Inilah mereka yang mempunyai bakat
tersebut :
Mahasiswa terfavorit : Nur Rahman
Muazzin terfavorit : Abdul Qadir Kalsaba
Pemain Bola Terbaik : Juanaidi JM
Imam Terbaik : Lalu Suwandi
Bukan
hanya itu aja ikhwah, kami juga memberikan sertifikat untuk Departemen yang
terbaik di periode 2013-2014, dan tidak
kalah pentingnya sertifikat juga di dapatkan oleh anggota BEM yang
teraktif.. aduuuhhh siapa ya anggota teraktif dan departemen terbaik? Ini lah
dia;
Departemen Terbaik : Departemen Tarbiyah
Anggota Teraktif : Fikri Azhari
Sekarang ikhwah semua udah pada
tahukan?
Nah untuk pengurus BEM selanjutnya
semoga bisa memberikan yang terbaik untuk Mahad Aly-Annuaimy. Keluarin ya… bakat-bakat antum…! Ujar Syukron
Jamil(sambil tersenyum) selaku ketua
penyelenggara BEM AWARD 2014 itu…
Label:
Info Terbaru
02.19
Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya
Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya
Oleh : Dr.Yusuf Al Qaradhawi
Taubat dari dosa yang dilakukan
oleh seorang mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT
-- adalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah,
serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun
ulama bathin. Atau ulama fiqh dan ulama suluk.
Hingga Sahl bin Abdullah berkata:
Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir,
dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan
ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan
taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak
tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan
oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).
Taubat dalam Al Quran
Al Quran memberi perhatian yang
besar terhadap taubat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah
Makkiah atau Madaniah. Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, insya Allah.
"Bertaubatlah kepada Allah SWT
dengan Taubat yang semurni-murninya".
Di antara perintah yang paling
tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan
Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS.
At Tahrim: 8).
Ini adalah perintah yang lain dari
Allah SWT dalam Al Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat
nasuha: yaitu taubat yang bersih dan benar.
Perintah Allah SWT dalam Al Quran
itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang
mengindikasikan pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada
petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha
untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:
1. Menghapuskan dosa-dosa
2. Masuk ke dalam surga.
Seluruh individu muslim amat
membutuhkan dua hal ini:
Pertama: agar
kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia,
disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan
dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan manusia tersusun dari
unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang berasal dari langit.
Salah satunya menarik ke bawah
sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan
manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat
mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.
Oleh karena itu, manusia dapat
melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan
taubat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.
Kedua: agar ia
dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga? Pemikiran yang paling
berat menghantui manusia adalah: akan masuk kemana ia nantinya di akhirat. Ini
adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan
selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia
akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan
kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta
penderitaan terdapat dalam neraka:
"Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung.
Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" (QS.
Ali Imran: 185.).
Bertaubatlah Kalian Semua Kepada Allah SWT, Wahai Orang-2 yg Beriman
Di antara ayat Al Quran yang
berbicara tentang taubat adalah firman Allah:
"Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung"
(QS. An-Nur: 31).
Dalam ayat ini, Allah SWT
memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Allah SWT,
dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah
demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum
muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat. Di antara kaum mu'minin ada yang
bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena
ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa).
Di antara mereka ada yang bertaubat
dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa
macam ini. Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan
orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya.
Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang dimakruhkan.
Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang
terjadi dalam hati mereka. Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka
berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam
yang lebih tinggi lagi.
Taubat orang awam tidak sama dengan
taubat kalangan khawas, juga tidak sama dengan taubat kalangan khawas yang
lebih tinggi lagi. Oleh karena itu ada yang mengatakan: "Kebaikan kalangan
abrar adalah kesalahan orang-orang kalangan muqarrabin!" Namun, dalam ayat
itu, semua mereka diperintahkan untuk melakukan taubat, agar mereka selamat.
Pengarang kitab Al Qamus memberikan
komentar atas ayat ini dalam kitabnya (Al Bashair): Ayat ini terdapat dalam
kelompok surah Madaniyyahh . Allah tujukan kepada kaum yang beriman dan kepada
makhluk-makhluk-Nya yang baik, agar mereka bertaubat kepada-Nya, setelah mereka
beriman, sabar, hijrah dan berjihad.
