nuaimy
tentang nuaimy
Latest Post

PERADABAN ISLAM DI NEGARA-NEGARA ISLAM MODERN


PERADABAN ISLAM
 DI NEGARA-NEGARA ISLAM MODERN (1800 M )



I. PENDAHULUAN
        Jika kita perhatikan, peranan sejarah Islam dalam mewarnai sejarah dunia cukup diperhitungkan para ahli sejarah, walaupun akhir-akhir ini Islam dipandang jauh tertinggal dengan Barat, akan tetapi Barat juga harus mengakui bahwa munculnya embrio ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat dengan begitu spektakuler tidak terlepas dari peran ilmuan -ilmuan muslim.
        Di era modern ini merupakan masa kebangkitan Islam kembali yang diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam serta munculnya para tokoh-tokoh pemikir pembaharuan Islam, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal tersebut.

II. PERIODE MODERN: MASA KEMERDEKAAN NEGARA ISLAM
        Dalam awal abad ke-19 dan 20, era modern digambarkan dengan adanya kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka khususnya di Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada ajaran-ajaran syari'at Islam.[1]

 A. Faktor – factor yang Mempengaruhi Munculnya Kemerdekaan Negara Islam
       Ada beberapa factor yang begitu dominan dalam mempengaruhi munculnya kemerdakaan Negara Islam. Faktor yang mempengaruhi kemerdekaan negara islam ini tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:

1. Adanya kesenjangan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.[2] Turki Usmani adalah yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang Turki untuk belajar di Eropa.
 2. Adanya gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan Islam, pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, seperti gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan Afrika Utara.[3]
3. Munculnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari pengaruh Barat.

B. Kemerdekaan Negara – Negara di Dunia Islam dan Pengaruhnya
Adapun Negara-negara Islam yang merdeka pada abad ke-19 dan 20 diantaranya:
 1. Pakistan, merdeka pada tahun 15 Agustus 1947
         Pakistan  merdeka pada tahun 15 Agustus 1947.Kemerdekaanya diperoleh dari penjajahan Inggris yang menyerahkan kedaulatannya di India kepada dewan konstitusi, satu untuk India dan Pakistan, adapun presiden pertamanya adalah Ali Jinnah.
2. Mesir
          Negara ini merdeka secara resmi dari penjajahan Inggris pada tahun 1922 tetapi pengaruh Inggris masih besar melalui Raja Faruk, kemudian setelah tergulingnya Raja Faruk Mesir merasa benar-benar sudah merdeka dibawah pemerintahan Jamal Abd al Naser pada tahun 1958.
3. Irak
         Irak memperoleh kemerdekaan secara formal pada tahun 1932, tapi rakyatnya baru merasakan benar-benar merdeka pada tahun 1958.
 4. Syiria, Yordania, dan Lebanon
        Negara-negara sekitar Irak ini memproklamirkan kemerdekaannya sekitar tahun 1946.[4]
 5. Negara-negara Afrika
        Libya merdeka sekitar tahun 1951 Sudan dan Maroko pada tahun 1956, sedangkan al Jazair memperoleh kemerdekaan pada thun 1962. semuanya membebaskan diri dari penjajahan Perancis, perlu diingat dalam kurun waktu hampir bersamaan ada Negara yang juga memperoleh kemerdekaan, yaitu Yaman Utara, dan Yaman Selatan, serta Emirat Arab.[5]
 6. Negara-negara Asia Tenggara, Malaysia pada tahun 1957 dan Brunei Darussalam pada tahun 1984 juga menyatakan kemerdekaannya dari Inggris.Dan Indonesia pada tahun 1945 dari penjajahan Jepang.

III. PERIODE MODERN: ERA PEMBAHARUAN ISLAM
        Periode ini merupakan kebangkitan Zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir di tahun 1801, membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat.
        Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berfikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat sekarang berlainan sekali dengan kontak Islam dengan Barat di periode klasik. Pada waktu itu Islam sedang menaik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang, sebaliknya sedang dalam kegelapan dan Barat sedang menaik. Kini Islam yang ingin belajar dari Barat. Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam.    
      Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat umat Islam maju kembali sebagai di periode klasik.[6] Usaha-usaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Tetapi dalam pada itu, Barat juga bertambah maju.

