Latest Post
18.41
PERADABAN ISLAM DI NEGARA-NEGARA ISLAM MODERN
PERADABAN ISLAM
DI NEGARA-NEGARA ISLAM MODERN (1800 M )
I. PENDAHULUAN
Jika kita perhatikan,
peranan sejarah Islam dalam mewarnai sejarah dunia cukup diperhitungkan para
ahli sejarah, walaupun akhir-akhir ini Islam dipandang jauh tertinggal dengan
Barat, akan tetapi Barat juga harus mengakui bahwa munculnya embrio ilmu
pengetahuan yang berkembang di Barat dengan begitu spektakuler tidak terlepas
dari peran ilmuan -ilmuan muslim.
Di era modern ini merupakan masa kebangkitan
Islam kembali yang diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam serta
munculnya para tokoh-tokoh pemikir pembaharuan Islam, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai hal tersebut.
II. PERIODE MODERN: MASA KEMERDEKAAN NEGARA ISLAM
Dalam awal abad ke-19
dan 20, era modern digambarkan dengan adanya kemerdekaan negara-negara Islam.
Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka
khususnya di Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula
organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk
pemerintahan pada ajaran-ajaran syari'at Islam.[1]
A. Faktor – factor yang
Mempengaruhi Munculnya Kemerdekaan Negara Islam
Ada beberapa factor
yang begitu dominan dalam mempengaruhi munculnya kemerdakaan Negara Islam. Faktor
yang mempengaruhi kemerdekaan negara islam ini tentunya melalui proses yang
cukup panjang dalam memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya
faktor-faktor yang mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan,
di antaranya adalah:
1. Adanya kesenjangan antara Islam dan kekuatan Eropa telah
menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.[2]
Turki Usmani adalah yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan
pejuang Turki untuk belajar di Eropa.
2. Adanya gagasan dua factor
yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan Islam, pertama, pemurnian
ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran
Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, seperti
gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan Afrika Utara.[3]
3. Munculnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan
berdirinya partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya
untuk mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari pengaruh Barat.
B. Kemerdekaan Negara – Negara di Dunia Islam dan Pengaruhnya
Adapun Negara-negara Islam yang merdeka pada abad ke-19 dan 20
diantaranya:
1. Pakistan, merdeka pada
tahun 15 Agustus 1947
Pakistan merdeka pada tahun 15 Agustus
1947.Kemerdekaanya diperoleh dari penjajahan Inggris yang menyerahkan
kedaulatannya di India kepada dewan konstitusi, satu untuk India dan Pakistan,
adapun presiden pertamanya adalah Ali Jinnah.
2. Mesir
Negara ini merdeka secara resmi dari
penjajahan Inggris pada tahun 1922 tetapi pengaruh Inggris masih besar melalui
Raja Faruk, kemudian setelah tergulingnya Raja Faruk Mesir merasa benar-benar
sudah merdeka dibawah pemerintahan Jamal Abd al Naser pada tahun 1958.
3. Irak
Irak memperoleh
kemerdekaan secara formal pada tahun 1932, tapi rakyatnya baru merasakan
benar-benar merdeka pada tahun 1958.
4. Syiria, Yordania, dan
Lebanon
Negara-negara sekitar Irak ini memproklamirkan
kemerdekaannya sekitar tahun 1946.[4]
5. Negara-negara Afrika
Libya merdeka sekitar
tahun 1951 Sudan dan Maroko pada tahun 1956, sedangkan al Jazair memperoleh
kemerdekaan pada thun 1962. semuanya membebaskan diri dari penjajahan Perancis,
perlu diingat dalam kurun waktu hampir bersamaan ada Negara yang juga
memperoleh kemerdekaan, yaitu Yaman Utara, dan Yaman Selatan, serta Emirat
Arab.[5]
6. Negara-negara Asia
Tenggara, Malaysia pada tahun 1957 dan Brunei Darussalam pada tahun 1984 juga
menyatakan kemerdekaannya dari Inggris.Dan Indonesia pada tahun 1945 dari
penjajahan Jepang.
III. PERIODE MODERN: ERA PEMBAHARUAN ISLAM
Periode ini merupakan kebangkitan Zaman
Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir di tahun 1801,
membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan
kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat.
Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai
berfikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of power, yang telah
pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat sekarang berlainan
sekali dengan kontak Islam dengan Barat di periode klasik. Pada waktu itu Islam
sedang menaik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang, sebaliknya sedang
dalam kegelapan dan Barat sedang menaik. Kini Islam yang ingin belajar dari
Barat. Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran
pembaharuan atau modernisasi dalam Islam.
Pemuka-pemuka Islam
mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat umat Islam maju
kembali sebagai di periode klasik.[6]
Usaha-usaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Tetapi
dalam pada itu, Barat juga bertambah maju.
A. Kerajaan dan Negara Islam Beserta Era Pembaharuannya
1. Kerajaan Mughal India
Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu
kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan
sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini adalah Zahiruddin Muhammad,
dikenal dengan Babur yang berarti singa. Babur hanya dapat menikmati usaha
merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M),
pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Tidak berbeda
dengan ayahnya, ia juga menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan.
Pergantian demi pergantian raja terus
berlanjut, dari Sultan Akbar hingga Aurangzeb. Setelah wafatnya Aurangzeb,
raja-raja kerajaan tercatat semakin melemah. Kerajaan Mughal tidak hanya
sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan raja hanya diberi gaji oleh kolonial
Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal di istana. Dengan fenomena
ikut andilnya Negara Inggris, maka muncul dan menciptakan ide pembaharuan. Ide
ini dicetuskan oleh Shah Waliyullah Dehalwi (abad ke-18) yang telah menyebar ke
seluruh India.
Salah satu muridnya, Shah Abdul Azizi,
berusaha membersihkan ajaran-ajaran agama yang bukan dari Islam. Ia berprinsip
daerah-daerah yang dikuasai selain Islam, harus segera direbut kembali. Dengan
semangat tersebut, ia bersama para murid melakukan perlawanan terhadap
hegeemoni kekuasaan colonial Inggris.
Namun, akhirnya ia
terbunuh dalam sebuah pertempuran di Balakot.[7]
Meski terbunuhnya tokoh di atas, tidak menciutkan nyali para tokoh lainnya.
Maka muncul baru dari tokoh-tokoh Islam di India yang ingin berjuang untuk
kemerdekaan India dari penjajah. Salah satunya adalah Sayyid Ahmad Khan. Ia
mengajak umat Islam untuk belajar bahasa Inggris, dan melakukan politik
kompromi dengan Inggris. Dalam berbagai tulisan, seminar dan pidato, Ahmad Khan
menyampaikan misinya yaitu menginginkan agar umat Islam mendirikan Negara
sendiri, jangan bercampur dengan umat Hindu. Karena umat Islam akan tersisih
menjadi minoritas.
Pada 1885, orang India bergabung denganpartai
politik all Indian National Congress, tujuannya adalah untuk mendapatkan
kemerdekaan, baik kelompok Islam maupun non muslim dalam satu wadah. Namun,
tokoh-tokoh muslim mulai berpikir kembali bahwa imat Islam di India harus
memiliki Negara sendiri, maka terbentuklah Partai Liga Muslim pada tahun 1906
di Dhaka atas prakarsa Nawab Vikarul Mulk dan Sir Salimullah. Usaha tersebut
tidak sia-sia.
Pada 15 Agustus 1947, mendapatkan tujuan yang
dimaksud, yaitu memperoleh kemerdekaan dan mendirikan negara sendiri yang
berbasis Islam. Negara itu dinamai Pakistan, dengan presiden pertamanya Ali
Jinnah.[8]
2. Mesir
Mesir mulai zaman modern ketika terjadi
persinggungan antara Barat (perancis) dan Mesir denan ekspedisi Napoleon tahun
1798. Ketika Perancis angkat kaki dari Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad
Ali Pasya sebagai gubernur Turki Usmani. Ia memulai memodernisir Mesir,
terutama di bidang militer dan berkuasa hingga tahun 1848 yang kemudian
digantikan oleh anaknya, Ibrahim Pasya.[9]
Tahun 1882 terjadi pemberontakan Urabi Pasya
terhadap Inggris yang menguasai Mesir. Negeri lembah Nil itu baru merdeka dari
Inggris tahun 1922. keturunan Muhammad Ali Pasya berkuasa di Mesir hingga tahun
1953, ketiak Mesir dipimpin oleh Raja Faruq. Kemudian digantikan oleh Muhammad
Naguib dan Mesir berubah menjadi negara Republik. Ia menggalang persatuan dengan
Syiria yang diberi nama Republik Persatuan Arab pada tahun 1958. Namun,
persatuan itu tidak lama, hanya sampai September 1961.
