oleh:
Moh Sofwan Abbas, MA
Dosen Mahad Aly An-Nuaimy
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ [القصص: 83]
Analisis Lafadh
Kampung akhirat, bisa surga dan juga neraka. Namun yang dimaksud di sini adalah surga, karena di akhir ayat disebutkan “orang yang bertakwa”. Surga ini kekal, karena disebutkan sebagai yang terakhir “الْآخِرَةُ”, tidak ada lagi kehidupan setelahnya. Disebutkan kata “تِلْكَ” yang berarti kata tunjuk jauh, untuk menunjukkan betapa tinggi dan berharganya surga.
|
تِلْكَ الدار الآخرة:
|
Tidak menginginkan. Tapi yang dimaksud adalah “tidak melakukan” karena orang yang tidak menginginkan sesuatu tidak akan melakukannya. Namun redaksi ini menyebutkan bahwa sekedar menginginkan saja tidak dibolehkan. Ini menunjukkan betapa dilarangnya berbuat sombong.
|
لَا يُرِيدُونَ:
|
Tinggi, sombong terhadap kebenaran atau terhadap orang mukmin yang lain. Kesombongan ini bisa dipahami lebih khusus dengan kesombongan karena kekuasaan dan kekayaan, seperti Karun.
|
عُلُوًّا:
|
Berbuat kerusakan, yang dimaksudkan di sini adalah perbuatan maksiat. Kerusakan adalah lawan kata kebaikan. Sehingga kerusakan yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang dilarang dalam syariat. Bisa juga bisa dipahami lebih khusus dengan kedhaliman penguasa, seperti Fir’aun.
|
فَسَادًا:
|
Akhir sesuatu, yang dimaksud di sini adalah akhir yang baik, atau surga
|
وَالْعَاقِبَةُ:
|
Pelajaran yang Dipetik
1. Ayat ini menunjukkan betapa indahnya surga, sehingga diungkapkan seakan sangat jauh dari kita.
2. Ayat ini memerintahkan kita bertawadhu’, sama seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits:
إنه أوحي إلي أن تواضعوا، حتى لا يفخر أحد على أحد، ولا يبغي أحد على أحد
“Allah swt. menurunkan wahyu kepadaku agar kalian bertawadhu’, sehingga tidak ada yang membanggakan diri atas orang lain, dan tidak ada yang mendhalimi orang lain”
3. Kata “لَا يُرِيدُونَ” (Tidak menginginkan) menunjukkan:
Ø Kesombongan dan kerusakan itu berasal dari hati. Karena tempat ‘rasa ingin’ adalah hati. Orang yang mau merubah akhlaknya, hendaknya merubahnya mulai dari hati [Ar-Ra’du: 11].
Ø Amalan hati lebih baik daripada amalan anggota tubuh. Dosa hati juga lebih besar daripada dosa anggota tubuh.
Ø Kesombongan yang ada dalam hati menghalangi masuk surga.
لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر، فقال رجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسنا ونعله حسنة، فقال: إن اللّه جميل يحب الجمال، الكبر: بطر الحق، وغمط الناس
“’Orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebiji zarrah tidak akan masuk surga.’ Ada sahabat yang bertanya, ‘Tapi orang kadang ingin pakaian dan sandalnya baik. Bagaimana dengan orang seperti ini?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Sesungguhnya Allah indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan mendhalimi orang lain.’”
4. Seseorang tidak disebut bertawadhu’ kalau tidak seluruh sikapnya mencerminkan tawadhu’:
Ø Tawadhu’ wajah: jika bertemu seseorang, Rasulullah saw. tidak memalingkan wajah sebelum kita orang itu memalingkan wajahnya dulu.
Ø Tawadhu’ berjabat tangan: jika berjabat tangan, Rasulullah saw. tidak melepas tangannya hingga orang itu melepaskan tangannya.
Ø Tawadhu’ salam: Rasulullah saw. memberikan salam dengan seluruh badannya. Tidak hanya dengan ucapan lisannya saja.
Ø Tawadhu’ majelis: kalau masuk majelis, Rasulullah saw. di mana saja ada tempat kosong
Ø Tawadhu senyuman: Rasulullah saw. berjabat dengan senyuman dulu sebelum berjabat dengan tangan beliau. Karena senyuman yang indah menunjukkan perasaan hati yang baik.
Ø Tawadhu pertemuan: ada seseorang datang kepada Rasulullah saw. dengan wajah berkeringan dan tangan bergemetar. Melihat hal itu, beliau berkata, “Janganlah takut kepadaku. Aku hanyalah seorang laki-laki yang dilahirkan perempuan yang makanannya seperti makanan kalian.
Ø Tawadhu berkendara: Rasulullah saw. lebih memilih keledai dalam banyak perjalanannya. Padahal beliau memiliki kuda dan unta.
Ø Tawadhu berandil: Rasulullah saw. ikut menggali parit. Ketika ada yang melarang, beliau menjawab, “Aku tahu kalian akan melarangku, tapi Allah membenci orang yang ingin diistimewakan.” Dalam sebuah perjalanan, beliau juga turut mencari kayu bakar.
Ø Tawadhu berpakaian: pakaian Rasulullah saw. baik dan bersih, tapi bukan untuk sombong.
Ø Tawadhu umur: Rasulullah saw. sering memboncengkan anak kecil, dan membimbing mereka turun dengan tangannya.
Ø Tawadhu jabatan: Rasulullah saw. bersujud ketika penaklukan kota Mekah.
Ø Tawadhu mendengar: Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian memujiku seperti orang-orang Nasrani memuji Isa as. Panggillah aku sebagai “hamba Allah dan Utusan-Nya”
Ø Tawadhu’ kekuatan: Rasulullah saw. menjenguk orang sakit, makan di atas tanah, menerima undangan makan dari hamba sahaya, dan mengusap kepada anak-anak.