A. Kerajaan dan Negara Islam Beserta Era Pembaharuannya
1. Kerajaan Mughal India
       Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini adalah Zahiruddin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa. Babur hanya dapat menikmati usaha merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M), pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Tidak berbeda dengan ayahnya, ia juga menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan.
       Pergantian demi pergantian raja terus berlanjut, dari Sultan Akbar hingga Aurangzeb. Setelah wafatnya Aurangzeb, raja-raja kerajaan tercatat semakin melemah. Kerajaan Mughal tidak hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan raja hanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal di istana. Dengan fenomena ikut andilnya Negara Inggris, maka muncul dan menciptakan ide pembaharuan. Ide ini dicetuskan oleh Shah Waliyullah Dehalwi (abad ke-18) yang telah menyebar ke seluruh India.
       Salah satu muridnya, Shah Abdul Azizi, berusaha membersihkan ajaran-ajaran agama yang bukan dari Islam. Ia berprinsip daerah-daerah yang dikuasai selain Islam, harus segera direbut kembali. Dengan semangat tersebut, ia bersama para murid melakukan perlawanan terhadap hegeemoni kekuasaan colonial Inggris.
      Namun, akhirnya ia terbunuh dalam sebuah pertempuran di Balakot.[7] Meski terbunuhnya tokoh di atas, tidak menciutkan nyali para tokoh lainnya. Maka muncul baru dari tokoh-tokoh Islam di India yang ingin berjuang untuk kemerdekaan India dari penjajah. Salah satunya adalah Sayyid Ahmad Khan. Ia mengajak umat Islam untuk belajar bahasa Inggris, dan melakukan politik kompromi dengan Inggris. Dalam berbagai tulisan, seminar dan pidato, Ahmad Khan menyampaikan misinya yaitu menginginkan agar umat Islam mendirikan Negara sendiri, jangan bercampur dengan umat Hindu. Karena umat Islam akan tersisih menjadi minoritas.
     Pada 1885, orang India bergabung denganpartai politik all Indian National Congress, tujuannya adalah untuk mendapatkan kemerdekaan, baik kelompok Islam maupun non muslim dalam satu wadah. Namun, tokoh-tokoh muslim mulai berpikir kembali bahwa imat Islam di India harus memiliki Negara sendiri, maka terbentuklah Partai Liga Muslim pada tahun 1906 di Dhaka atas prakarsa Nawab Vikarul Mulk dan Sir Salimullah. Usaha tersebut tidak sia-sia.
      Pada 15 Agustus 1947, mendapatkan tujuan yang dimaksud, yaitu memperoleh kemerdekaan dan mendirikan negara sendiri yang berbasis Islam. Negara itu dinamai Pakistan, dengan presiden pertamanya Ali Jinnah.[8]

 2. Mesir
        Mesir mulai zaman modern ketika terjadi persinggungan antara Barat (perancis) dan Mesir denan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika Perancis angkat kaki dari Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad Ali Pasya sebagai gubernur Turki Usmani. Ia memulai memodernisir Mesir, terutama di bidang militer dan berkuasa hingga tahun 1848 yang kemudian digantikan oleh anaknya, Ibrahim Pasya.[9]
       Tahun 1882 terjadi pemberontakan Urabi Pasya terhadap Inggris yang menguasai Mesir. Negeri lembah Nil itu baru merdeka dari Inggris tahun 1922. keturunan Muhammad Ali Pasya berkuasa di Mesir hingga tahun 1953, ketiak Mesir dipimpin oleh Raja Faruq. Kemudian digantikan oleh Muhammad Naguib dan Mesir berubah menjadi negara Republik. Ia menggalang persatuan dengan Syiria yang diberi nama Republik Persatuan Arab pada tahun 1958. Namun, persatuan itu tidak lama, hanya sampai September 1961.

B. Pemikiran Islam Modern
       Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
       Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya.Dogmatisme membuat orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional.[10]
        Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir manusia serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin canggih.
         Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari fanatisme serta adanya "pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai, mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan. Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan.  
         Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal dari dunia Barat (setelah dahulu mengalami masa keemasan). Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas ketinggalan dunia Islam akan segala hal.
        Bangsa yang pertama kali merasakan ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan yang utama menghadapi kekuatan Barat. Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social, politik, dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam lainnya seperti Mesir.
        Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah tercemari oleh berbagai khurafat dan bid'ah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.
 Berikut tokoh dan pemikirannya yang ikut andil dalam mempebaharui kebangkitan Islam.