B. Pemikiran Islam Modern
Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat
itu, yaitu banyaknya muncul penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di
kalangan masyarakat biasa, maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka
diperlukan adanya proses modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik,
pendidikan dan akidah.
Selain itu, salah satu sebab perlunya
perkembangan modern dalam Islam adalah karena dalam agama terdapat
ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa diubah.
Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap
dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima
pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya.Dogmatisme membuat
orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional.[10]
Pembaharuan dalam hal
apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman terhadap ajaran agama) akan
terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir manusia serta kondisi
social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan di
segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin canggih.
Lain dari pada itu
kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari fanatisme serta adanya
"pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai, mendorong
sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan. Upaya pembaharuan dalam Islam
mempunyai alur yang panjang khususnya sejak bersentuhan dengan dunia Barat,
untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan.
Dan yang masih
menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal dari dunia
Barat (setelah dahulu mengalami masa keemasan). Penjajahan oleh bangsa Barat
terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas ketinggalan dunia Islam akan
segala hal.
Bangsa yang pertama
kali merasakan ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa
ini yang pertama dan yang utama menghadapi kekuatan Barat. Pembaharuan yang
dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social, politik, dan militer.
Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki Usmani
membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam lainnya
seperti Mesir.
Pada dasarnya
kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah tercemari oleh
berbagai khurafat dan bid'ah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam bidang
sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu
pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.
Berikut tokoh dan
pemikirannya yang ikut andil dalam mempebaharui kebangkitan Islam.
1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah
a. Muhammad ibn Abdul Wahhab
Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi
dunia Islam di masa modern sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri
hidup di abad sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan
pembaharuan Islam pada abad setelahnya. Bahkan sisa-sisanya masih terasa hingga
kini.[11]
Muhammad ibn Abdul
Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun 1115 – 1703 M. Ayahnya
Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya. Di masa pemerintahan
Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan hadis di masjid kota
tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar
agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.
Di samping belajar
kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke Mekkah, Madinah
dan Basra. Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun
(kelompok pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama
Muhammad ibn Abdul Wahab.
Pemikiran keagamaan
yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan pada pemurnian tauhid, yakni
meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Namun, dengan berjalannya waktu,
gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik. Meski demikian, ia tidak
meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian Islam.
Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan
menjadi tauhid ilahiyyah, rubbubiyah, asma, sifat dan tauhid af’al yang disebut
juga tauhi ilm dan i’tiqad.[12]Baginya,
syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan diampuni oleh Allah
dosa yang disebabkan tersebut.
Pembagian syirik
menjadi dua, yaitu syirik akbar (syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik
yang tidak tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh
seseorang beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan riya’
b. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir
di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan Khoirullah yang berasal
dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar
Bin Khatab.Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga
petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan studinya
di al Azhar.[13]
Sebagai rektor
al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar, upaya
ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang al-Azhar. Akan tetapi
usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar lainnya. Oleh
karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat pendidikan di al-Azhar tidak
berhasil.
Meskipun begitu,
ide-ide pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan dampak positif bagi
perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor pendidikan, proyek
pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di University of
Massachuussets adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran wanita.[14]
Disamping itu, Murodi
dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran Abduh
diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad, penghargaan terhadap 'akal'
(Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi,
memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar.[15]
c. Muhammad Rasyid Ridho
Rasyid Ridho dilahirkan
di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23 September 1865 M.
Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di madrasah ar
Rasyidiah di Tropoli. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al
Azhar 1898 M dan berguru pada Muhammad Abduh.
Diantara pembaharuannya
adalah: pembaharuan dalam bidang agama, social, ekonomi, memberantas khurafat
dan bid'ah. Serta paham-paham yang dibawa tarekat. Adapun ide-ide
pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat,
mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam
penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan
khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2. Pembaharuan dalam Bidang Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839
dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ia termasuk pembaharu yang berpengaruh di
dunia Islam. Saat usia 25 tahun, ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad
Khan di Afganistan, dan pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan.
Serta pernah diangkat
sebagai Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan beberapa tahun kemudian.
Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan nergeri
Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena
kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi
menuju ke India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah kewarganegaraan. Pernah ke
Paris dan Turki. Perpindahan itu juga dalam rangka membangkitkan umat Islam.
Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah satu
sebabnya adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Ajaran qada’ dan qadar
telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat menjadi statis.
Sebab-sebab lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, yaitu lemahnya
persaudaraan antar umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu,
menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan
hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintahan
otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan umat harus diwujudkan
sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, ia menegaskan
bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena ikatan etnik maupun rasial, tetapi
karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa mana datangnya, walau pada
mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama
selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide yang terahir inilah merupakan ide
orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat
Islam sedunia.[16]
b. Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang
membuka jalan pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun di akui sebagai the
founder of modern egypte. Berasal dari Turki, kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan
wafat pada tahun 1849.
Sejak kecil beliau telah
bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk
sekolah dengan demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali
Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai
oleh gubernur yang akhirnya diangkat menjadi menantu.
Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir,
Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, di antara perwiranya adalah
Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon pada tahun 1801,[17]
setelah itu diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali Pasya menjadi
penguasa tunggal di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan
bertindak diktator. Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di
Mesir kurang lebih 1,5 abad lamanya. Akhir kekuasaanya pada tahun 1953.
Jika diteliti Muhammad
Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan
merupakan sosok ambisius menjadi penguasa umat Islam. Keambisiusannya itu
tampak dalam pembaharuan yang dilakukan terhadap kemajuan umat Islam,
diantaranya: perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri, seperti
membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan
pendidikan.[18]
3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
a. Al Tahtawi
Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi'
al Tahtawi, lahir pada tahun 1801 di Mesir Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo.
Seorang pembaharu yang mempunyai pengaruh besar pada abad ke-19 dan seorang
yang sangat berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan pembaharuan yang dilakukan
oleh Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah
kembali diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemahan di
sekolah kedokteran.[19]
Pada tahun 1836
didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh al Tahtawi. Beliau
bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki tradisi, khususnya
dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki literature. Beliau
menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat, namun tetap dijiwai oleh agama
dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan
menurutnya adalah, berpegang pada agama dan akhlak budi pekerti, untuk itu
pendidikan merupakan sarana penting. Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah
membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu
mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan,
persatuan, tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa
dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal agama dan
peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti
perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini
mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
Ide-ide pembaharuan yang dilontarkan al
Tahtawi: ajaran Islam tidak hanya monoton mengurusi Tuhan akan tetapi kehidupan
social juga harus seimbang, kebiasaan dictator raja seharusnya diganti dengan
musyawarah, syari'at harus sesuai dengan perkembangan modern, para ulama harus
belajar filsafat dan ilmu pengetahuan agar syari'at sesuai dengan kehidupan
modern, pendidikan harus bersifat social (termasuk tidak ada pembedaan bagi
perempuan). Umat Islam harus dinamis.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Wajah peradaban Islam era modern mempunyai
beberapa kategori. Pertama kategori sebagai masa kemerdekaan negara Islam. Pada
abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam.
Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak negara muslim yang telah merdeka.
Bersamaan dengan itu
muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan
bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam. Kedua, masa
pembaharuan Islam. Dalam kategori ini terdapat beberapa konstribusi yang masih
exist bahkan dikembangkan. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh ini,
diantaranya; bidang Akidah diprakarasai oleh mantan Muhammad ibn Abdul Wahhab
disusul oleh mantan Rektor al-Azhar Mesir, Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad
Rasyid Ridho. Keduanya melakukan pembaharuan untuk menumbuhkan sikap aktif dan
dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme
(jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan
sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan
yang bersistem khalifah.
Pembaharuan lainnya
disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan. Pembaharuan
tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori
oleh Muhammad Ali Pasya. Dia diakui sebagai the founder of modern egypte.
Pembaharuan yang dilakukan diantaranya; perkembangan politik dalam negeri
maupun luar negeri. Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi. Menurutnya,
pendidikan merupakan sarana penting untuk meraih sejahtera.
