nuaimy
tentang nuaimy
Latest Post

BEM AWARD 2014

BEM AWARD 2014
AN NUAIMY JAKARTA
 
Jumat  malam yang bertepatan pada tanggal 2 Mei 2014, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) An Nuaimy Jakarta kembali mengadakan acara  BEM AWARD atau malam penganugerahan kepada mahasiswa-mahasiswa An Nuaimy terbaik, berbakat dan berkontribusi penuh terhadap kelangsungan dan ikut andilnya dalam progam kerja BEM An Nuaimy selama periode 2013-2014 M.

Dengan terselenggaranya acara ini, ke depannya diharapkan dapat memberikan power atau motivasi kepada mahasiswa agar berkreasi dan berkarya lebih baik, aktif, produktif dan lebih inovatif.         
Mungkin ikhwah-ikhwah semua penasarankan, siapa mahasiswa yang berbakat pada tahun ini?
Inilah mereka yang mempunyai bakat tersebut :
Mahasiswa terfavorit : Nur Rahman
Muazzin terfavorit      : Abdul Qadir Kalsaba
Pemain Bola Terbaik  : Juanaidi JM
Imam Terbaik             : Lalu Suwandi

            Bukan hanya itu aja ikhwah, kami juga memberikan sertifikat untuk Departemen yang terbaik di periode 2013-2014, dan tidak  kalah pentingnya sertifikat juga di dapatkan oleh anggota BEM yang teraktif.. aduuuhhh siapa ya anggota teraktif dan departemen terbaik? Ini lah dia;
Departemen Terbaik  : Departemen Tarbiyah
Anggota Teraktif         : Fikri Azhari
Sekarang ikhwah semua udah pada tahukan?

Nah untuk pengurus BEM selanjutnya semoga bisa memberikan yang terbaik untuk Mahad Aly-Annuaimy. Keluarin ya bakat-bakat antum…! Ujar Syukron Jamil(sambil tersenyum) selaku  ketua penyelenggara BEM AWARD 2014 itu…













Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya


Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya

Oleh : Dr.Yusuf Al Qaradhawi


Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT -- adalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun ulama bathin. Atau ulama fiqh dan ulama suluk.
Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).

Taubat dalam Al Quran

Al Quran memberi perhatian yang besar terhadap taubat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah. Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, insya Allah.
"Bertaubatlah kepada Allah SWT dengan Taubat yang semurni-murninya".
Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. At Tahrim: 8).
Ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat nasuha: yaitu taubat yang bersih dan benar.
Perintah Allah SWT dalam Al Quran itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:
1.      Menghapuskan dosa-dosa
2.      Masuk ke dalam surga.
Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini:
Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang berasal dari langit.
Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.
Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan taubat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.
Kedua: agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga? Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk kemana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka:
"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" (QS. Ali Imran: 185.).

