Home » , » MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT II

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT II


MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT II


Seberapa pentingkah syahadat kita? Trus apa saja dampak dan manfaat yang kita dapat? Berikut penjelasannya:
Pentingnya Syahadatain
Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama. Syahadatain merupakan ruh, inti, dan landasan seluruh ajaran Islam sehingga kalimat ini sangat penting dalam kehidupan setiap muslim. Berikut ini sebab-sebab mengapa syahadat penting bagi kehidupan muslim:
a.  Gerbang  menuju  Islam
                Seseorang dikatakan telah beriman dan masuk kedalam Islam jika telah menyatakan syahadatain. Tanpa mengucapkan kalimat syahadat, amal yang dilakukan seseorang bagaikan debu yang beterbangan. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
 “Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (Al Furqaan[25]:23)
                Orang yang telah bersyahadat harus kita kasihi, terlepas motivasi yang melatar belakanginya.  Seperti kisah rasul, ketika mendengar laporan bahwa Usamah bin Zaid tetap memenggal musuh yang telah mengucapkan syahadat, Rasulullah marah dan mengatakan kepadanya, “mengapa tidak kau belah saja dadanya, sehingga engkau tahu isi hati dia yang sebenarnya”.

b.  Intisari Ajaran Islam
                Pemahaman seorang muslim terhadap Islam bergantung pada pemahamannya kepada syahadatain karena seluruh ajaran Islam terdapat dalam syahadatain. Ada tiga hal yang menjadi prinsip, yaitu penghambaan/ibadah hanya kepada Allah, menjadikan Rasulullah sebagai teladan dan panutan dalam setiap aspek kehidupan, dan penghambaan kepada Allah yang meliputi hubungan manusia dengan Allah, dengan diri sendiri dan dengan masyarakatnya. Firman Allah yang artinya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Al-Anbiyaa'[21]:25)
c.  Asas  Perubahan Total
                Konsekuensi pengucapan dua kalimat syahadat adalah perubahan yang menyeluruh dalam diri seseorang. Perubahan tersebut meliputi perubahan pemikiran, perilaku, sikap, cara pandang, dan tujuan hidupnya. Kata kunci untuk berubah adalah istiqomah. Memang kata ini sangat mudah di ucapkan namun begitu berat untuk dilaksanakan. Mungkin banyak diantara kita yang sudah mengikuti training spiritual dan lain-lain, namun efeknya hanya beberapa saat saja. Kenapa demikian? Karena ternyata kita belum mampu untuk istiqomah bertahan dalam perubahan positif yang ada pada diri kita. Sehingga ketika kembali pada lingkungan kita yang semula, kita kemudian kembali pula pada kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering dilakukan sebelumnya.
Istiqomah adalah kalimat aktif yang artinya terus-menerus menuju kebaikan. Sikap istiqomah juga harus sejalan dengan kebiasaan yang lain yaitu istimraar alias kesinambungan, kontinuitas yang menuju ke arah kebaikan.  Karena kata Rasulullah, “Ahabbu ‘amali ilallah dawaamuhu wa in qaala” (HR Bukhari) , amalan-amalan yang disukai Allah adalah yang terus menerus, kontinyu, walaupun sedikit. Untuk itu jangan sampai merasa minder, ketika kita berusaha rajin sholat berjamaah di masjid (bagi laki-laki), atau mencoba menutup aurat dengan baik dengan berjilbab sesuai syari’at (bagi muslimah), lantas ada teman kita yang berujar “sok alim..sok jaim..” dan lain-lain. Itu adalah bentuk ujian bagi kita, untuk menguji sejauh mana konsistensi kita mengamalkan kandungan syahadat. Jika ada yang berujar seperti itu, maka kita jawab saja dengan ringan “mending sok alim, daripada sok kafir...” .
Kalau kita sudah mampu istiqomah pada syahadatain, maka akan muncul karakter yang lain yaitu, berani, ketenangan, optimis dan kebahagiaan.
Karakter berani  ini telah dicontohkan oleh Thariq bin Ziyad, mantan budak Barbar yang kemudian menjadi muslim yang taat dan menjadi penguasa Spanyol. Setelah mendarat di wilayah pantai Spanyol, sang panglima memandang ke arah karang di bawah mereka, sorot matanya yang tajam menyiratkan keteguhan dan keimanan. Sambil berdiri diatas karang yang kemudian hari disebut Jabal At-Thariq (sekarang disebut Gibrltar, oleh orang Barat), ia berkata, “Bakar! Kapal-kapal yang membawa kita kemari. Bakarlah seluruhnya!”
“Mengapa Anda lakukan ini? Lalu bagaimana nanti kita akan kembali?” tanya para prajurit keheranan.  Sambil tetap bergeming, Thariq mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua binasa.”  Akhirnya, pasukan yang dipimpin oleh Thariq berhasil menaklukan pasukan Barat bahkan  berhasil membawa bendera Islam sampai ke balik tembok tinggi yang memagari kota Pyrennes.
Firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Fushshilat[41]:30)
 “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Huud[11]:112)
Karakter yang kedua adalah ketenangan. Ust. Anis Matta memberikan sebuah kiat untuk menjaga stamina spiritual dengan:
  • Shalat berjamaah di masjid
  • Shalat sunat rawatib minimal 10 atau 12 rakaat sehari
  • Shalat witir satu atau tiga rakaat setiap malam
  • Baca Al Qur-an setengah atau satu juz atau seberapapun yang kamu mampu
  • Membaca dzikir pagi dan sore hari atau minimal satu kali sehari
  • Satu kali sepekan lakukan khalwat dan dzikir yang jauh lebih banyak dari hari-hari biasa
Karakter berikutnya adalah optimis. Ada sebuah kisah heroik yang muncul dari karakter optimis. Tentara Islam yang kekurangan persenjataan dan tak terlatih berperang melawan pasukan Romawi yang kuat di Syiria. Pertempuran ini berlangsung seimbang. Para pejuang  Islam berkumpul di kemah untuk menilai kembali kemajuan yang telah mereka capai hari itu. Saat  itu  seorang prajurit yang gagah berani, berdiri dan berbicara dengan lantang, dialah Khalid bin Walid.
“Saudara-saudaraku! Allah senantiasa bersama kita. Sekarang kita sedang berperang untuk tujuan mulia, yaitu mendirikan pemerintahan yang berdasarkan persamaan, persaudaraan dan keadilan. Besok, saya ingin memberi pelajaran pada gerombolan-gerombolan Romawi itu.”
“Apa?” Salah seorang yang hadir bertanya.
“Saya mengusulkan agar kita cukup mengerahkan 30 pejuang Islam saja untuk menghadapi enam puluh ribu tentara si Jabla, pimpinan kaum Ghassan itu.”
“Apa kamu serius, hai Abu Sulaiman?” Abu Sufyan yang sudah lanjut usia bertanya. Abu Sulaiman adalah nama lain Khalid bin Walid.
“Ya,” jawabnya.
“Aku pikir kamu terlalu melebih-lebihkan kekuatanmu. Dengan demikian kamu akan mempermainkan nyawa orang-orang Islam,” kecam Abu Sufyan.
“Tidak, sama sekali tidak. Justru saya ingin menyelamatkan orang-orang Islam. Dengan cara ini saya ingin membuat takjub musuh yang selalu membanggakan kekuatan dan peralatan militer mereka,” jawab Khalid.
Akhirnya Abu Ubaidah, komandan pasukan menyetujui. Tetapi dengan jumlah 60 orang pasukan. Ketika pertempuran berkecamuk, ke-60 prajurit Islam itu seperti “hilang”  dalam lautan manusia yang bersenjata. Hanya teriakan Allahu Akbar yang terdengar dari pekik mereka yang menandakan bahwa mereka masih ada. Akhirnya 60 orang itu berhasil memukul mundur pasukan Jablah.
 “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”  (Ali 'Imran[3]:160)
Karakter terakhir adalah kebahagiaan. Seorang mukmin semestinya selalu bahagia. Kata Rasulullah, “Inna sa’iida liman jinnibal fitana wa liman abtuliya fashabara.” Orang yang bahagia adalah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan jikapun ia terkena ujian, cobaan dan fitnah ia selalu bersabar. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
 Dalam kehidupan kita selalu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu ingin menjadi orang baik atau sebaliknya, ingin menjadi buruk. Dua hal tersebut bermuara pada diri kita masing masing-masing. Apakah ingin menjadi baik dengan mengikuti Al Qur’an dan Sunnah atau sebaliknya ingin menjadi buruk dengan mengikuti hawa nafsu sebagai perangkap setan. Karena sejatinya Allah telah memberikan petunjuk, tinggal bagaimana kita menggunakan akal untuk berpikir dan berusaha berubah.
Firman Allah yang artinya:  “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri... “ (Ar Ra'd[13]:11)

d.  Inti  Dakwah Para Rasul
                Setiap Rasul, mulai nabi Adam sampai nabi Muhammad membawa misi yang sama, yaitu mengajarkan ke-Esa-an Allah. Sedangkan syariat yang harus dilakukan kaum pada saat itu disesuaikan dengan Rasul yang Allah utus pada masa dan kaumnya. Firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja ...." (Al Mumtahanah[60]:4)
e.  Ganjaran yang Besar
                Banyak keutamaan yang terkandung dalam syahadatain, diantaranya seperti yang dikatakan Rasul, yang artinya: “Barang siapa mengucapkan laa ilaaha illallah, ia masuk  syurga”. “Barang siapa mati sedang ia mengetahui  bahwa tidak ada tuhan selain Allah, ia masuk syurga”.  “Dua kata yang ringan diucapkan  namun berat timbangannya, yakni: laa ilaaha illallah, Muhammad rasulullah”.
Berbagi itu indah: :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website