1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah
 a. Muhammad ibn Abdul Wahhab
        Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa modern sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di abad sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan Islam pada abad setelahnya. Bahkan sisa-sisanya masih terasa hingga kini.[11]
        Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun 1115 – 1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya. Di masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan hadis di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.
       Di samping belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke Mekkah, Madinah dan Basra. Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun (kelompok pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn Abdul Wahab.
       Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan pada pemurnian tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Namun, dengan berjalannya waktu, gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik. Meski demikian, ia tidak meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian Islam.
        Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan menjadi tauhid ilahiyyah, rubbubiyah, asma, sifat dan tauhid af’al yang disebut juga tauhi ilm dan i’tiqad.[12]Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan diampuni oleh Allah dosa yang disebabkan tersebut.
       Pembagian syirik menjadi dua, yaitu syirik akbar (syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang tidak tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh seseorang beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan riya’

b. Muhammad Abduh
        Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan Khoirullah yang berasal dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar Bin Khatab.Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan studinya di al Azhar.[13]
       Sebagai rektor al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar, upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang al-Azhar. Akan tetapi usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar lainnya. Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil.
       Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor pendidikan, proyek pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di University of Massachuussets adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran wanita.[14]
        Disamping itu, Murodi dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran Abduh diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad, penghargaan terhadap 'akal' (Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi, memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar.[15]

c. Muhammad Rasyid Ridho
      Rasyid Ridho dilahirkan di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23 September 1865 M. Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di madrasah ar Rasyidiah di Tropoli. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan berguru pada Muhammad Abduh.
     Diantara pembaharuannya adalah: pembaharuan dalam bidang agama, social, ekonomi, memberantas khurafat dan bid'ah. Serta paham-paham yang dibawa tarekat. Adapun ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.

2. Pembaharuan dalam Bidang Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
       Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ia termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25 tahun, ia menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan.

      Serta pernah diangkat sebagai Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan beberapa tahun kemudian. Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan nergeri Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi menuju ke India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki. Perpindahan itu juga dalam rangka membangkitkan umat Islam. Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah satu sebabnya adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
       Ajaran qada’ dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan antar umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan umat harus diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
     Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena ikatan etnik maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa mana datangnya, walau pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide yang terahir inilah merupakan ide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat Islam sedunia.[16]

 b. Muhammad Ali Pasya
      Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun di akui sebagai the founder of modern egypte. Berasal dari Turki, kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat pada tahun 1849.
      Sejak kecil beliau telah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk sekolah dengan demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai oleh gubernur yang akhirnya diangkat menjadi menantu.
      Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, di antara perwiranya adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon pada tahun 1801,[17] setelah itu diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali Pasya menjadi penguasa tunggal di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan bertindak diktator. Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir kurang lebih 1,5 abad lamanya. Akhir kekuasaanya  pada tahun 1953.
        Jika diteliti Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan merupakan sosok ambisius menjadi penguasa umat Islam. Keambisiusannya itu tampak dalam pembaharuan yang dilakukan terhadap kemajuan umat Islam, diantaranya: perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri, seperti membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan pendidikan.[18]

3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
 a. Al Tahtawi
      Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi' al Tahtawi, lahir pada tahun 1801 di Mesir Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang mempunyai pengaruh besar pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah kembali diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemahan di sekolah kedokteran.[19]
       Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh al Tahtawi. Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki tradisi, khususnya dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki literature. Beliau menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
       Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada agama dan akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting. Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan.
      Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
      Ide-ide pembaharuan yang dilontarkan al Tahtawi: ajaran Islam tidak hanya monoton mengurusi Tuhan akan tetapi kehidupan social juga harus seimbang, kebiasaan dictator raja seharusnya diganti dengan musyawarah, syari'at harus sesuai dengan perkembangan modern, para ulama harus belajar filsafat dan ilmu pengetahuan agar syari'at sesuai dengan kehidupan modern, pendidikan harus bersifat social (termasuk tidak ada pembedaan bagi perempuan). Umat Islam harus dinamis.
  
 IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
       Wajah peradaban Islam era modern mempunyai beberapa kategori. Pertama kategori sebagai masa kemerdekaan negara Islam. Pada abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak negara muslim yang telah merdeka.
       Bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam. Kedua, masa pembaharuan Islam. Dalam kategori ini terdapat beberapa konstribusi yang masih exist bahkan dikembangkan. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh ini, diantaranya; bidang Akidah diprakarasai oleh mantan Muhammad ibn Abdul Wahhab disusul oleh mantan Rektor al-Azhar Mesir, Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridho. Keduanya melakukan pembaharuan untuk menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
       Pembaharuan lainnya disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan. Pembaharuan tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya. Dia diakui sebagai the founder of modern egypte. Pembaharuan yang dilakukan diantaranya; perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri. Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi. Menurutnya, pendidikan merupakan sarana penting untuk meraih sejahtera.
       Selain itu, tujuan dari pendidikan adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Dalam hal agama dan peranan ulama, ia menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
      Demikianlah kajian sejarah peradaban Islam di negara-negara Islam modern dilakukan dalam rangka usaha mengkaji lebih mendalam seputar perkembangan sejarah Islam dan semoga memberikan kontribusi bagi pengembangan pemikiran Islam dan kemajuan Islamic Studies

 
 DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad., Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
2. Asmuni., Yusron, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
3. Azzam., Salim, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, Bandung: Mizan, 1990
4. Bekker, Anton., dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999
5. Hasan., Riaz, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, Jakarta: Rajawali Press, 1985
6. Karim., M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2207
7. Moeleng., Lexi J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
8. Mufrodi., Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
9. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Toha Putra, 1997
10.Nasution., Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1979
11. Noer., Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996
12. Perkembangan Modern dalam Islam, pengantar: Harun Nasution Sabaruddin, Yayasan Obor Indonesia, 1985
13.Pioneeers of Islamic Reviva, edisi Indonesia; Para Perintis Zaman baru Islam, ter: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan 1996
14.Surakhmad., Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar dan Metode Teknik, Bandung: Tarsio, 1990
15.Yatim., Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003




[1] Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, (Bandung: Mizan, 1990) cet. II, hlm. 45
[2] Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (Jakarta: Rajawali Press, 1985) hlm. 185
[3] Ibid.
[4] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 188
[5] Ibid
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), hal. 88-89
[7] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2207), hal.314-321
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, Hal. 188
[9] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 141-142
[10] Perkembangan Modern dalam Islam,pengantar Harun Nasution …,hlm. 1
[11] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan …,hal.151-155
[12] Untuk keterangan pengertian setiap pembagiannya, lihat Ali Mufrodi, Islam di Kawasan …, hal.153
[13] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang: Toha Putra, 1997) hlm. 177-178
[14] Para Perintis Zaman Baru Islam, terj. Ilyas Hasan…. ,hlm. 50-68
[15] Murodi, Sejarah Kebudayaan…,hlm. 177-178
[16] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan …, hal.155-159
[17] Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
[18] Ibid, hlm. 71-72.
[19] Ibid, hlm. 74.

PRINSIP ILMU ALLAH SWT bag.III


PRINSIP ILMU ALLAH SWT bag.III

Segala sesuatu yang berada dalam alam semesta adalah ciptaan (makhluq) Allah swt sebegai refleksi dan manifestasi dari wujud Allah swt dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia tidak habis-habisnya mengagumi isi al kaun (alam semesta) ini terus mengambil pelajaran dan ibroh (pelajaran) yang bermanfaat dari padanya.
"Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah" (Al Mulk[67]:3-4)
Tegaknya langit, keseimbangan benda-benda langit sesuai dengan ciptaan dan pengaturan dari Penciptanya. "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)" (Ar Rahman[55]:7)
"Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" (Faathir[35]:41)
Ayat di atas menyatakan adanya semacam penahan yang membawa kepada ketenangan benda-benda langit, meskipun benda-benda langit itu saling bergerak. Hal ini  menunjukkan kenyataan kebenarannya terhadap ummat manusia.
Para ahli fisika sudah cukup lama mengenal gaya gravitasi antara benda-benda bermassa yang bekerja secara luas dalam alam ini. Setelah Issac Newton pada tahun 1686 merumuskan hukum gravitasi, maka orang dapat dengan mudah memahami dan menerangkan berbagai peristiwa dalam jagad raya ini. Hukum-hukum Kepler yang sudah ada sebelum Newton, ternyata dapat dipahamkan sebagai akibat saja dari hukum gravitasi Newton tersebut.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa universum itu berjalan dengan eksak, kokoh, teratur, rapi dan harmonis, yang tidak akan ada habis-habisnya menjadi tantangan yang menakjubkan bagi manusia. Setelah beriman kepada Allah, maka menjadi mudah bagi kita untuk menerima, bahwa hukum-hukum itu adalah sunatullah atau aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah bagi makhluq-Nya yang tidak berubah-ubah.
"Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. " (Faathir[35]:43)
Sobat muda, demikianlah Allah swt telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistematika. Maka Dia jualah  yang paling tahu hakikat dan tujuan penciptaan-Nya, dan  telah dikabarkannya ciptaan Allah swt itu kepada manusia. Manusia telah diperintahkan untuk bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu memanfaatkannya. Dan agar manusia mampu mengenal pencipta-Nya serta mengagungkan-Nya; Dia lah Allah swt tiada Tuhan selain-Nya. Dengan ilmu-Nya Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa yang telah diciptakan dengan proses terjadinya, sehingga manusia akan menjadi tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menyebar ke setiap penjuru ufuk kehidupan manusia. Dengan ilmunya manusia diharapkan menemukan kebenaran dan menjadikannya sebagai landasan kehidupan.
"Kami akan memperlihatkan kapada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur-an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Fushshilat[41]:53)