Kemudian mengaitkan keberuntungan dengan
taubat "agar kalian beruntung". Yaitu mengaitkan antara sebab dengan
yang disebabkan. Dan menggunakan dengan 'adat' "la'alla" untuk
memberikan pengertian pengharapan. Yaitu jika kalian bertaubat maka kalian
diharapkan akan mendapatkan keberuntungan, dan hanya orang yang bertaubat yang
berhak mengharapkan keberuntungan itu.
Sebagian ulama suluk berkata:
Taubat adalah wajib bagi seluruh manusia, hingga bagi para nabi dan wali-wali
sekalipun. Dan janganlah engkau duga bahwa taubat hanya khusus untuk Adam a.s.
saja. Allah SWT befirman:
"Dan durhakalah Adam kepada
Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya
dam memberinya petunjuk" (QS. Thahaa: 121-122).
Namun ia adalah hukum yang azali
dan tertulis bagi umat manusia sehingga tidak mungkin dapat diterima
sebaliknya. Selama sunnah-sunnah (ketentuan) Ilahi belum tergantikan. Maka
kembali --yaitu dengan bertaubat-- kepada Allah SWT bagi setiap manusia adalah
amat urgen, baik ia seorang Nabi atau orang yang berperangai seperti babi, juga
bagi wali atau si pencuri. Abu Tamam berkata:
"Jangan engkau sangka hanya
Hindun yang berhianat, itu adalah dorongan peribadi dan setiap orang dapat
berlaku seperti Hindun!
Perkataan itu didukung oleh hadits:
"Seluruh kalian adalah pembuat
salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang
sering bertaubat". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari
Anas. Juga taubat itu adalah wajib bagi seluruh manusia. Ia wajib dalam seluruh
kondisi dan secara terus menerus. Pengertian itu dipetik dari dalil yang umum,
Allah SWT berfirman: " dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah".
Karena manusia tidak mungkin terbebaskan dari dosa yang diperbuat oleh anggota
tubuhnya. Hingga para nabi dan orang-orang yang saleh sekalipun. Dalam Al Quran
dan hadits disebutkan tentang dosa-dosa mereka, serta taubat dan tangisan sesal
mereka.
Jika suatu saat orang terbebas dari
maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari
keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu,
dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh syaitan sehingga ia lupa
dari dzikir kepada Allah SWT. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian
dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya serta
perbuatan-perbuatan-Nya.
Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing
mempunyai sebabnya. Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri
dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya
yang rendah. Dan manusia berbeda-beda dalam kadar kekurangannya, bukan dalam
kondisi asal mereka (Lihat: Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175.
Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).
Orang yang tidak Bertaubat adalah Orang yang Zhalim
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan
pula wanita -wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh
Jadi wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan kamu panggil
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS .Al Hujurat: 11)
Setelah Allah SWT melarang kaum
mu'minin untuk mencela seorang muslim --baik ia laki-laki atau perempuan--
serta mengejeknya dengan ucapan yang menyakitkan atau membuatnya susah; dan
al-Quran menganggap orang yang mengejek sesama muslim sebagai orang yang
mengejek dirinya sendiri, karena kaum muslimin adalah seperti satu tubuh;
Al-Quran juga melarang untuk saling panggil memanggil dengan panggilan yang
buruk yang tidak disenangi orang. Perbuatan itu semua akan memindahkan manusia
dari derajat keimanan ke derajat kefasikan. Dari seorang mu'min menjadi seorang
fasik, dan nama yang paling buruk setelah keimanan adalah kefasikan itu.
Kemudian Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". Ini adalah dalil
akan kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi
orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.
"Sesungguhnya orang-orang yang
zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)
Juga tidak dicintai Allah SWT:
"Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim."( QS. Ali 'Imran: 57).
Serta mereka tidak mendapatkan
petunjuk dari Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah: 51).
Dan mereka juga tidak selamat dari
api neraka:
"Dan tidak ada seorangpun
daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu
kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang
bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan
berlutut." (QS. Maryam: 71-72.).
Ayat-ayat yang lain:
Di antara ayata-yat Al Quran yang
mengajak kepada taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan
buahnya adalah firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS.
Al Baqarah: 222).
Mengajak Kaum Musyrikin dan Kaum Kafir untuk Bertaubat
Di antara ayat-ayat Al Quran ada
yang mengajak kaum musyrikin untuk bertaubat, serta membukan pintu bagi mereka
untuk bergabung dalam masyarakat muslim, serta menjadi saudara seiman mereka.
