oleh:
Moh Sofwan Abbas, MA
Dosen Mahad Aly An-Nuaimy
وَالَّذِينَ
آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ
بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ [الطور: 21]
Analisis Lafadh
Dan
mengikuti mereka. Kata “تبع” dan “اتبع” bermakna mengikuti jejak. Bisa bermakna
mematuhi, seperti dalam ayat (فمن تبع هداى فلا خوف
عليهم ولا هم يحزنون).
Maknanya dalam ayat ini adalah melangkah pada langkah-langkah mereka;
berjalan di jalan mereka; melakukan perbuatan-perbuatan mereka.
|
وَاتَّبَعَتْهُمْ
|
Anak-cucu
mereka. Keturunan, bisa meliputi keturunan yang luas. ((ذرية من حملنا
مع نوح)) [Al-Isra’: 3] ((قَالَ
إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ
عَهْدِي الظَّالِمِينَ))
[Al-Baqarah: 124].
|
ذُرِّيَّتُهُمْ
|
Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. Kata “ألحق” bisa juga bermakna dipertemukan.
Berarti untuk dua hal atau lebih yang tadi terpisah.
|
أَلْحَقْنَا
بِهِمْ
|
Dan
Kami tiada mengurangi. Yang dimaksud di sini adalah mengurangi hak.
|
وَمَا
أَلَتْنَاهُمْ
|
Apa
yang dikerjakannya. Segala amal perbuatan.
|
كَسَبَ
|
Terikat.
Bisa bermakna tanggung jawab. Awalnya kata “رهين” bermakna gadai. Kita tidak bisa bebas
berbuat kepada barang gadaian kita. Demikian juga jiwa manusia tergadai
dengan amal perbuatannya. Harus dipertanggung-jawabkan.
|
رَهِينٌ
|
Tafsir dan Pelajaran yang Dipetik
1.
Seorang
mukmin hendaknya mengajak keluarganya untuk beriman kepada Allah swt.
a.
Orang
yang paling berhak mendapat bimbingan kita adalah keluarga dekat:
i.
Rasulullah
saw. mendakwahi keluarga dekatnya sebelum mendakwahi yang lain. Allah swt.
berfirman: ((وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ)) [Asy-Syu’ara: 214].
ii.
Mendakwahi
keluarga adalah kewajiban orangtua. Allah swt. berfirman: ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ)) [At-Tahrim: 6].
iii.
Orangtua
tidak bisa mensyafaati keluarganya yang tidak beriman, walaupun dia seorang
nabi. Allah swt. berfirman ((وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ
إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ.
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ.)) [Hud: 45-46].
b.
Kesesatan
seorang anak adalah karena orangtuanya. Rasulullah saw. bersabda (كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ)
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (beriman kepada Allah swt.). Orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” [HR. Malik].
c.
Kalau
tidak didakwahi, bahkan bisa menjadi musuh. Allah swt. berfirman ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ))
[At-Taghabun: 14].
2.
Allah
swt. akan mengumpulkan keluarga-keluarga besar untuk merasakan kenikmatan
surga.
a.
Hubungan
keimanan adalah hubungan yang tetap berlangsung hingga akhirat.
i.
Selain
yang beriman bahkan saling bermusuhan. Allah swt. berfirman ((الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ))
[Az-Zukhruf: 67].
ii.
Hubungan yang sangat baik antar
mukmin di akhirat. Tidak ada penyakit-penyakit hati sesama mereka. Allah swt.
berfirman ((وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ
إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ)) [Al-Hijr: 47]
b.
Kenikmatan surga adalah kenikmatan
yang sempurna.
i.
Penduduk surga saling mengunjungi
untuk melepas rindu. Allah swt. berfirman ((فَأَقْبَلَ
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ * قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي
قَرِينٌ * يَقُولُ أَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ * أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا
وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَدِينُونَ * قَالَ هَلْ أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ * فَاطَّلَعَ
فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ))
[Ash-Shafat: 50-55]. Dalam sebuah hadits disebutkan: (وَكَأَنِّي
أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ الْجَنَّةِ يَتَزَاوَرُونَ فِيهَا) “Seakan aku melihat para penduduk surga saling mengunjungi
sesama mereka.” [HR. Thabrani].
ii.
