![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLTFHKefwrkDick5mnQwz4COTLzgLfrpzfh8Gur8UyBbT7-OVfrIgFNs5w4nGikUYAEp2W7Wvc9ZFztapFwuT1rEHfeXUlsh0KTsxpDGFpoWJYJYBMkwdh-RCGTpNNYhQLCSzWZu80ZMk/s1600/m.jpg)
Oleh: Mufid Haris
Alumni Mahad Nuaimy Angkatan I
Melanjutkan Pendidikan Magister di Universitas Al-Azhar Cairo
Fakultas Pendidikan, Jurusan Kependidikan Islam
48 jam sebelum Pilpres putaran kedua digelar, Dewan Militer Mesir secara mengejutkan membubarkan 1/3 parlemen revolusi mesir, dan membekukan 2/3 sisanya. Hal itu dilakukan menyusul keputusan parlemen yang menganulir keikutsertaan Ahmad Syafiq dalam pilpres putaran kedua. Tindakan sepihak yang dilakukan Dewan Militer ini tidak hanya mencederai cita-cita revolusi tapi juga proses demokrasi mesir yang sedang dibangun. Berbagai kekuatan politik pun langsung bereaksi dengan mengancam akan memboikot Pilpres. Disisi lain Muhammad Moursi, capres yang diajukan Ikhwanul Muslimin menolak usulan tersebut dan menyatakan akan tetap maju dalam Pilpres apapun kondisinya.
Dalam pernyataan resminya Muhammad Moursi mengatakan pilpres adalah kesempatan terakhir bagi kelanjutan revolusi mesir. Jika parlemen tidak bisa menghentikan langkah capres Ahmad Syafiq yang tetap diperbolehkan maju dalam pilpres putaran kedua. Maka suara rakyatlah yang akan menghentikan langkah capres status quo ini.
Melihat latar belakang Moursi dan Syafiq, rasanya tidak terlalu sulit memetakan kekuatan dukungan keduanya. Muhammad Moursi adalah capres yang diajukan partai Hurriyah wal adalah, partai yang berafiliasi kepada jamaah Ikhwanul Muslimin. Kekuatan terbesar revolusi mesir 25 januri 2011. Sedang Ahmad Syafiq adalah mantan Perdana Mentri mesir era Husni Mubarak. Ia juga pernah menjabat Menteri Perhubungan selama dua periode.
Dengan demikian Moursi mewakili kekuatan revolusi mesir. Sedang Syafiq mewakili kekuatan rezim lama. Kemenangan Moursi adalah kemenangan revolusi. Dan tentu saja kemenangan kekuatan islam yang pada pilpres putaran kedua ini telah bersatu dan bulat mendukung capres ini. Sebaliknya kemenangan Syafiq adalah kemenangan rezim otoriter yang baru 18 bulan yang lalu runtuh. Itu artinya revolusi menemukan jalan buntu. Cita-cita revolusi yang pernah digelorakan seakan mati sia-sia. Darah korban revolusi bahkan belum sempat terbayar. Akibat lambannya proses peradilan yang masih dikontrol oleh pihak militer. Patutlah kiranya bangsa mesir belajar dan instropeksi diri agar tidak kembali ke masa kelam ketika di pimpin oleh Husni Mubarak.
Pertama: Peta Dukungan Moursi dan Trauma Sejarah
Lebih dari tiga puluh tahun bangsa mesir dipimpin oleh rezim otoriter. Selama kurun waktu itu rakyat hidup dalam ketidakadilan. Bukan hanya kemiskinan dan kesengsaran yang terwariskan kepada anak cucu negeri ini. Lebih dari itu, trauma dan ketakutan hidup mengganggu mimpi generasi muda negeri ini. Bahkan, jauh sebelum Husni Mubarak berkuasa, sejarah telah mencatat bahwa bangsa mesir telah akrab dengan rezim otoriter. Kisah Firaun dengan segala kesombongannya menjadi episode panjang yang tercatat dalam Al-Quran. Tidak hanya kisahnya yang setiap saat dapat kita baca, namun peninggalan para pewaris rezim otoriter ini masih tertata rapi dan tersebar di beberapa tempat di mesir.