Seperti firman Allah SWT dalam surah at-Taubah setelah memerintahkan untuk
memerangi kaum musyrikin yang melanggar perjanjian damai:
"Jika mereka bertaubat dan
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka
untuk berjalan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
at-Taubah: 5).
"Jika mereka bertaubat,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama." (QS. At-Taubah: 11)
Al Quran juga mengajak orang-orang
Kristen untuk bertaubat dari perkataan mereka tentang ketuhanan al Masih atau
ia sebagai satu dari tiga oknum tuhan! Sedangkan ia sebetulnya hanyalah seorang
hamba Allah. Dan baginya telah terjadi apa yang terjadi bagi manusia biasa.
Serta Al Quran mengajak untuk menyembah Allah SWT saja.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah al Masih putera
Maryam", padahal al-Masih (sendiri) berkata: "Hai bani Israil,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "
bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti
dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka
akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada
Allah dan memohon ampun kepadaNya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al Maidah: 72-74 ).
Bahkan Allah SWT Yang Maha Pemurah
juga membuka pintu taubat bagi orang-orang kafir yang telah demikian keji
menyiksa kaum mu'mimin dan mu' minat, serta telah melemparkan kaum mu'minin itu
ke dalam api yang panas:
"Yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman." (QS.
al Buruj: 5-7.)
Allah SWT berfirman setelah menyebutkan
kisah mereka itu, bahwa mereka membenci kaum mu'minin itu semata karena kaum
mu'minin beriman kepada Allah SWT semata.
Allah SWT befirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang
mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian
mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab
(neraka) yang membakar." (QS. al Buruuj: 10).
Hasan al Bashri mengomentari ayat
ini: "lihatlah kedermawanan dan kemurahan Allah SWT ini: mereka membunuh
para wali-Nya, dan Dia kemudian mengajak mereka itu untuk bertaubat dan meminta
ampun kepada-Nya!."
Hingga kemurtadan --yaitu orang
yang kafir setelah iman- taubat mereka masih dapat diterima. Allah SWT
berfirman:
"Bagaimana Allah akan
menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah
mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan
keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjukki
orang-orang yang zalim. Mereka itu balasannya ialah: Bahwasanya la'nat Allah
ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la'nat para malaikat dan manusia
seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan
tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang taubat, sesudah
(kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 86-89.)
Pustaka Islami
Diambil dari: at
Taubat Ila Allah - Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Label:
Jurnalistik Mahasiswa
02.16
Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur'an
Keutamaan Taubat dan Orang-orang
yang Bertaubat dalam al Qur'an
yang Bertaubat dalam al Qur'an
Oleh : Dr.Yusuf Al Qaradhawi
Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).
Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang
Rabb semesta alam.
Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan
dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di
dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta
mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT:
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian
itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan:
68-70.).
Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu
mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan
kebaikan?
Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya
bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang
berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung
langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw:
"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan
kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan
memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab
sahih Jami' Shagir - 5235)
Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT
menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta
berdo'a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka.
Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari
keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat
sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:
"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di
sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta
memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya
Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah
ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan
masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka
dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri
mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan
orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka
sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yg
besar." (QS.Ghaafir: 7-9).
Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya
taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan
banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan
rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan
maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar.
Seperti dalam firman Allah SWT:
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang? ." (QS. At-Taubah: 104)
"Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25)
Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan
menerima taubat." (QS. Ghaafir: 3)
Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata
lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman
Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri:
"Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
Al Maaidah: 39)
"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu)
bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran
kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan
perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
Al An'aam: 54)
"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang
mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah
itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119)
Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha
Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam
do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.:
"Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha
penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128).
Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka
menyembah anak sapi:
"Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah
dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu,
maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima
taubat dan Maha Penyayang ." (QS. Al Baqarah: 54)
Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:
"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)
Pustaka Islami
Diambil dari: at
Taubat Ila Allah - Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Label:
Jurnalistik Mahasiswa
15.33
Serial Mencari Qiyadah (Bagian ke-1): Qiyadah Idaman Akhir Zaman
Oleh Ahmad
Mifdlol Muthohar
Dakwatuna.com –
Serial artikel ini saya tulis, berangkat dari sms taushiyah sederhana yang
ditulis oleh Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf -hafizhahullah- yang telah beredar banyak
di dunia maya.
