PRINSIP ILMU ALLAH SWT bag.V-habis
Konsep Kebenaran Ilmu
Sobat muda, wahyu (Al Qur-an dan as
Sunnah) memiliki nilai kebenaran yang mutlak (al haqiqah al muthlaqah)
karena langsung berasal dari Allah swt dan Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap
wahyu yang memungkinkan beberapa alternatif pemahaman tidaklah bersifat
mutlak. Sedangkan ilmu yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran
yang nisbi (relatif) dan tajribi (eksprimentatif) atau dengan istilah al
haqiqah at tajribiyah.
Kebenaran yang mutlak harus dijadikan alat
untuk mengukur kebenaran yang nisbi, jangan sampai terbalik lho, justru
kebenaran yang mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi
(relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah membuktikan
bahwa suatu penemuan atau teori yang dianggap benar pada satu masa
digugurkan kebenarannya pada masa yang akan datang. Hal itu disebabkan
keterbatasan manusia. Dalam mengamati, menyelidiki dan menyimpulkan segala
fenomena yang ada di alam semesta.
Oleh sebab itu jika terjadi pertentangan
antara kesimpulan yang didapat oleh manusia dari al kaun
dengan wahyu, maka yang harus dilakukan adalah menguji kembali kesimpulan
tersebut, atau menguji kembali pemahaman manusia terhadap wahyu. Logikanya,
wahyu dan alam semesta semuanya berasal dari Allah swt yang Maha Benar,
mustahil terjadi pertentangan satu sama lain.
Hikmah mengimani ilmu Allah swt
Sobat muda, dengan mengimani ilmu Allah yang Maha Luas
ini, ada beberapa hikmah yang bisa peroleh. Apa saja itu? Simak di bawah ini
ya,
Pertama, membuat kita sebagai manusia sadar bahwa
betapa tidak berartinya diri dihadapan Allah swt, sebab seluruh ilmu yang
dimiliki manusia adalah ibarat setitik air laut dibandingkan dengan air laut
secara keseluruhan. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia untuk sombong
dan menjadikan ilmu menjadi penyebab kekufuran dan kedurhakaan kepada Yang Maha
Mengetahui segalanya. Malah, seharusnya manusia menjadikan ilmu untuk alat ber-taqarub
kepada-Nya, sebagaimana perilaku para ulil albab.
Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah swt
sangat luas, tidak ada satupun (betapa pun kecil dan halusnya) yang luput dari
ilmu-Nya, maka manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan dan amalan
batinnya sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah swt.
Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah swt akan
menjadi terapi yang ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan
lainnya. Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah swt
tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari, berusaha melaksanakan perintah dan
larangan-Nya baik di tempat ramai maupun sunyi. Kita tidak lagi terpengaruh
dengan "diketahui" atau "tidak diketahui" oleh orang
lain untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari betapa
Allah swt Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar, memperhatikan
apa yang kita lakukan di mana dan kapan saja.
Sobat muda, masih ingatkah kisah seorang
gadis shalihah dengan ibunya yang menjual susu pada zaman salafus shalih? Suatu
saat ibunya menyuruh dagangannya untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan
untung yang lebih. Namun puterinya menolak. "Bukankah Khalifah Umar
tidak melihat?" kata sang ibu. "Tapi Tuhannya Umar mengetahui,
Bu!" kata putrinya. Tak disangka percakapan itu didengar Umar bin
Khaththab. Maka gadis shalihah tersebut dipinang untuk putera Umar sang
Khalifah.
Dan
kitapun tahu persis bahwa dari seorang wanita shalihah tersebut, akhirnya
menurunkan (cucu) tokoh, Umar Bin Abdul ‘Aziz yang legendaris. Juga kisah
seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik tuannya. Suatu saat
Umar bin Khathab menguji kekuatan muraqabatullah-nya. Dikatakan kepada
anak tsb, bahwa kambingnya akan dibeli dengan harga yang lebih. Namun anak itu
menolak. "Kamu bisa mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan
binatang buas!" kata Umar ra. "Lantas dimana Allah?"
tanya anak tersebut. Subhanallah. . .
Sebenarnya bagi seorang muslim yang sudah
ber-iltizam akan selalu merasa tenang, bahagia karena segala amal
kebaikannya tidak akan dirugikan sedikitpun baik diketahui ataupun tidak oleh
orang lain, kerena dia yakin bahwa Allah swt telah mengawasinya. Sehingga
senantiasa beramal dengan ikhlas karena Allah swt semata, tidak bangga karena
pujian, tidak merasa lemah karena celaan.
Tetap semangat walau tak diketahui orang, tak
takabur ketika dilihat banyak orang. Juga tak takut dengan kegagalannya, atau
tak bangga diri dengan keberhasilannya. Apapun yang terjadi tak akan
mengoncangkan jiwanya, atau merusak muamalah dengan saudaranya (karena mungkin
saudara kita telah menilai salah terhadap diri kita).