Home » » SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST 2

SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST 2

SEJARAH PERKEMBANGAN PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADIST II

5.Periode ke lima  Hadis Masa Tadwin (abad II H)

Secara bahasa tadwin diterjemahkan dengan kumpulan shahifah (mujtama’ al-shuhuf). Secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u (mengumpulkan). Menurut Al-Zahrani tadwid ialah “Mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannya menjadi satu diwan atau kitab yang terdiri dari lembaran-lembaran[1].
Pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz, mengintruksilkan kepada pejabat daerah agar memperhatikan dan mengumpulkan para penghafalnya,kepada Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm ia mengirim instruksi “Perhatikan atau periksalah Hadis-hadis Rasul Saw, kemudian tuliskanlah ! Aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ulama’(para ahlinya). Dan janganlah kamu terima kecuali hadis Rasul SAW.”[2]Instruksi yang sama ditujukan kepada Muhammad ibn Syihab Al-Zuhri yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lainnya.[3]

Dan  beliaulah yang pertama kali mengkompilasikan hadith dalam satu kitab dan menggandakannya  untuk diberikan ke berbagai wilayah, sebagaimana pernyataannya: ”Umar bin ‘Abdul ‘Aziz memerintahkan kepada kami menghimpun sunnah, lalu kami menulisnya menjadi beberapa buku.” Kemudian beliau mengirimkan satu buku kepada setiap wilayah yang berada dalam kekuasaannya. Demikian pandangan yang dirunut sebagian besar sejarawan dan ahli Hadith. Adapun ulama yang berpandangan Muhammad Abu Bakr ibn Amr ibn Hazm yang mengkodifikasikan hadith pertama, ditolak oleh banyak pihak, karena tidak digandakannya hasil kodifikasi Ibn Amr ibn Hazm untuk disebarluaskan ke berbagai wilayah.

Meski demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kodifikator hadith sebelum adanya instruksi kodifikasi dari Khalifah Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz telah dilakukan, yakni oleh Khalid bin Ma’dan (w. 103 H). Rasyid Ridha (1282-1354 H) berpendapat seperti itu, berdasar periwayatan, Khalid telah menyusun kitab pada masa itu yang diberi kancing agar tidak terlepas lembaran-lembarannya. Namun pendapat ini ditolak ‘Ajjaj al-Khatib, karena penulisan tersebut bersifat individual,  dan hal tersebut telah dilakukan jauh sebelumnya oleh para sahabat.  Terbukti adanya naskah kompilasi hadis dari abad I H, yang sampai kepada kita, yakni al-Sahifah al-Sahihah.[4]

Ulama lain sebagai penghimpun Hadis pertama pada masa ini antara lain:
1.      Ibn juraij (wafat tahun 150 H) di Makkah
2.      Al-Awza’I (w. 156 H) di Syiria
3.      Sufyan Al-Tsawri (w. 161 H) di Kufah
4.      Imam Malik (w. 179 H) di Madinah
5.      Al-Rabi’ bin Shabih (w. 160 H) di Bashrah
6.      Husyaim Al-Wasithi (w. 188 H) di Wasith
7.      Ma’mar Al-Azdi (w. 153 H) di Yaman
8.      Jarir Al-Dhabi (w. 188 H) di Rei
9.      Ibn Mubarak (w 181 H) di Khurrasan
10.  Al-Layts bin Sa’ad (w. 175 H) di Mesir

Tekhnik pembukuan Hadis pada masa ini si pengarang menghimpun Hadis-Hadis mengenai masalah yang sama dalam satu bab, kemudian bab ini dikumpulkan dengan bab-bab lain mengenai masalah yang lain dalam satu karangan. Namum Hadis pada abad ini masih campur dengan perkataan sahabat dan fatwanya. Berbeda dengan penulisan pada abad sebelumnya yang masih berbentuk lembaran (Shuhuf) atau shahifah-shahifah (lembaran-lembaran) yang hanya dikumpulkan tanpa klasifikasi ke dalam bab secara tertib. Materi hadisnya dihimpun dari shuhuf yang ditulis oleh para sahabat sebelumnya dan diperoleh melalui periwayatan secara lisan baik dari sahabat atau tabi’in. kitab-kitab hadis pada masa itu adalah:

1)                  Al-Muwaththa’ yang ditulis oleh Imam Malik
2)                  Al-Mushannaf oleh Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani
3)                  As-Sunnah ditulis oleh Abd bin Manshur
4)                  Al-Mushannaf dihimpun oleh Abu Bakar bin Syaybah, dan
5)                  Musnad Asy-Syafi’i.[5]

Teknik pembukuan hadith- hadith pada periode ini sebagaimana disebutkan pada nama-nama tersebut, yaitu al-mushannaf, al-muwaththa’, dan musnad. Arti istilah-istilah ini adalah:
a.             Al-Mushannaf dalam bahasa diartikan sesuatu yang tersusun. Dalam istilah yaitu teknik pembukuan hadits didasarkan pada klasifikasi hukum fiqh dan didalamnya mencantumkan hadith marfu’, mauquf, dan maqthu’.
b.            Al-Muwatththa’ dalam bahasa diartikan sesuatu yang dimudahkan. Dalam istilah Al-Muwaththa’ diartikan sama dengan Mushannaf.
c.             Musnad dalam bahasa tempat sandaran sedang dalam istilah adalah pembukuan hadith yang didaarkan pada nama para sahabat yang meriwayatkan hadith tersebut.

Tulisan-tulisan hadith pada masa awal sangat penting sebagai dokumentasi ilmiah dalam sejarah, sebagai bukti adanya penulisan hadith sejak zaman Rasululloh, sampai dengan pada masa pengkodifikasian resmi dari Umar bin abdul aziz, bahkan sampai pada masa sekarang.[6]


[1] Dr. Muhammad ibn Mathar Al-Zahrani, Tadwin Al-Sunnah Al-Nabawiyah wa Tathawwurihi min Al-Qarn Al-Awwal ila Nihayat Al-Qarni Al-Tasi’Al-Hijri, (Thaif: Maktabah Al-Shadiq, 1412 H), Cet.,hlm. 73.
[2] ‘Ajjaj Al-Khathib,op.cit.,hlm.329.
[3] Mushthafa Al-Siba’i,op.cit., hlm. 104
[5] Ahmad bin Ali bin Hajar al- Asqalani, fath al Bari, juz I, 195.
[6] http://komppaq.blogspot.com/2010/07/sejarah-kodifikasi-hadis.html

Berbagi itu indah: :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website