Selain itu, tujuan dari
pendidikan adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah
hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Dalam hal agama dan peranan ulama, ia
menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu
ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
Demikianlah kajian
sejarah peradaban Islam di negara-negara Islam modern dilakukan dalam rangka
usaha mengkaji lebih mendalam seputar perkembangan sejarah Islam dan semoga
memberikan kontribusi bagi pengembangan pemikiran Islam dan kemajuan Islamic
Studies
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad., Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang:
Perkembangannya dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
2. Asmuni., Yusron, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
3. Azzam., Salim, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara
Islam, Bandung: Mizan, 1990
4. Bekker, Anton., dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999
5. Hasan., Riaz, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme,
Jakarta: Rajawali Press, 1985
6. Karim., M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2207
7. Moeleng., Lexi J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991
8. Mufrodi., Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997
9. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Toha Putra, 1997
10.Nasution., Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta:
UI Press, 1979
11. Noer., Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,
Jakarta: LP3ES, 1996
12. Perkembangan Modern dalam Islam, pengantar: Harun Nasution
Sabaruddin, Yayasan Obor Indonesia, 1985
13.Pioneeers of Islamic Reviva, edisi Indonesia; Para Perintis Zaman
baru Islam, ter: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan 1996
14.Surakhmad., Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar dan Metode
Teknik, Bandung: Tarsio, 1990
15.Yatim., Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003
[1] Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam,
(Bandung: Mizan, 1990) cet. II, hlm. 45
[2] Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme
(Jakarta: Rajawali Press, 1985) hlm. 185
[3] Ibid.
[4] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang:
Perkembangannya dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 188
[5] Ibid
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI
Press, 1979), hal. 88-89
[7] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2207), hal.314-321
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, Hal. 188
[9] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hal. 141-142
[10] Perkembangan Modern dalam Islam,pengantar Harun Nasution …,hlm. 1
[11] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan …,hal.151-155
[12] Untuk keterangan pengertian setiap pembagiannya, lihat Ali Mufrodi,
Islam di Kawasan …, hal.153
[13] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang: Toha Putra, 1997) hlm.
177-178
[14] Para Perintis Zaman Baru Islam, terj. Ilyas Hasan…. ,hlm. 50-68
[15] Murodi, Sejarah Kebudayaan…,hlm. 177-178
[16] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan …, hal.155-159
[17] Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
[18] Ibid, hlm. 71-72.
[19] Ibid, hlm. 74.
18.40
PRINSIP ILMU ALLAH SWT bag.III
PRINSIP ILMU ALLAH SWT bag.III
Segala sesuatu yang berada dalam alam semesta
adalah ciptaan (makhluq) Allah swt sebegai refleksi dan manifestasi dari wujud
Allah swt dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia tidak
habis-habisnya mengagumi isi al kaun (alam semesta) ini terus mengambil pelajaran dan ibroh
(pelajaran) yang bermanfaat
dari padanya.
"Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu
yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu
yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun
dalam keadaan payah" (Al Mulk[67]:3-4)
Tegaknya langit, keseimbangan benda-benda
langit sesuai dengan ciptaan dan pengaturan dari Penciptanya. "Dan
Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)" (Ar
Rahman[55]:7)
"Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya
jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak tidak ada seorang
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun" (Faathir[35]:41)
Ayat di atas menyatakan adanya semacam penahan
yang membawa kepada ketenangan benda-benda langit, meskipun benda-benda langit
itu saling bergerak. Hal ini menunjukkan kenyataan kebenarannya terhadap
ummat manusia.
Para ahli fisika sudah cukup lama mengenal
gaya gravitasi antara benda-benda bermassa yang bekerja secara luas dalam alam
ini. Setelah Issac Newton pada tahun 1686 merumuskan hukum gravitasi, maka
orang dapat dengan mudah memahami dan menerangkan berbagai peristiwa dalam
jagad raya ini. Hukum-hukum Kepler yang sudah ada sebelum Newton, ternyata
dapat dipahamkan sebagai akibat saja dari hukum gravitasi Newton tersebut.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan
bahwa universum itu berjalan dengan eksak, kokoh, teratur, rapi dan harmonis,
yang tidak akan ada habis-habisnya menjadi tantangan yang menakjubkan bagi
manusia. Setelah beriman kepada Allah, maka menjadi mudah bagi kita untuk
menerima, bahwa hukum-hukum itu adalah sunatullah atau aturan-aturan
yang telah ditetapkan Allah bagi makhluq-Nya yang tidak berubah-ubah.
"Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena
rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang
yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu. " (Faathir[35]:43)
Sobat muda, demikianlah Allah swt telah
menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistematika. Maka
Dia jualah yang paling tahu hakikat dan tujuan penciptaan-Nya, dan
telah dikabarkannya ciptaan Allah swt itu kepada manusia. Manusia telah
diperintahkan untuk bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu
memanfaatkannya. Dan agar manusia mampu mengenal pencipta-Nya serta
mengagungkan-Nya; Dia lah Allah swt tiada Tuhan selain-Nya. Dengan ilmu-Nya
Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa yang telah diciptakan dengan proses
terjadinya, sehingga manusia akan menjadi tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menyebar ke setiap penjuru ufuk kehidupan
manusia. Dengan ilmunya manusia diharapkan menemukan kebenaran dan
menjadikannya sebagai landasan kehidupan.
"Kami akan memperlihatkan kapada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah
bagi mereka bahwa Al Qur-an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup
(bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Fushshilat[41]:53)
19.59
KONSEP ISTIHALAH DALAM PANDANGAN ULAMA MAZHAB
KONSEP ISTIHALAH DALAM PANDANGAN ULAMA MAZHAB
Makanan
yang kita makan dan minuman yang kita minum adalah sumber terpenting dalam
kehidupan manusia sehari-hari, kita tidak bisa terlepas dari dua hal terseebut.
Setiap hari selalu ada saja jenis makanan dan minuman baru yang dihasilkan oleh
jasa penyedia makanan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan manusia. Indstri
makanan dan minuman selalu membuat terobosan baru dalam menghasilkan makanan
atau minuman baru.
Hal
semacam ini sangat membantu bagi masyarakat tapi di sisi lain dalam diri
masyarakat mengundang beberapa pertanyaan tentang produk yang dihasilkan,
halalkah produk tersebut ?, sehingga produk baru tersebut layak untuk
dikonsumsi, ataukah justru produk baru tersebut adalah haram karena beberapa
zat dalam bahan penghasil makanan tersebut adalah zat aslinya adalah haram.
Tidak jarang juga ada beberapa produsen makanan yang membuat produk baru dari
zat-zat yang diharamkan.
Atas
dasar itu, produk makanan dan minuman baru selalu akan menjadi sesuatu yang
penting bagi masyarakat terutama tentang status kehalalan dan keharaman produk
baru tersebut. Walaupun demikian perkembangan teknologi pada zaman sekarang
memungkinkan merubah zat yang haram menjadi zat yang halal melalui proses
penelitian dan menambahkan beberapa kandungan tertentu sehingga hasilnya pun
dapat direkayasa dengan tepat.
Dalam
pandangan islam, terdapat beberapa alternatif dapat dilaksanakan guna
memecahkan masalah tersebut. Salah satu alternatif tersebut adalah metode
istihalah. Makalah ini akan membahas dan menganalisa instrument-instrumen yang
digunakan dalam proses istihalah dan elemen-elemen yang menjadi campuran dalam
proses pembuatan produk baru tersebut.
KONSEP ISTIHALAH
Kata Istihalah merupakan perkataan daripada bahasa Arab yang
secara etimologinya berasal dari akar kata ل و ح yang bererti berubah.[1]
Ulama
dalam mendefinisikan istihalah berbeda-beda. Adapun pendapat beberapa ulama
tentang makna istihalah,sebagai berikut :
a.
Menurut
Sa‘di Abu Jayb istihalah adalah تغير عن طبعه ووصفه : segala sesuatu yang berubah dari tabiat
dan sifat asalnya.[2]
b.
Di dalam
kitab mausuah fiqh ibadah istihalah
ialah : تغير الشيء عن طبعه ووصفه : berubahnya sesuatu itu
dari tabiat dan sifatnya.
c.
Di dalam
kitab raddul al muhtar istihalah : انقلاب حقيقة إلى حقيقة أخرى : Berpindahnya (berubah) suatu zat
hakikat ke zat hakikat yang lain.[3]
Maka dari sini dapat disimpulkan istihalah dapat
diartikan perubahan sesuatu bahan dengan campuran bahan lain melalui proses
percampuran dan menghasilkan produk baru yang berbeda dari segi fisik dan
kandungan.[4]Misalnya
saja, biji benih tumbuh dan berubah menjadi
pohon.[5]Begitu
juga perubahan yang mana dapat menghilangkan unsur najis.[6] Selain daripada
itu, ia juga melibatkan perubahan bentuk fisik dengan mengekalkan kandungannya seperti air membeku
dan berubah menjadi air.[7]
Dikatakan masuk dalam konsep istihalah apabila bahan najis atau haram
berubah konsep dan bentuk zat serta sifatnya
menjadi satu bahan
lain yang halal, hal ini dilihat dari segi nama, kriteria dan sifatnya.[8]
Maka daripada pengertian yang diberikan,
jelas
terdapat
tiga
bentuk
Istihalah yaitu:
i) Perubahan
fisik dan kandungan.