“Sesekali kita
gak bela diri. Tapi kita akui kekurangan kita. 10 tahun sudah dakwah ini
berjalan di tempat (kalau angka 7% jadi patokan, semoga patokan ini salah).
Tapi kalau ternyata benar, kesimpulan ana: musuh-musuh dakwah selama ini tidak
bisa lagi dihadapi dengan iman dan keshalihan yang biasa-biasa dan standar.
Tapi harus dengan keimanan yang mutamayyiz (yang luar biasa). Tilawah gak cukup
lagi dengan 1 juz. Qiyamullail gak cukup lagi 10 menit… dan seterusnya.
Jadi semakin berat musuh dakwah, semakin besar
hubungan mujahid dengan Allah. Ilmu syar’i pun juga harus semakin meningkat.
Kalau tidak dengan pendekatan seperti ini selamanya kita tidak menyadari
kekurangan kita. Dan terus akan selalu mendapatkan pembenaran tanpa menyadari
kekurangan. Saat 2009 kita katakan ini gara-gara tsunami SBY. 2014 kita katakan
Ini badai penghancuran citra. Entah apa lagi alasan kita di 2019. Jadi
kebobrokan musuh hanya bisa dilawan dengan keunggulan iman dan ilmu. Mari kita
mulai dari diri kita sendiri….”
Demikianlah semangat
kader-kader dakwah yang senantiasa mengevaluasi diri semaksimal mungkin.
Mengintrospeksi diri tentang kekurangan, kesalahan, kelemahan, maksiat dan
seterusnya, yang menggerogoti keimanan para kader, hingga membuat mereka tidak
berdaya menghadapi para musuh atau stagnan.
Namun saya ingin
melihat dari sisi lain dalam hal ini. Bukan tentang para kader jundi
sebagaimana yang ditekankan dalam sms ustadz, tetapi tentang para kader qiyadah
(pimpinan dakwah), yang meliputi semua level, semenjak tingkat ranting,
kecamatan, kabupaten, provinsi dan apalagi tingkat nasional, juga meliputi
semua level, semenjak tamhidi hingga purna. Sama sekali bukan ditujukan pada
personal tertentu, atau kelompok qiyadah tertentu, tetapi untuk perbaikan semua
qiyadah jamaah dakwah secara keseluruhan.
Jika memang
jamaah ini mau membenahi dirinya secara optimal, maka perubahan besar dalam
dirinya pun juga harus dilakukan (QS. 13: 11). Tidak hanya pada level jundi,
tetapi juga pada level qiyadah. Terkadang kader dakwah salah memahami dan
kesulitan membedakan antara memberikan nasihat dan ketidaktaatan. Seolah-olah
jika mengkritik atau memberi masukan atau menyarankan itu berarti tidak taat.
Padahal jelas dalam hadits disebutkan bahwa agama itu adalah nasihat, di
antaranya adalah untuk pemimpin dan rakyat.
Lihatlah
bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerima saran Hubab bin Mundzir
untuk menduduki sumur yang terdekat dengan musuh pada perang Badar, padahal
sebelumnya beliau telah memutuskan suatu tempat lainnya. Lihat pula bagaimana
Umar menerima saran wanita yang memprotes kebijakan Umar yang melarang mahar
yang mahal, lalu diingatkan wanita dengan Al-Quran An-Nisaa’ ayat 20 dan secara
legowo Umar mengatakan, “wanita ini benar dan lelaki ini salah” (maksudnya
dirinya sendiri).
Pernah pula seorang lelaki menghunus pedangnya
di hadapan Umar, sambil mengatakan bahwa jika Umar menyimpang, pedang yang
dihunusnya yang akan meluruskan. Luar biasa, bukannya emosi menghadapi itu,
tetapi justru Umar mengucapkan hamdalah pada Allah ta’ala karena masih ada
orang yang seperti itu keberaniannya dalam meluruskan penyimpangan, di era
kepemimpinannya.
Proses jamaah
dakwah dalam memperbaiki diri ini harus terus berlanjut. Pengalaman-pengalaman
pahit sebelumnya mesti dapat diambil pelajaran dan hikmahnya. Pada masa pasca
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pemerintahan berangsur-angsur
semakin memburuk secara umum, terutama setelah masa Khulafaurrasyidin.
Namun itu
berbeda dengan masa pemerintahan umat Islam di akhir zaman, secara logika
implisit yang disebutkan oleh banyak hadits, semestinya pemerintahan umat Islam
di akhir zaman, akan berangsur-angsur menjadi baik.