Bertaubatlah Kalian Semua Kepada Allah SWT, Wahai Orang-2 yg Beriman

Di antara ayat Al Quran yang berbicara tentang taubat adalah firman Allah:
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (QS. An-Nur: 31).
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Allah SWT, dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat. Di antara kaum mu'minin ada yang bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa).
Di antara mereka ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini. Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya. Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang dimakruhkan. Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang terjadi dalam hati mereka. Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam yang lebih tinggi lagi.
Taubat orang awam tidak sama dengan taubat kalangan khawas, juga tidak sama dengan taubat kalangan khawas yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu ada yang mengatakan: "Kebaikan kalangan abrar adalah kesalahan orang-orang kalangan muqarrabin!" Namun, dalam ayat itu, semua mereka diperintahkan untuk melakukan taubat, agar mereka selamat.
Pengarang kitab Al Qamus memberikan komentar atas ayat ini dalam kitabnya (Al Bashair): Ayat ini terdapat dalam kelompok surah Madaniyyahh . Allah tujukan kepada kaum yang beriman dan kepada makhluk-makhluk-Nya yang baik, agar mereka bertaubat kepada-Nya, setelah mereka beriman, sabar, hijrah dan berjihad.
 Kemudian mengaitkan keberuntungan dengan taubat "agar kalian beruntung". Yaitu mengaitkan antara sebab dengan yang disebabkan. Dan menggunakan dengan 'adat' "la'alla" untuk memberikan pengertian pengharapan. Yaitu jika kalian bertaubat maka kalian diharapkan akan mendapatkan keberuntungan, dan hanya orang yang bertaubat yang berhak mengharapkan keberuntungan itu.
Sebagian ulama suluk berkata: Taubat adalah wajib bagi seluruh manusia, hingga bagi para nabi dan wali-wali sekalipun. Dan janganlah engkau duga bahwa taubat hanya khusus untuk Adam a.s. saja. Allah SWT befirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dam memberinya petunjuk" (QS. Thahaa: 121-122).
Namun ia adalah hukum yang azali dan tertulis bagi umat manusia sehingga tidak mungkin dapat diterima sebaliknya. Selama sunnah-sunnah (ketentuan) Ilahi belum tergantikan. Maka kembali --yaitu dengan bertaubat-- kepada Allah SWT bagi setiap manusia adalah amat urgen, baik ia seorang Nabi atau orang yang berperangai seperti babi, juga bagi wali atau si pencuri. Abu Tamam berkata:
"Jangan engkau sangka hanya Hindun yang berhianat, itu adalah dorongan peribadi dan setiap orang dapat berlaku seperti Hindun!
Perkataan itu didukung oleh hadits:
"Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Anas. Juga taubat itu adalah wajib bagi seluruh manusia. Ia wajib dalam seluruh kondisi dan secara terus menerus. Pengertian itu dipetik dari dalil yang umum, Allah SWT berfirman: " dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah". Karena manusia tidak mungkin terbebaskan dari dosa yang diperbuat oleh anggota tubuhnya. Hingga para nabi dan orang-orang yang saleh sekalipun. Dalam Al Quran dan hadits disebutkan tentang dosa-dosa mereka, serta taubat dan tangisan sesal mereka.
Jika suatu saat orang terbebas dari maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu, dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh syaitan sehingga ia lupa dari dzikir kepada Allah SWT. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya.
 Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing mempunyai sebabnya. Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya yang rendah. Dan manusia berbeda-beda dalam kadar kekurangannya, bukan dalam kondisi asal mereka (Lihat: Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175. Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).

Orang yang tidak Bertaubat adalah Orang yang Zhalim

Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita -wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh Jadi wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS .Al Hujurat: 11)
Setelah Allah SWT melarang kaum mu'minin untuk mencela seorang muslim --baik ia laki-laki atau perempuan-- serta mengejeknya dengan ucapan yang menyakitkan atau membuatnya susah; dan al-Quran menganggap orang yang mengejek sesama muslim sebagai orang yang mengejek dirinya sendiri, karena kaum muslimin adalah seperti satu tubuh; Al-Quran juga melarang untuk saling panggil memanggil dengan panggilan yang buruk yang tidak disenangi orang. Perbuatan itu semua akan memindahkan manusia dari derajat keimanan ke derajat kefasikan. Dari seorang mu'min menjadi seorang fasik, dan nama yang paling buruk setelah keimanan adalah kefasikan itu.
Kemudian Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". Ini adalah dalil akan kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.
"Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)
Juga tidak dicintai Allah SWT:
"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."( QS. Ali 'Imran: 57).
Serta mereka tidak mendapatkan petunjuk dari Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah: 51).
Dan mereka juga tidak selamat dari api neraka:
"Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut." (QS. Maryam: 71-72.).
Ayat-ayat yang lain:
Di antara ayata-yat Al Quran yang mengajak kepada taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan buahnya adalah firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Mengajak Kaum Musyrikin dan Kaum Kafir untuk Bertaubat