Mereka makan bersama-sama ((مُتَّكِئِينَ فِيهَا يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ وَشَرَابٍ)) [Shad: 51].
iii.
Dikumpulkan
sebagai pelengkap kebahagiaan.
1.
Syaratnya
adalah keshalihan. Satu keluarga besar akan masuk surga Aden bersama-sama.
Allah swt. berfirman ((جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ
صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ))
[Ar-Ra’du: 23].
2.
Berbahagia dengan pasangan-pasangan
semasa di dunia. Allah swt. berfirman ((ادْخُلُوا الْجَنَّةَ
أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ))
[Az-Zukhruf: 70].
3.
Walaupun
sebenarnya keluarga kita berada di derajat yang lebih rendah, Allah swt. akan
mengangkat mereka demi bisa berkumpul bersama sekeluarga. Dalam sebuah hadits
disebutkan: (إن الله ليرفع ذرية المؤمن في درجته وإن
كانوا دونه في العمل لتقر بهم عينه)
“Sesungguhnya Allah swt. akan mengangkat derajat anak-cucu seorang mukmin agar
sederajat dengannya, walaupun di dunia amalan mereka tidak sebaik amalannya.
Semua itu agar sempurna kebahagiaannya.” [HR. Ibnu Abi Hatim].
4.
Walaupun mungkin saja di dunia
tidak pernah bertemu. Hal ini karena kata “ذرية” bermakna anak-cucu, sehingga meliputi
keturunan yang panjang setelahnya.
iv.
Sehingga
tidak perlu bersedih ketika ditinggal mati orang yang dikasihi. Karena
perpisahan hanyalah sebentar. Allah swt. akan kembali mengumpulkannya di surga.
v.
Bahkan
bagi orang yang meninggal dalam berjuang, sesaat meninggal mereka bisa
memberikan kabar gembira kepada keluarganya yang masih hidup. Allah swt.
berfirman ((وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا
آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ
مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ
بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
(171))
[Ali Imran: 169-171].
3.
Allah
swt. tidak pernah mengurangi pahala amal perbuatan seseorang.
a.
Sebuah
keluarga besar tentu saling berbeda kualitas iman dan amal mereka. Untuk bisa
dikumpulkan, tidak berarti menurunkan orang yang berada di derajat atas. Mereka
akan dikumpulkan di derajat yang tertinggi salah seorang dari anggota keluarga.
b.
Kalau
tidak demikian, maka merupakan sebuah kedhaliman. Dan Allah swt. tidak akan
mendhalimi siapa pun berfirman ((مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ))
[Fushilat: 46].
c.
Karena semua orang pasti akan
mendapatkan semua pahala amal ibadahnya ((فَمَنْ يَعْمَلْ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ))
[Az-Zalzahah: 7].
d.
Oleh karena itu isteri-isteri
Rasulullah saw. tidak menikah lagi dengan selain beliau. Sehingga mereka bisa
bersama Rasulullah saw. di surga.
4.
Setiap
manusia mempertanggung-jawabkan amal perbuatan masing-masing.
a.
Oleh
karena itulah, syarat anggota keluarga yang dikumpulkan adalah mereka yang
beriman.
b.
Surga
didapatkan dengan iman dan ibadah, bukan dengan garis keturunan ((وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ))
[Al-A’raf: 43]. ((ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ)) [An-Nahl: 32].
c.
Kalau
orang berbuat keburukan, maka keluarganya tidak bisa menolong mereka.
Rasulullah saw. bersabda (وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ
لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ)
[HR. Muslim].
d.
Mungkin
ini juga hikmah bahwa Rasulullah saw. tidak mempunyai anak laki-laki sehingga
tidak ada orang yang bisa mengaku sebagai keturunan Rasulullah saw. Semua orang
yang mengaku keturunan Rasulullah saw. tidak ada yang pakai .... bin
Muhammad; tapi .... bin Abi Thalib.
Moh Sofwan,
disampaikan di Pengajian
Tafsir, Masjid Raudhatul Jannah, RCTI, Kebon Jeruk, 2 April 2012