Perubahan ini dapat dilihat
misalnya darah kijang bertukar menjadi kasturi, bangkai berubah menjadi
butiran garam kerana
terjatuh di dalam lautan garam dan najis binatang menjadi
abu dengan sebab pembakarannya.[9] Darah kijang, bangkai, najis
binatang serta abu tersebut berubah dari segi fisik dan kandungannya.
ii)
Perubahan
fisik .
Perubahan dari aspek luarnya
saja contohnya ialah kulit binatang selain anjing[10] dan babi berubah menjadi
suci setelah melalui
proses penyamakan. Kulit binatang
sebelum disamak adalah
najis. Setelah disucikan ia halal untuk
digunakan. Begitu juga,
perubahan minyak dan lemak yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti
kelapa sawit, lemak binatang dan sayuran yang berubah menjadi sabun.[11]
iii) Perubahan kandungan.
Perubahan dalam bentuk kandungan
dalam seperti arak bertukar
menjadi cuka.[12] Dari segi fisik, arak dan cuka tetap dalam bentuk
cairan tetapi dari segi kandungannya berbeda. Arak adalah minuman
yang haram sedangkan cuka statusnya halal.
Pandangan Ulama Tentang Istihalah
Jika ditinjau dari segi konseptualnya para ulama
sepakat (ijma’) dengan teori istihalah. Namun, mereka berselisih pandangan
pada aspek perlaksanaan dan pemakaiannya. Ini
kerana terdapat
sebagian besar dari ulama mencoba memperluaskan pemakaiannya sementara sebahagian yang lain menyempitkannya pada aspek- aspek tertentu.[13]
Pendapat pertama yang
memperluaskan
penggunaannya
adalah
dari
kalangan mazhab Hanafi,[14] Maliki,[15] Ibn al-‘Arabi, Ibn Taymiyyah, Ibn al-
Qayyim, al-Syawkani dan Ibn Hazm al-Zahiri.[16]
Mereka merealisasikan teori istihalah dalam konteks yang lebih umum. Ini kerana mereka menerima
teori ini sebagai salah satu proses yang boleh mengubah sesuatu
benda najis kepada sesuatu yang suci baik terjadi secara sendirinya seperti proses
perubahan arak menjadi cuka karena didiamkan atau berubah dengan mencampurkan bahan yang lain. Begitu juga dengan najis atau
bangkai yang terbakar dan berubah menajdi abu dan tanah maka berubah menjadi
suci, hal ini senada dengan firman Allah :
وَيُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ
إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ
وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ
أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157)
…dan menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.Maka orang-orang
yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang
beruntung.(QS : Al-A’rof : 157)
Maksud ayat diatas adalah segala sesuatu
setelahnya proses istihalah kemuadia hasil dari teori itu menunjukan hilangnnya
sifat najisnya statusnya berubah menjadi baik dan suci.
Pendapat kedua menyempitkan realisasi
teori
istihalah
kepada
aspek tertentu saja. Pendapat ini didukung oleh ulama dari kalangan
mazhab Syafi‘i dan salah satu pendapat mazhab
Hanbali. Mazhab Syafi‘i berpendapat bahawa sesuatu bahan yang najis tidak boleh menjadi suci dengan
berubah sifatnya kecuali
dalam tiga keadaan. Pertama, arak yang bertukar menjadi cuka dengan sendirinya.
Kedua, kulit binatang
yang mati - selain anjing dan babi - menjadi
suci apabila disamak.[17]
Ketiga adalah sesuatu yang berubah menjadi hewan seperti bangkai
berubah menjadi ulat kerana berlaku suatu kehidupan
yang baru.[18]
Berdasarkan pendapat tersebut, sesuatu
yang berubah dari segi bentuknya tetap dihukumkan najis jika ia berasal dari sumber yang najis melainkan
tiga pengecualian yang dinyatakan. Misalnya, najis binatang
yang dibakar berubah menjadi abu tetap dihukumi najis
kerana asalnya adalah
najis.