Di antara ayat-ayat Al Quran ada yang mengajak kaum musyrikin untuk bertaubat, serta membukan pintu bagi mereka untuk bergabung dalam masyarakat muslim, serta menjadi saudara seiman mereka. Seperti firman Allah SWT dalam surah at-Taubah setelah memerintahkan untuk memerangi kaum musyrikin yang melanggar perjanjian damai:
"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taubah: 5).
"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (QS. At-Taubah: 11)
Al Quran juga mengajak orang-orang Kristen untuk bertaubat dari perkataan mereka tentang ketuhanan al Masih atau ia sebagai satu dari tiga oknum tuhan! Sedangkan ia sebetulnya hanyalah seorang hamba Allah. Dan baginya telah terjadi apa yang terjadi bagi manusia biasa. Serta Al Quran mengajak untuk menyembah Allah SWT saja.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah al Masih putera Maryam", padahal al-Masih (sendiri) berkata: "Hai bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: " bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadaNya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Maidah: 72-74 ).
Bahkan Allah SWT Yang Maha Pemurah juga membuka pintu taubat bagi orang-orang kafir yang telah demikian keji menyiksa kaum mu'mimin dan mu' minat, serta telah melemparkan kaum mu'minin itu ke dalam api yang panas:
"Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman." (QS. al Buruj: 5-7.)
Allah SWT berfirman setelah menyebutkan kisah mereka itu, bahwa mereka membenci kaum mu'minin itu semata karena kaum mu'minin beriman kepada Allah SWT semata.
Allah SWT befirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (QS. al Buruuj: 10).
Hasan al Bashri mengomentari ayat ini: "lihatlah kedermawanan dan kemurahan Allah SWT ini: mereka membunuh para wali-Nya, dan Dia kemudian mengajak mereka itu untuk bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya!."
Hingga kemurtadan --yaitu orang yang kafir setelah iman- taubat mereka masih dapat diterima. Allah SWT berfirman:
"Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjukki orang-orang yang zalim. Mereka itu balasannya ialah: Bahwasanya la'nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la'nat para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 86-89.)
Pustaka Islami
Diambil dari: at Taubat Ila Allah - Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani


Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur'an


Keutamaan Taubat dan Orang-orang
yang Bertaubat dalam al Qur'an
Oleh : Dr.Yusuf Al Qaradhawi


Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).
Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam.
Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT:
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan: 68-70.).
Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan?
Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw:
"Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235)
Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo'a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:
"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yg besar." (QS.Ghaafir: 7-9).
Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar.
Seperti dalam firman Allah SWT:
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ." (QS. At-Taubah: 104)
"Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25)
Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat." (QS. Ghaafir: 3)
Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri:
"Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39)
"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54)
"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119)
Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.:
"Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128).
Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi:
"Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang ." (QS. Al Baqarah: 54)
Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:
"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)
Pustaka Islami
Diambil dari: at Taubat Ila Allah - Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
 

Serial Mencari Qiyadah (Bagian ke-1): Qiyadah Idaman Akhir Zaman


Serial Mencari Qiyadah (Bagian ke-1): Qiyadah Idaman Akhir Zaman

Oleh Ahmad Mifdlol Muthohar
Dakwatuna.com – Serial artikel ini saya tulis, berangkat dari sms taushiyah sederhana yang ditulis oleh Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf -hafizhahullah- yang telah beredar banyak di dunia maya.

“Sesekali kita gak bela diri. Tapi kita akui kekurangan kita. 10 tahun sudah dakwah ini berjalan di tempat (kalau angka 7% jadi patokan, semoga patokan ini salah). Tapi kalau ternyata benar, kesimpulan ana: musuh-musuh dakwah selama ini tidak bisa lagi dihadapi dengan iman dan keshalihan yang biasa-biasa dan standar. Tapi harus dengan keimanan yang mutamayyiz (yang luar biasa). Tilawah gak cukup lagi dengan 1 juz. Qiyamullail gak cukup lagi 10 menit… dan seterusnya.