Dari sinilah peta kekuatan Mursi terhimpun. Para pemilih Moursi adalah mereka yang berada dalam barisan revolusi. Mereka tidak rela dipimpin kembali oleh rezim otoriter untuk kesekian kalinya. Lebih-lebih mereka yang pernah terlibat dalam pemerintahan Husni Mubarak. Secara umum kekuatan suara Moursi dapat dipetakan sebagai berikut:
1. Kader Ikhwan
Tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan terbesar Moursi berasal dari kader ikhwan yang jumlahnya mencapi tujuh juta orang. Pada Pilpres putaran pertama massa Ikhwan sempat terpecah antara tiga capres yaitu, Moursi (capres resmi Ikhwan) dan Aboul Foutuh dan Salim Awwa. Foutuh dan Awwa adalah mantan aggota Ikhwan yang maju lewat jalur independen. Namun pada Pilpres kedua ini kader Ikhwan kembali bersatu dan bulat mendukung Moursi. Pada Pilpres pertama foutuh mendapat 3 juta lebih suara atau 17 % sedang Awwa hanya mendapat sekitar 200 ribu suara.
2. Massa capres Hamdeen Shobahi.
Pada Pilpres putaran pertama suara Hamdeen Shobahi cukup signifikan dengan meraih sekitar 4 juta lebih suara, atau 20 %. Pada pilpres putaran kedua Hamdeen Shobahi secara resmi menyatakan golput dan tidak mendukung ke capres manapun. Bahkan ia menolak saat mendapat tawaran wakil presiden oleh salah satu capres. Sementara pemilihnya diberikan kebebasan untuk memilih capres sesuai dengan keinginan. Suara massa capres Shobahi diperkirakan terbelah antara Moursi dan Syafiq dan sebagian memilih golput.
3. Massa Salafi.
Kekuatan suara Moursi berikutnya berasal dari massa salafi yang mewakili partai Hizbu Annour. Pada pilpres putaran pertama Hizbu An-nour memberikan dukungan resmi kepada Aboul Foutuh. Walaupun pada kenyataannya massa salafi lebih banyak memilih Golput. Sedang pada putaran kedua Hizbu An-nour secara resmi memberikan dukungan kepada Moursi. Seperti pada putaran pertama sebagian massa salafi kembali memilh golput walaupun jumlahnya cenderung menurun.
Kedua: Peta Kekuatan Syafiq dan Isu Kebangkitan Islam.
Mesir adalah simbol peradapan islam. Kejayaan Daulah Fatimiyah di Mesir telah berhasil mengalihkan peta kekuatan dunia Islam yang dulu hanya dikenal lewat kejayaan Daulah Abasiyah di Baghdad. Tradisi intelektual telah ada dan berkembang sejak ribuan tahun. Jutaan karya tertulis oleh tangan-tangan ulama. Salah satu simbol perngetahuan itu adalah universitas azhar yang telah berusia ratusan tahun. Azhar menjadi salah satu Universitas yang masih menjaga tradisi turats islami. Hingga sampai sekarang universitas Azhar tetap menjadi simbol dan rujukan bagi pengkaderan ulama di dunia. Jutaan orang datang dari belahan dunia dan menimba ilmu di sini.
Keberadaan Universitas Azhar sebagai pusat pemikiran islam tidak serta merta merubah cara pandang masyarakat mesir terhadap kebangkitan islam. Lebih khusus tentang syariat islam. Di negeri ini, fenomena menarik orang membaca Al-Quran mudah ditemui di berbagai tempat dan kesempatan. Tidak hanya di masjid, dan kampus, bahkan jalan-jalan, bus dan juga kereta. Sayangnya kata syariat islam seakan masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian masyarakat. Dan pada pergelaran pilpres putaran kedua ini, isu ini menjadi senjata ampuh untuk menjatuhkan capres dari kalangan islam.
