KESEMPURNAAN JIWA DAN KEMULIAAN
AKHLAK RASULULLAH SAW bag.II
Beliau adalah orang yang paling adil, paling mampu
menahan diri, paling jujur perkataannya dan paling amanah. Orang yang mendebat dan bahkan musuh
beliau pun mengakui hal ini. Sebelum nubuwah beliau sudah dijukuki Al-Amin
(orang yang terpercaya). Sebelum Islam dan pada masa Jahiliyah beliau juga
ditunjuk sebagai hakim.
At-Tirmidzy
meriwayatkan dari Ali, bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada beliau, “Kami
tidak mendustakan dirimu, tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa.” Karena itu kemudian Allah menurunkan ayat tentang
orang-orang yang mendustakan itu,
“...mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang zhalim itu
mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’am[6]:33).
Nabi saw adalah orang yang paling tawadhu’
dan paling jauh dari sifat sombong. Beliau tidak menginginkan orang-orang
berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan terhadap para raja.
Beliau biasa menjenguk orang sakit, duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi
undangan hamba sahaya, duduk di tengah para sahabat, sama seperti keadaan
mereka. Aisyah berkata, “Beliau biasa menambal terompahnya, menjahit
bajunya, melaksanakan pekerjaan dengan tangannya sendiri, seperti yang dilakukan
salah seorang di antara kalian di rumahnya. Beliau sama dengan orang lain,
mencuci pakaiannya, memerah air susu dombanya dan membereskan urusannya
sendiri.”
Dalam sebuah
perjalanan beliau memerintahkan untuk menyembelih seekor domba. Seseorang berkata,
“Akulah yang akan menyembelihnya.” Yang lain berkata, “Akulah yang
akan mengulitinya.” Yang lain lagi berkata, “Akulah yang akan
memasaknya.” Lalu beliau bersabda, “Akulah yang akan mengumpulkan kayu
bakarnya.” Mereka berkata, “Kami akan mencukupkan bagi engkau.”
Beliau bersabda, “Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku
tidak suka berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya
yang berbeda di tengah rekan-rekannya.” Setelah itu beliau bangkit lalu
mengumpulkan kayu bakar.
Hindun bin Abu Halah menggambarkan sifat-sifat Rasulullah
saw. Dia berkata, “Rasulullah saw seperti tampak berduka, terus-menerus
berpikir, tidak punya waktu untuk istirahat, tidak bicara jika tidak perlu,
lebih banyak diam, memulai dan mengakhiri perkataan dengan seluruh bagian
mulutnya dan tidak dengan ujung-ujungnya saja, berbicara dengan menggunakan
kata-kata yang luas maknanya, terinci tidak terlalu banyak dan tidak terlalu
sedikit, dengan nada yang sedang-sedang, mengagungkan nikmat sekalipun kecil,
tidak mencela sesuatu, tidak pernah mencela rasa makanan dan tidak terlalu
memujinya, tidak terpancing untuk cepat-cepat marah jika ada sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran, tidak marah untuk kepentingan dirinya, lapang
dada, jika memberi isyarat beliau memberi isyarat dengan seluruh telapak
tangannya, jika sedang marah beliau berpaling dan tampak semakin tua, jika
sedang gembira beliau menundukkan padangan matanya. Tawanya cukup dengan
senyuman, yang senyumannya mirip dengan butir-butir salju. Beliau senantiasa
gembira, murah hati, lemah lembut, tidak kaku dan keras, tidak suka mengutuk,
tidak berkata keji, tidak suka mencela, tidak obral memuji, pura-pura lalai
terhadap sesuatu yang tidak menarik dan tidak tunduk kepadanya, meninggalkan
tiga perkara dari dirinya: Riya’, banyak bicara dan membicarakan sesuatu yang
tidak perlu. Beliau meninggalkan manusia dari tiga perkara: Tidak mencela
seseorang, tidak menghinanya, dan tidak mencari-cari kesalahannya.”
Kharijah bin Zaid berkata, “Nabi saw adalah orang yang
paling mulia di dalam majelisnya, hampir tak ada yang keluar dari pinggir
bibirnya. Beliau lebih banyak diam, tidak
berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara dengan
cara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya rinci, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para sahabat tertawa jika beliau tersenyum, karena mereka
hormat dan mengikuti beliau.”