 Jadi semakin berat musuh dakwah, semakin besar hubungan mujahid dengan Allah. Ilmu syar’i pun juga harus semakin meningkat. Kalau tidak dengan pendekatan seperti ini selamanya kita tidak menyadari kekurangan kita. Dan terus akan selalu mendapatkan pembenaran tanpa menyadari kekurangan. Saat 2009 kita katakan ini gara-gara tsunami SBY. 2014 kita katakan Ini badai penghancuran citra. Entah apa lagi alasan kita di 2019. Jadi kebobrokan musuh hanya bisa dilawan dengan keunggulan iman dan ilmu. Mari kita mulai dari diri kita sendiri….”

Demikianlah semangat kader-kader dakwah yang senantiasa mengevaluasi diri semaksimal mungkin. Mengintrospeksi diri tentang kekurangan, kesalahan, kelemahan, maksiat dan seterusnya, yang menggerogoti keimanan para kader, hingga membuat mereka tidak berdaya menghadapi para musuh atau stagnan.

Namun saya ingin melihat dari sisi lain dalam hal ini. Bukan tentang para kader jundi sebagaimana yang ditekankan dalam sms ustadz, tetapi tentang para kader qiyadah (pimpinan dakwah), yang meliputi semua level, semenjak tingkat ranting, kecamatan, kabupaten, provinsi dan apalagi tingkat nasional, juga meliputi semua level, semenjak tamhidi hingga purna. Sama sekali bukan ditujukan pada personal tertentu, atau kelompok qiyadah tertentu, tetapi untuk perbaikan semua qiyadah jamaah dakwah secara keseluruhan.

Jika memang jamaah ini mau membenahi dirinya secara optimal, maka perubahan besar dalam dirinya pun juga harus dilakukan (QS. 13: 11). Tidak hanya pada level jundi, tetapi juga pada level qiyadah. Terkadang kader dakwah salah memahami dan kesulitan membedakan antara memberikan nasihat dan ketidaktaatan. Seolah-olah jika mengkritik atau memberi masukan atau menyarankan itu berarti tidak taat. Padahal jelas dalam hadits disebutkan bahwa agama itu adalah nasihat, di antaranya adalah untuk pemimpin dan rakyat.

Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerima saran Hubab bin Mundzir untuk menduduki sumur yang terdekat dengan musuh pada perang Badar, padahal sebelumnya beliau telah memutuskan suatu tempat lainnya. Lihat pula bagaimana Umar menerima saran wanita yang memprotes kebijakan Umar yang melarang mahar yang mahal, lalu diingatkan wanita dengan Al-Quran An-Nisaa’ ayat 20 dan secara legowo Umar mengatakan, “wanita ini benar dan lelaki ini salah” (maksudnya dirinya sendiri).

 Pernah pula seorang lelaki menghunus pedangnya di hadapan Umar, sambil mengatakan bahwa jika Umar menyimpang, pedang yang dihunusnya yang akan meluruskan. Luar biasa, bukannya emosi menghadapi itu, tetapi justru Umar mengucapkan hamdalah pada Allah ta’ala karena masih ada orang yang seperti itu keberaniannya dalam meluruskan penyimpangan, di era kepemimpinannya.

Proses jamaah dakwah dalam memperbaiki diri ini harus terus berlanjut. Pengalaman-pengalaman pahit sebelumnya mesti dapat diambil pelajaran dan hikmahnya. Pada masa pasca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pemerintahan berangsur-angsur semakin memburuk secara umum, terutama setelah masa Khulafaurrasyidin.

Namun itu berbeda dengan masa pemerintahan umat Islam di akhir zaman, secara logika implisit yang disebutkan oleh banyak hadits, semestinya pemerintahan umat Islam di akhir zaman, akan berangsur-angsur menjadi baik.

Jika anda mendengar hadits bahwa Rum -atau Romawi, atau Italia saat ini- akan ditaklukkan suatu ketika oleh umat Islam, tentu kesimpulannya adalah bahwa umat Islam saat itu telah dapat bersatu atau sebagian besar telah kuat persatuannya, dan tentu oleh qiyadah yang luar biasa.