Dari opini syariat islam yang disebarkan melalui media massa, nyatanya cukup efektif untuk membangun kekuatan rezim lama. Dari sinilah kekuatan Syafiq terhimpun. Mereka adalah orang-orang yang takut akan lahirnya kebangkitan islam yang diwakili oleh capres ikhwan. Secara umum kekuatan suara Syafiq dapat dipetakan sebagai berikut:
1. Warga Koptik.
Massa koptik menjadi kekuatan terbesar Syafiq dalam pilpres putaran kedua ini. Pada putaran pertama warga koptik juga telah bulat mendukung capres ini. Jumlah penduduk koptik di mesir cukup siqnifikan, mencapai 5 juta orang. Berdasarkan informasi yang tersebar Syafiq memberikan apresiasi dukungan warga koptik dengan janji akan memasukan ayat-ayat injil ke dalam undang-undang mesir yang baru. Salain itu Syafiq juga menjanjikan 10 perwakilan dari warga koptik yang akan duduk dalam pemerintahan baru mesir jika dia terpilih. Ikhwan langsung merespon taktik adu domba antara kaum muslimin dengan warga koptik. Dalam berbagai pernyataan, ikhwan kembali mengingatkan peran serta warga koptik dalam peristiwa revolusi mesir. Dimana warga koptik adalah bagian dari kekuatan revolusi yang berhasil menggulingkan Husni Mubarak.
2. Massa Amrou Mossa.
Selain kekuatan warga koptik, Syafiq juga mendapat limpahan suara dari pemilih Amrou Mussa. Pada pilpres pertama Mousa mendapat 2 juta lebih suara atau 12 %. Pada putaran kedua diperkirakan suara pemilih mousa jatuh ke tangan Syafiq.
3. Massa Hamdeen Shobahi,
selain memilih Moursi, sebagiam massa Hamdeen Shobahi juga memberikan suaranya untuk Syafiq. Perbandingan jumlah suara cukup berimbang dengan kekuatan suara yang diberikan untuk Moursi dan juga Syafiq.
4. Kaum Suffi.
Pada pilpres putaran pertama, diperkirakan suara kaum sufi masuk ke capres Hamdeen Shobahi. Sedang pada putaran kedua, suara kaum bulat mendukung capres Syafiq. Cukup mengejutkan. Ketika kekuatan Suffi justru memberikan suaranya untuk Syafiq. Hal ini terjadi setelah isu negatif yang disebarkan untuk menyerang ikhwanul muslimin. Dimana jika Capres ikhwan menang maka akan terjadi diskriminatif terhadap kaum sufi.
Ketiga: Tidak memilih (Golput)
Pesta demokrasi yang diselenggarakan harusnya menjadi pengobat rasa takut yang telah menjangkit masyarakat mesir puluhan tahun. Namun kenyataannya, hingga detik-detik akhir menjelang pemilihan tidak sedikit yang masih ragu bahkan takut menetukan pilihannya. Sebagian lagi terang-terangan menyatakan diri tidak akan memilih pada pilpres putaran kedua nanti.
Tingginya angka golput pada pilpres putaran kedua juga melanjutkan tren golput pada pilpres putaran pertama. Pada pilpres putaran pertama keikutsertaan warga dalam pilpres hanya 20 juta dari 50 juta penduduk mesir yang mempunyai hak pilih atau hanya 40% saja. Sedang pada putaran kedua naik menjadi sekitar 25 juta. Atau hanya naik sekitar 5 juta suara. Hal ini semakin menegaskan bahwa demokrasi di negeri ini masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar warganya.
Kemenangan Moursi pada pilpres kali ini tidak hanya menjadi sejarah baru bagi demokrasi mesir. Tetapi juga menjadi babak baru pergerakan Ikhwanul Muslimin yang kini telah menapakkan satu kakinya pada fase Islahul hukumah. Khususnya Mesir. Tanah kelahiran pergerakan ini. Mampukah Moursi dan ikhwan menjawab segala ketakutan dan keraguan yang membayangi selama pelaksanaan Pilpres. Tugas belum selesai dan baru akan dimulai. Wallahu A’lam Bishowab