Jika anda
mendengar hadits bahwa Rum -atau Romawi, atau Italia saat ini- akan ditaklukkan
suatu ketika oleh umat Islam, tentu kesimpulannya adalah bahwa umat Islam saat
itu telah dapat bersatu atau sebagian besar telah kuat persatuannya, dan tentu
oleh qiyadah yang luar biasa.
Jika anda
mendengar hadits tentang batu dan pohon bisa berbicara, maka tentu yang
mendengar pembicaraannya bukan orang mukmin sembarangan, namun ia adalah orang
mukmin yang memiliki kedekatan tertentu dengan Allah ta’ala. Dan
pasukan-pasukan itu mestinya digerakkan oleh qiyadah yang hebat.
Jika anda
mendengar hadits tentang tidak ada satu kawasan pun di akhir zaman, yang dihuni
manusia, kecuali akan datang Islam padanya, tentu itu oleh pasukan dalam jumlah
besar, yang meliputi semua kawasan di muka bumi, dan tentu mereka dipimpin oleh
qiyadah yang sangat tangguh.
Jika anda
mendengar hadits tentang makanan orang mukmin pada masa Dajjal adalah dzikir
pada Allah ta’ala, maka yang dapat melakukan itu adalah kader-kader dakwah yang
telah terbiasa berlama-lama melakukan ibadah, puasa, dzikir dan sebagainya. Dan
tentu mereka merupakan hasil didikan qiyadah yang kuat.
Jika anda
mendengar tentang hadits bahwa Imam Mahdi akan memimpin dunia ini dengan penuh
keadilan selama 40 (yang dalam riwayatnya tidak jelas, apakah tahun atau bulan
atau hari), maka tentu kepemimpinannya meliputi seluruh penjuru dunia, dan akan
membutuhkan sekian juta qiyadah di semua level semenjak desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi, negara dan organisasi-organisasi dunia.
Tentu keadilan
tersebut akan dirasakan oleh semua orang di dunia, dan itu tidak mungkin
kecuali harus ada stok qiyadah dalam jumlah besar pula yang dipersiapkan dan
memiliki karakter baik, sehingga mampu menciptakan keadilan, memperkuat sang
Imam.
Tiada asap tanpa
api. Tidak ada gerakan tanpa hembusan angin. Jika selama ini kader-kader jundi
telah luar biasa kiprahnya di lapangan tanpa banyak bergantung dengan instruksi
qidayah, tentu akan lebih dahsyat lagi jika ada keterlibatan optimal dari para
qiyadah. Jika selama ini barangkali kader-kader dakwah yang bergerak hanya
separuhnya saja, maka melalui upaya maksimal qiyadah, yang bergerak dapat
menjadi dua pertiganya atau bahkan seluruhnya.
Berapa banyak
kader dakwah yang kemudian memilih jalannya sendiri di luar jamaah, hanya
karena ulah beberapa gelintir qiyadah, tanpa melihat dari sisi-sisi positifnya.
Berapa banyak kader dakwah yang melemah dalam tadhiyah, setelah melihat
beberapa qiyadahnya yang lembek. Sesungguhnya barangkali hanya memerlukan
beberapa pengorbanan sedikit lagi dari qiyadah,
kader-kader tersebut akan bangkit dari tidur panjangnya. Berapa banyak
kader yang bingung harus melakukan apa, di saat kader-kader yang lain berkiprah
di jalur politik, dan qiyadahnya tidak melihat tugas-tugas dakwah lainnya.
Ini bukanlah
untuk mencari kesalahan siapa-siapa. Ini adalah kesalahan kita bersama, yang
hanya perlu untuk diakui, lalu disadari dan kemudian dibenahi semaksimal
mungkin. Bukan untuk dicari apologinya, bahwa ini adalah proses tamhish
(penyaringan) alami, yang terjadi di setiap perjuangan dakwah.
Sesungguhnya
tamhish yang luar biasa adalah tamhish Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang tidak menyisakan dari 1400 kader yang ikut menuju Makkah, yang kemudian
berakhir dengan pembai’atan oleh semua orang dari mereka kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali hanya satu saja yang tidak ikut. Dan ia
diperkirakan sebagai orang munafik.
