Seorang
penyair berkata,
Jiwaku yang punya sesuatu akan pergi,
Mengapa aku harus menangisi sesuatu yang harus pergi.”
Dunia dengan emas
dan peraknya, dengan jabatan dan rumah megahnya, maupun dengan istananya, tidak
berhak mengalirkan setetes pun air mata kita. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dunia ini terkutuk, semua yang ada didalamnya
terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang bersangkutan dengan dzikir,
seorang ‘alim seorang pelajar.”
Dunia dan
kekayaan itu sebenarnya tak lebih dari barang titipan.
Demikian yang dikatakan oleh Labid,
“Harta dan keluarga hanyalah barang titipan, dan suatu saat barang
titipan itu akan dikembalikan.” Uang miliaran, rumah-rumah megah, dan
mobil-mobil mewah tidak akan menangguhkan kematian seorang hamba. Demikian
dikatakan oleh Hatim ath-Thai,
“Demi hidupmu, kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun,
ketika dada sudah tersengal dan sesak.”
Oleh karena
itulah kalangan bijak bestari mengatakan, “Tentukan harga sesuatu itu secara
rasional. Sebab, duia dan seisinya tidak lebih mahal dari jiwa seorang mukmin.”
وَمَا هذِهِ الْحَيوةُ الدَّنْيَآ
اِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَ اِنَّ الدَّارَ
الأخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوْا يَعْمَلُوْن (العنكبوت
:64)
{Dan,
tiadalah kehidupan dunia ini melaikan sendagurau dan main-main.} (QS.
Al-Ankabut: 64)
Hasan Al-Bashri
mengatakan,”Jangan tentukan harga dirimu, kecuali dengan surga. Jiwa orang yang
beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka justru menjualnyadengan harga yang
murah.”
Orang-orang yang
menangis meraung-raung karena kehilangan harta mereka, karena rumah mereka yang
hancur, dan karena mobil-mobil mereka yang terbakar, yang tidak menyesali dan
bersedih atas merosotnya nilai keimanan mereka, atas dos-dosa mereka, dan atas
sikap mereka yang memandang sebelah mata terhadap nilai ketaatan kepada Allah s.w.t.,
niscaya akan menyadari bahwa mereka tidak ada nilainya jika diukur dengan apa
yang ditangisi, dan akan menyesali dengan apa yang mereka lakukan. Letak
permasalahannya adalah permasalahan nilai, idealism, sikap dan misi.
{Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka
tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari kiamat).}
Berhati - hatilah
!!!
Bersikaplah dan berusaha
yang disertai dengan tawakal kepada Allah merupakan salah satu jalan menuju
kebahagiaan. Rasulullah SAW sendiri ketika turun ke medan perang, masih harus
mengenakan baju perang. Padahal kita tahu bahwa Rasulullah SAW adalah yang
terbaik diantara orang-orang yang bertawakal. Salah seorang sahabat bertanya
kepadanya, “Apakah saya harus mengikat unta saya, wahai Rasulullah, atau harus
bertawakal saja?”Rasulullah SAW menjawab, “Ikatlah untamu, dan bertawakallah.”
Berusaha dan bertawakal
kepada Allah adalah prinsip tauhid. Meninggalkan usaha dan hanya bertawakal
kepada Allah adalah sebuah kekeliruan dalam memahami syariat. Sedangkan
berusaha saja tanpa bertawakal kepada Allah adalah kekeliruan dalam memahami
tauhid.
Seorang penyair
mengatakan,
“Orang yang berhati-hati akan berhasil mendapatkan keinginannya,
sedangkan yang terburu-buru mungkin akan jatuh tergelincir.”
Berhati-hati sama sekali
tidak berarti menentang qadar. Berhati-hati justru merupakan bagian dari qadar
itu, dan bahkan inti dari qadar tersebut.
{Berlaku lemah lembutlah.}(QS. Al-Kahfi: 19}
{Dan, Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan
pakaian(baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan.}
Sumber: La Tahzan, oleh DR. ‘Aidh al Qarni