Jika anda mendengar hadits tentang batu dan pohon bisa berbicara, maka tentu yang mendengar pembicaraannya bukan orang mukmin sembarangan, namun ia adalah orang mukmin yang memiliki kedekatan tertentu dengan Allah ta’ala. Dan pasukan-pasukan itu mestinya digerakkan oleh qiyadah yang hebat.

Jika anda mendengar hadits tentang tidak ada satu kawasan pun di akhir zaman, yang dihuni manusia, kecuali akan datang Islam padanya, tentu itu oleh pasukan dalam jumlah besar, yang meliputi semua kawasan di muka bumi, dan tentu mereka dipimpin oleh qiyadah yang sangat tangguh.

Jika anda mendengar hadits tentang makanan orang mukmin pada masa Dajjal adalah dzikir pada Allah ta’ala, maka yang dapat melakukan itu adalah kader-kader dakwah yang telah terbiasa berlama-lama melakukan ibadah, puasa, dzikir dan sebagainya. Dan tentu mereka merupakan hasil didikan qiyadah yang kuat.

Jika anda mendengar tentang hadits bahwa Imam Mahdi akan memimpin dunia ini dengan penuh keadilan selama 40 (yang dalam riwayatnya tidak jelas, apakah tahun atau bulan atau hari), maka tentu kepemimpinannya meliputi seluruh penjuru dunia, dan akan membutuhkan sekian juta qiyadah di semua level semenjak desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan organisasi-organisasi dunia.

Tentu keadilan tersebut akan dirasakan oleh semua orang di dunia, dan itu tidak mungkin kecuali harus ada stok qiyadah dalam jumlah besar pula yang dipersiapkan dan memiliki karakter baik, sehingga mampu menciptakan keadilan, memperkuat sang Imam.

Tiada asap tanpa api. Tidak ada gerakan tanpa hembusan angin. Jika selama ini kader-kader jundi telah luar biasa kiprahnya di lapangan tanpa banyak bergantung dengan instruksi qidayah, tentu akan lebih dahsyat lagi jika ada keterlibatan optimal dari para qiyadah. Jika selama ini barangkali kader-kader dakwah yang bergerak hanya separuhnya saja, maka melalui upaya maksimal qiyadah, yang bergerak dapat menjadi dua pertiganya atau bahkan seluruhnya.

Berapa banyak kader dakwah yang kemudian memilih jalannya sendiri di luar jamaah, hanya karena ulah beberapa gelintir qiyadah, tanpa melihat dari sisi-sisi positifnya. Berapa banyak kader dakwah yang melemah dalam tadhiyah, setelah melihat beberapa qiyadahnya yang lembek. Sesungguhnya barangkali hanya memerlukan beberapa pengorbanan sedikit lagi dari qiyadah,  kader-kader tersebut akan bangkit dari tidur panjangnya. Berapa banyak kader yang bingung harus melakukan apa, di saat kader-kader yang lain berkiprah di jalur politik, dan qiyadahnya tidak melihat tugas-tugas dakwah lainnya.

Ini bukanlah untuk mencari kesalahan siapa-siapa. Ini adalah kesalahan kita bersama, yang hanya perlu untuk diakui, lalu disadari dan kemudian dibenahi semaksimal mungkin. Bukan untuk dicari apologinya, bahwa ini adalah proses tamhish (penyaringan) alami, yang terjadi di setiap perjuangan dakwah.

Sesungguhnya tamhish yang luar biasa adalah tamhish Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak menyisakan dari 1400 kader yang ikut menuju Makkah, yang kemudian berakhir dengan pembai’atan oleh semua orang dari mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali hanya satu saja yang tidak ikut. Dan ia diperkirakan sebagai orang munafik.