Kita berharap
dari gelombang qiyadah yang secara masif dicetak oleh kader-kader dakwah ini,
suatu ketika muncul seseorang yang kemudian disebut sebagai Imam Mahdi, yang
dalam satu riwayat disebutkan usianya sangat muda belia. Atau minimal masuk
dalam salah satu dari 313 orang yang berbaiat pertama kali kepada Imam Mahdi,
atau jika tidak, setidak-tidaknya masuk dalam kelompok qiyadah-qiyadah yang
berjuang keras di bawah kepemimpinan beliau.
Demikian pula
bagi akhwat-akhwat yang kita didik, semoga suatu ketika menjadi pasangan dari
para pejuang dakwah tersebut, di jalan Allah. Jika masa itu masih jauh dari
kita, maka setidak-tidaknya kita akan mendidik para qiyadah yang akan mencetak
mereka di kemudian hari, sepeninggal kita. Amin. Wallahu a’lam bish-shawab.
07.31
Ketika itu, ada dua pemuda yang tengah berdakwah kepada kaum Kota. Jumlah mereka amat sedikit apabila dibandingkan dengan penduduk Kota itu sendiri. Tapi, mereka tidak peduli. Apapun bentuk dan seberapapun jumlah yang harus dihadapi, tiadalah berbanding dengan Mahabesarnya Allah sebagai tujuan segala perjuangannya.
Beginilah Dai Sejati
BEGINILAH DAI SEJATI
Oleh Yanuar Rizki Pahlevi
Ketika itu, ada dua pemuda yang tengah berdakwah kepada kaum Kota. Jumlah mereka amat sedikit apabila dibandingkan dengan penduduk Kota itu sendiri. Tapi, mereka tidak peduli. Apapun bentuk dan seberapapun jumlah yang harus dihadapi, tiadalah berbanding dengan Mahabesarnya Allah sebagai tujuan segala perjuangannya.
Pun,
sebagaimana banyak cerita orang. Menyeru, mengajak, apalagi kepada manusia,
terlebih menyerunya adalah kepada kebenaran, bukanlah hal yang mudah.
Senantiasa ada batu uji yang khas bagi setiap generasi. Allah telah menjanjikan
ujian-ujian itu, baik berupa kesedihan, kemiskinan, kelaparan, bahkan ujian
berupa buah-buahanpun Allah janjikan untuk dihadapi kaum beriman.
Adalah
dua pemuda itu dikisahkan dalam permulaan surah Yaasiin. Diceritakan dua pemuda
itu kemudian melancarkan dakwahnya kepada penduduk Kota. Tapi belum juga
membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan, penduduk Kota justru mendustakan
seruan dakwah itu. Sampai-sampai, Allah mengutus kembali seorang utusan untuk
menguatkan dua orang pemuda yang pertama.
Bertambahnya
kekuatan dalam barisan dakwah adalah keberkahan. Bertambahnya kekuatan kader
dakwah adalah sebuah hadiah dari Allah untuk terus melipatgandakan
cakupan-cakupan dakwah. Bertambahnya kekuatan adalah bukti betapa Allah
mencintai hambaNya yang senantiasa menyebarkan risalah kebenaran.
Sampai
kemudian, ketiganya berseru kepada penduduk Kota, “Sesungguhnya kami adalah
utusan Allah…” Sebuah seruan yang tulus. Sebuah penyampaian yang apa adanya
bahwa apa-apa yang dibawa oleh ketiganya bukanlah kreatifitas individu yang
bisa sangat liar. Namun yang dibawa ketiganya adalah apa-apa yang diperintahkan
oleh Allah untuk disebarkan. Apa yang dibawa ketiganya adalah apa yang Allah
berikan kepada manusia agar manusia berada dalam jalan keselamatan.
Tapi,
apa jawaban penduduk kota terhadap seruan ini? Mereka menjawab, “Kamu tidak
lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah yang Maha Pemurah tidak menurunkan
sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.” Siapa yang hatinya tak
perih? Mencintai umat dengan menyampaikan risalah akhirat justru disematkan
label pendusta belaka?
Ah,
iya. Dahulu, Rasulullah bergelar Al-Amin -yang bisa dipercaya-, tapi pemuka
Quraisy tetap banyak yang mendustakan risalah kenabiannya. Segala cacian dan
makian tidak juga melunturkan semangat Rasulullah dalam menyebarkan risalah
Islam. Begitu pula, ketiga pemuda dalam surat Yaasiin. Sematan ‘Pendusta
Belaka’ bukanlah penilaian yang penting untuk difikirkan. Ada yang jauh lebih
penting, yaitu penilaian Allah yang Mahatinggi.
