Salafush Shalih secara bahasa adalah orang-orang sebelum kita yang lebih tua dari kita, dan lebih utama dari kita dalam hal kebaikan.
Kemudian secara istilah adalah generasi pertama umat ini yang sangat dalam ilmunya, yang mengikuti petunjuk Rasulullah, yang menjaga sunnah Rasulullah saw., berjuang menegakkan Islam, banyak memberikan kontribusi untuk umat, dan mendapatkan ridha Allah swt. Mereka para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Lalu muncul istilah salafiah, yaitu berkomitmen meniti manhaj generasi tersebut dalam hal akidah, pemahaman, dan sikap. Ini adalah sebuah kewajiban. Setiap muslim hendaknya bersikap salafiah seperti ini.
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
a. Ayat: (وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ) [At-Taubah: 100].
b. Ayat: (لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ) [Al-Hasyr: 8-10].
Dalam sunnah disebutkan:
a. Hadits: ((خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ)) [HR. Bukhari].
b. Hadits: ((فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ)) [HR. Ibnu Majah].
Imam Malik ra. mengatakan: ((لا يصلح أمر هذه الأمة إلا بما صلح أولها))
Pengertian
Taat secara bahasa berarti tunduk, turut, menyesuaikan, sukarela. Lawan katanya adalah terpaksa. Oleh karena itu kemudian taat lebih diketahui sebagai mengikuti perintah sesuai yang digariskan orang yang memberi perintah tersebut. Menurut ulama:
Oleh karena itu dalam taat ada ketundukan hati, niat untuk beribadah, dan tidak ada keterpaksaan.
Dalil
a. Ayat (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ) [An-Nisa’: 59]. Ini menunjukkan bahwa taat adalah sebuah ibadah. Harus diyakini akan mendapat pahala.
b. Ayat (فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا) [An-Nisa’: 65]. Ketaatan harus ada ketundukan, kelapangan dada, dan penyerahan diri.
Mawaqif Salaf
a. Ali bin Abi Thalib ra. tidur di kasur Rasulullah saw. pada malam hijrah. Padahal kondisinya saat itu sangat berbahaya
b. Abu Bakar ra., Umar ra., Al-Miqdad ra., dan Sa’ad bin Mu’adz ra. pada saat akan memulai perang Badar.
c. Peserta perang Uhud, mereka baru pulang dari perang, diperintahkan untuk kembali mengejar musuh ke Hamra’ul Asad
d. Para sahabat yang menyambut seruan Al-Abbas ra. pada perang Hunain ketika hampir seluruh pasukan melarikan diri.
e. Seorang wanita Anshar yang dilamar Rasulullah saw. untuk sahabat bernama Julaibib ra.
Pengertian
Secara bahasa, asy-syaja’ah adalah berani, melangkah maju, bertahan dalam keadaan yang menakutkan.
Adapun secara istilah adalah melangkah maju dalam keadaan yang tidak disukai dan berbahaya ketika hal itu dibutuhkan, tetap teguh dalam keadaan menakutkan dengan tidak begitu memperhitungkan nyawanya. Syaja’ah adalah sikap tengah antara tahawwur (nekad) dan jubn (gentar).
Syaja’ah bermacam-macam:
a. Syaja’ah sabu’iyah (buas); yang berani karena luapan amarah
b. Syaja’ah bahimiyah (hewani); yang berani karena tuntutan perut dan syahwat
c. Syaja’ah tajribiyah (pengalaman); yang berani karena tahu melalui pengalaman
d. Syaja’ah jihadiyah (berjuang); yang berani karena membela agama
e. Syaja’ah hukmiyah (penilaian); yang berani setelah berpikir, menimbangkan, kewajiban, menginginkan surga, dan sebagainya.
Hal yang menumbuhkan syaja’ah adalah:
a. Iman kepada Allah swt.
b. Tawakkal yang kuat kepada Allah swt.
c. Tsiqah yang sempurna kepada Allah swt.
d. Beriman kepada taqdir; bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah swt.
Dalil
a. Ayat: (وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) [Ali Imran: 139].
b. Ayat: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ) [Al-Anfal: 45].
c. Ayat: (وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ) [Ali Imran: 146].
d. Hadits: ((كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَشْجَعَ النَّاسِ» وَلَقَدْ فَزِعَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَانْطَلَقَ نَاسٌ قِبَلَ الصَّوْتِ، فَتَلَقَّاهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاجِعًا، وَقَدْ سَبَقَهُمْ إِلَى الصَّوْتِ)) [HR. Muslim].
Mawaqif Salaf
a. Rasulullah saw. menunggang keledai dalam perang Hunain
b. Rasulullah saw. ketika hendak dibunuh para pemuda Makkah malam hijrah
c. Al-Barra’ bin ‘Azib ra. dalam perang Yamamah minta dilempar ke benteng musuh
d. Abu Bakar ra. Ketika menemani Rasulullah saw. berhijrah
e. Nusaibah ra. yang menjadikan dirinya perisai Rasulullah saw. dalam perang Uhud
Pengertian
Secara bahasa bermakna berkorban.
Imam Syahid Hasan Al-Banna: “Sedangkan secara istilah bermakna memberikan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segalanya demi mendapatkan apa yang diinginkan. Di dunia ini tidak ada jihad tanpa tadhhiyah. Hal yang dikorbankan dalam memperjuangkan agama tidaklah akan hilang sia-sia, karena akan diganti dengan pahala yang lebih besar.”
Dalil
a. Ayat: (إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ) [At-Taubah: 111].
b. Ayat: (ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ) [At-Taubah: 120].
c. Ayat: (وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ) [Saba’: 39].
Mawaqif Salaf
a. Abu Bakar ra. mengorbankan seluruh hartanya
b. Khadijah ra. mengorbankan hartanya di awal Islam
c. Shuhaib Ar-Rumi ra. mengorbankan seluruh hartanya agar bisa pergi hijrah
d. Mush’ab ra. meninggalkan kehidupan enaknya demi mempertahankan hidayah
e. Abdullah bin Jahsy ra. dalam perang Uhud berkata, “Ya Allah, besok aku akan berhadapan dengan musuh. Kalau mereka membunuhku, mengoyak perutku, memotong hidupku, aku akan bertemu dengan-Mu dalam kondisi seperti itu. Kalau Engkau bertanya tentang hal itu, aku akan menjawab, ‘Kulakukan ini ikhlas untuk-Mu.”
f. Anas bin Nadhar ra. syahid di Uhud dengan lebih dari 80 luka.
g. Umair bin Al-Humam ra. di perang Uhud membuang kurma yang sedang dimakannya karena ingin segera masuk surga.
h. Handhalah ra. yang pergi berjihad dalam keadaan junub