Kita berharap dari gelombang qiyadah yang secara masif dicetak oleh kader-kader dakwah ini, suatu ketika muncul seseorang yang kemudian disebut sebagai Imam Mahdi, yang dalam satu riwayat disebutkan usianya sangat muda belia. Atau minimal masuk dalam salah satu dari 313 orang yang berbaiat pertama kali kepada Imam Mahdi, atau jika tidak, setidak-tidaknya masuk dalam kelompok qiyadah-qiyadah yang berjuang keras di bawah kepemimpinan beliau.

Demikian pula bagi akhwat-akhwat yang kita didik, semoga suatu ketika menjadi pasangan dari para pejuang dakwah tersebut, di jalan Allah. Jika masa itu masih jauh dari kita, maka setidak-tidaknya kita akan mendidik para qiyadah yang akan mencetak mereka di kemudian hari, sepeninggal kita. Amin. Wallahu a’lam bish-shawab.



Beginilah Dai Sejati


BEGINILAH DAI SEJATI   
Oleh Yanuar Rizki Pahlevi

 Ketika itu, ada dua pemuda yang tengah berdakwah kepada kaum Kota. Jumlah mereka amat sedikit apabila dibandingkan dengan penduduk Kota itu sendiri. Tapi, mereka tidak peduli. Apapun bentuk dan seberapapun jumlah yang harus dihadapi, tiadalah berbanding dengan Mahabesarnya Allah sebagai tujuan segala perjuangannya.

            Pun, sebagaimana banyak cerita orang. Menyeru, mengajak, apalagi kepada manusia, terlebih menyerunya adalah kepada kebenaran, bukanlah hal yang mudah. Senantiasa ada batu uji yang khas bagi setiap generasi. Allah telah menjanjikan ujian-ujian itu, baik berupa kesedihan, kemiskinan, kelaparan, bahkan ujian berupa buah-buahanpun Allah janjikan untuk dihadapi kaum beriman.

            Adalah dua pemuda itu dikisahkan dalam permulaan surah Yaasiin. Diceritakan dua pemuda itu kemudian melancarkan dakwahnya kepada penduduk Kota. Tapi belum juga membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan, penduduk Kota justru mendustakan seruan dakwah itu. Sampai-sampai, Allah mengutus kembali seorang utusan untuk menguatkan dua orang pemuda yang pertama.

            Bertambahnya kekuatan dalam barisan dakwah adalah keberkahan. Bertambahnya kekuatan kader dakwah adalah sebuah hadiah dari Allah untuk terus melipatgandakan cakupan-cakupan dakwah. Bertambahnya kekuatan adalah bukti betapa Allah mencintai hambaNya yang senantiasa menyebarkan risalah kebenaran.

            Sampai kemudian, ketiganya berseru kepada penduduk Kota, “Sesungguhnya kami adalah utusan Allah…” Sebuah seruan yang tulus. Sebuah penyampaian yang apa adanya bahwa apa-apa yang dibawa oleh ketiganya bukanlah kreatifitas individu yang bisa sangat liar. Namun yang dibawa ketiganya adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disebarkan. Apa yang dibawa ketiganya adalah apa yang Allah berikan kepada manusia agar manusia berada dalam jalan keselamatan.

            Tapi, apa jawaban penduduk kota terhadap seruan ini? Mereka menjawab, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.” Siapa yang hatinya tak perih? Mencintai umat dengan menyampaikan risalah akhirat justru disematkan label pendusta belaka?

            Ah, iya. Dahulu, Rasulullah bergelar Al-Amin -yang bisa dipercaya-, tapi pemuka Quraisy tetap banyak yang mendustakan risalah kenabiannya. Segala cacian dan makian tidak juga melunturkan semangat Rasulullah dalam menyebarkan risalah Islam. Begitu pula, ketiga pemuda dalam surat Yaasiin. Sematan ‘Pendusta Belaka’ bukanlah penilaian yang penting untuk difikirkan. Ada yang jauh lebih penting, yaitu penilaian Allah yang Mahatinggi.