Sejalan dengan itu, mazhab Hanbali
dalam satu pandangan
yang lain berpendapat bahwa sesuatu bahan yang najis tidak boleh menjadi suci dengan
proses istihalah kecuali arak yang bertukar menjadi cuka dengan sendirinya. Proses perubahan yang berlaku disebabkan pembakaran, penyamakan atau percampuran dengan bahan lain adalah
tidak suci.[19]
[1] Muhammad bin Mukrim
Ibn Manzur (1990), Lisan al-‘Arab, Dar Sadir, h. 185.
[2] Sa‘di Abu Jayb
(1988), al-Qamus al-Fiqhi: Lughatan wa Istilahan, cet. 2, Damsyik: Dar
al-Fikr, h. 105., Mishbahul al munir : 1/84
[3] Raddul al muhtar : 1
/ 291
[4] Majlis al-A‘la li
al-Syu’un al-Islamiyyah (1309 H), Mawsu‘at Jamal ‘Abd al-Nasir fi al-Fiqh al
Islami, jilid 5, (t.t.p.): (t.p.), h. 7.
[5]
Ahmad al-‘Ayid
et
al.
(t.t.),
Mu‘jam
al-‘Arabi
al-Asasi,
al-Munazzamah
al-‘Arabiyah
Li al-Tarbiyyah wa al-Thaqafah wa
al-‘Ulum, h. 366.
[6] Qal‘ahji (1996), op.
cit., h. 105.
[7]
Abu Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali al-Husayni al-Jurjani (2000), al-Ta‘rifat, Beirut: Dar al Nafa’is, h.
23.
[8] Nazih Hammad
(2004), al-Mawad al-Muharramah wa al-Naiasah fi al-Ghiza’ wa al-Dawa’ bayna al Nazariyyah wa al-Tatbiq,
Damsyik: Dar al-Qalam, h. 16.
[9] Wahbah al-Zuhayli (1997),
al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz. 1, cet. 4, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 100.
[10] Melainkan pandangan mazhab Hanafi yang menghalalkan penggunaan kulit anjing setelah
penyamakan.
[11] Ahmad ibn Muhammad al-Fayyumi (1985), al-Misbah al-Munir
fi Gharib al-
Syarh al-Kabir, j. 1, Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, h 190.
[12] Al-Zuhayli (1997), op.
cit., h. 109 & 112.
[13] Nazih Hammad (2004), op.
cit., h. 20.
[14]
‘Ala’ al-Din Abi Bakr bin Mas‘ud al-Kasani
(t.t.), Bada’i‘ al-Sana’i‘ fi Tartib al-
Syara’i‘, Beirut: Dar al Kutub al-‘Ilmiyyah, hlm. 442; Ibn Nujaym (t.t.),
Bahr al- Ra’iq Syarh Kanz al-Daqa’iq, juz 2, h. 389; Ibn ‘Abidin (1966), Hasyiyah Radd al-Mukhtar, juz. 1, h. 353.
[15]
Muhammad bin Ahmad bin ‘Arafah
al-Dusuqi (1980), Hasyiyat al-Dusuqi ‘ala Syarh al-Kabir,
Kaherah: Dar Ihya’ al-Kutub
al-‘Arabiyyah, h. 50.
[16]
Abu Muhammad ‘Ali bin Ahmad bin Sa‘id Ibn Hazm (1988), al-Muhalla, jilid 1, Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 138.
[17] Abu Ishaq
Ibrahim bin ‘Ali ibn Yusuf
al-Fayruz Abadi al-Syirazi (1995), al- Muhadhdhab fi Fiqh al Imam
al-Syafi‘i, juz. 1, Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hh. 26-27; Abu Zakariya Mahy al-Din bin Syarf al-Nawawi
(t.t.), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadhdhab li al-Syirazi,
juz. 1, Jeddah: Maktabah al-Irsyad, h. 267.
[18] Al-Zuhayli (1997), op.
cit., h. 251.
[19] Abu Muhammad
‘Abd Allah bin Ahmad
bin Qudamah (1984), al-Mughni, Beirut: Dar al-Fikr, h. 89.