Bahkan,
kejujuran itu makin bertambah-tambah, ketiga pemuda itu mengatakan, “Tuhan kami
mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu, dan
kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan perintah Allah dengan jelas.”
Penyampaian visi dakwah telah jelas secara gamblang dan transparan. Bahwa
sejatinya, berada di jalan dakwah bukanlah untuk yang lain kecuali hanya
menyampaikan perintah Allah dengan jelas.
Berbicara
kepada manusia, bahkan dengan bahasa kejujuranpun, yang nampak tetaplah
kebencian. Ya. Kebencian yang diada-adakan. Penduduk Kota menjawab,
“Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak
berhenti menyeru kami, niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan
mendapat siksa yang pedih dari kami!”
Apa
kabar hati andai kitalah yang berada diposisi ketiga pemuda itu? Mundur? Takut?
Mungkin, inilah yang disebut air susu dibalas dengan air tuba. Cinta dibalas
dusta. Madu dibalas racun. Ketulusan berdakwah bukan saja disematkan label
pendusta, tapi juga dianggap sebagai sumber kemalangan. Fitnah semakin menjadi
ketika keberanian semakin meninggi. Ujian semakin berat ketika tekad semakin
kuat terpatri dalam hati.
Dituduh
sebagai pembawa kemalangan bukanlah sesuatu yang mudah. Dianggap pembawa
kehancuran, pemecah persatuan umat dan lain sebagainya. Tapi Allah, melalui
Al-Quran meyampaikan kepada kita bahwa ujian itu akan kita lewati. Dituduh
sebagai pembawa kemalangan. Dan tidak berhenti sampai disitu. Bukan sekedar
dianggap pembawa kehancuran, tetapi juga ancaman rajam yang berarti kematian. Ya,
diancam!
Begitulah
jalan dakwah itu. Banyak orang mencatatkan bahwa perjalanannya menanjak, penuh
onak dan duri, bahkan banyak penentang, lagi sedikit orang yang mau melaluinya.
Tetapi
ketiga pemuda tadi tidaklah berhenti. Keyakinan akan Allah yang telah menancap
di hati-hati mereka kian kuat. Tidak mampu digoyahkan dengan ancaman rajam dari
lisan-lisan yang pada akhirnya mereka tetap cintai sebab Allah, sehingga mereka
menjawab, “Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri, apakah jika kamu diberi
peringatan kamu bernasib malang? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui
batas.”
Bahkan,
logika telah dimainkan dalam berdakwah. Bagaimana mungkin peringatan adalah
nasib buruk? Bukankah justru ia termasuk ke dalam nasib baik? Sebab tidak semua
orang mendapatkan peringatan hingga terjerumus masuk ke dalam kubangan dosa.
Bahkan kali ini ada pemuda dari penduduk Kota yang lari tergopoh-gopoh dari
ujung Kota menyampaikan kepada kaumnya, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu..! Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu dan mereka adalah
orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” Kini, satu dari penduduk Kota yang
telah memfitnah utusan Allah rupanya telah mendapatkan hidayah dariNya. Sampai
ia-pun ikut menyeru kaumnya untuk mengikuti tiga utusan Allah itu. Bahkan, ia
menutup dengan nada bertanya, “Mengapa aku tidak menyembah Tuhan yang telah
menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu semua dikembalikan?”
Lagi-lagi, logika dimainkan.
Kemudian
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menuliskan ketiga pemuda utusan Allah itu dihabisi
penduduk Kota yang tetap menolak dakwahnya. Tidak tanggung-tanggung, peristiwa
itu menyebabkan ketiganya meninggal dunia. Duhai… Bahkan, setelah ada pengakuan
iman dari salah satu penduduk Kotapun, ancaman bahkan ujian kematian tetap datang,
dan Allah hadiahkan surga kepada ketiganya.
Hingga
ketika mereka merasakan indahnya surga, bukan syukur yang mereka ucap. Bukan
nikmatnya surga yang mereka wujudkan menjadi kata yang pertama kali mereka
ucapkan. Tetapi yang pertama kali
mereka ucapkan ketika menginjak surga adalah, “Alangkah baiknya sekiranya
kaumku mengetahui… “(Yaasiin[36]: 26)
Sudah seperti apakah ujian dakwah
kita, sampai kita berani berfikir tentang lelah dan kecewa?
Dakwatuna.com