            Bahkan, kejujuran itu makin bertambah-tambah, ketiga pemuda itu mengatakan, “Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu, dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan perintah Allah dengan jelas.” Penyampaian visi dakwah telah jelas secara gamblang dan transparan. Bahwa sejatinya, berada di jalan dakwah bukanlah untuk yang lain kecuali hanya menyampaikan perintah Allah dengan jelas.

            Berbicara kepada manusia, bahkan dengan bahasa kejujuranpun, yang nampak tetaplah kebencian. Ya. Kebencian yang diada-adakan. Penduduk Kota menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti menyeru kami, niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami!”

            Apa kabar hati andai kitalah yang berada diposisi ketiga pemuda itu? Mundur? Takut? Mungkin, inilah yang disebut air susu dibalas dengan air tuba. Cinta dibalas dusta. Madu dibalas racun. Ketulusan berdakwah bukan saja disematkan label pendusta, tapi juga dianggap sebagai sumber kemalangan. Fitnah semakin menjadi ketika keberanian semakin meninggi. Ujian semakin berat ketika tekad semakin kuat terpatri dalam hati.

            Dituduh sebagai pembawa kemalangan bukanlah sesuatu yang mudah. Dianggap pembawa kehancuran, pemecah persatuan umat dan lain sebagainya. Tapi Allah, melalui Al-Quran meyampaikan kepada kita bahwa ujian itu akan kita lewati. Dituduh sebagai pembawa kemalangan. Dan tidak berhenti sampai disitu. Bukan sekedar dianggap pembawa kehancuran, tetapi juga ancaman rajam yang berarti kematian. Ya, diancam!

            Begitulah jalan dakwah itu. Banyak orang mencatatkan bahwa perjalanannya menanjak, penuh onak dan duri, bahkan banyak penentang, lagi sedikit orang yang mau melaluinya.

            Tetapi ketiga pemuda tadi tidaklah berhenti. Keyakinan akan Allah yang telah menancap di hati-hati mereka kian kuat. Tidak mampu digoyahkan dengan ancaman rajam dari lisan-lisan yang pada akhirnya mereka tetap cintai sebab Allah, sehingga mereka menjawab, “Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri, apakah jika kamu diberi peringatan kamu bernasib malang? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”

            Bahkan, logika telah dimainkan dalam berdakwah. Bagaimana mungkin peringatan adalah nasib buruk? Bukankah justru ia termasuk ke dalam nasib baik? Sebab tidak semua orang mendapatkan peringatan hingga terjerumus masuk ke dalam kubangan dosa. Bahkan kali ini ada pemuda dari penduduk Kota yang lari tergopoh-gopoh dari ujung Kota menyampaikan kepada kaumnya, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu..! Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” Kini, satu dari penduduk Kota yang telah memfitnah utusan Allah rupanya telah mendapatkan hidayah dariNya. Sampai ia-pun ikut menyeru kaumnya untuk mengikuti tiga utusan Allah itu. Bahkan, ia menutup dengan nada bertanya, “Mengapa aku tidak menyembah Tuhan yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu semua dikembalikan?” Lagi-lagi, logika dimainkan.

            Kemudian Ibnu Katsir dalam tafsirnya menuliskan ketiga pemuda utusan Allah itu dihabisi penduduk Kota yang tetap menolak dakwahnya. Tidak tanggung-tanggung, peristiwa itu menyebabkan ketiganya meninggal dunia. Duhai… Bahkan, setelah ada pengakuan iman dari salah satu penduduk Kotapun, ancaman bahkan ujian kematian tetap datang, dan Allah hadiahkan surga kepada ketiganya.

            Hingga ketika mereka merasakan indahnya surga, bukan syukur yang mereka ucap. Bukan nikmatnya surga yang mereka wujudkan menjadi kata yang pertama kali mereka ucapkan.    Tetapi yang pertama kali mereka ucapkan ketika menginjak surga adalah, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui… “(Yaasiin[36]: 26)

Sudah seperti apakah ujian dakwah kita, sampai kita berani berfikir tentang lelah dan kecewa?
Dakwatuna.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website