 


KONSEP ISTIHALAH DALAM PANDANGAN ULAMA MAZHAB



KONSEP ISTIHALAH DALAM PANDANGAN ULAMA MAZHAB 
Makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum adalah sumber terpenting dalam kehidupan manusia sehari-hari, kita tidak bisa terlepas dari dua hal terseebut. Setiap hari selalu ada saja jenis makanan dan minuman baru yang dihasilkan oleh jasa penyedia makanan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan manusia. Indstri makanan dan minuman selalu membuat terobosan baru dalam menghasilkan makanan atau minuman baru.
Hal semacam ini sangat membantu bagi masyarakat tapi di sisi lain dalam diri masyarakat mengundang beberapa pertanyaan tentang produk yang dihasilkan, halalkah produk tersebut ?, sehingga produk baru tersebut layak untuk dikonsumsi, ataukah justru produk baru tersebut adalah haram karena beberapa zat dalam bahan penghasil makanan tersebut adalah zat aslinya adalah haram. Tidak jarang juga ada beberapa produsen makanan yang membuat produk baru dari zat-zat yang diharamkan.
Atas dasar itu, produk makanan dan minuman baru selalu akan menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat terutama tentang status kehalalan dan keharaman produk baru tersebut. Walaupun demikian perkembangan teknologi pada zaman sekarang memungkinkan merubah zat yang haram menjadi zat yang halal melalui proses penelitian dan menambahkan beberapa kandungan tertentu sehingga hasilnya pun dapat direkayasa dengan tepat.
Dalam pandangan islam, terdapat beberapa alternatif dapat dilaksanakan guna memecahkan masalah tersebut. Salah satu alternatif tersebut adalah metode istihalah. Makalah ini akan membahas dan menganalisa instrument-instrumen yang digunakan dalam proses istihalah dan elemen-elemen yang menjadi campuran dalam proses pembuatan produk baru tersebut.
  KONSEP ISTIHALAH
Kata Istihalah merupakan perkataan daripada bahasa Arab yang secara etimologinya berasal dari  akar kata ل و ح yang bererti berubah.[1]
 Ulama dalam mendefinisikan istihalah berbeda-beda. Adapun pendapat beberapa ulama tentang makna istihalah,sebagai berikut :
a.       Menurut Sa‘di Abu Jayb istihalah adalah  تغير عن طبعه ووصفه : segala sesuatu yang berubah dari tabiat dan sifat asalnya.[2]
b.      Di dalam kitab mausuah fiqh ibadah  istihalah ialah : تغير الشيء عن طبعه ووصفه  : berubahnya sesuatu itu dari tabiat dan sifatnya.
c.       Di dalam kitab raddul al muhtar istihalah : انقلاب حقيقة إلى حقيقة أخرى : Berpindahnya (berubah) suatu zat hakikat ke zat hakikat yang lain.[3]
Maka dari sini dapat disimpulkan istihalah dapat diartikan perubahan sesuatu bahan dengan campuran bahan lain melalui proses percampuran dan menghasilkan produk baru yang berbeda dari segi fisik dan kandungan.[4]Misalnya saja, biji benih tumbuh dan berubah menjadi pohon.[5]Begitu juga perubahan yang mana dapat  menghilangkan unsur najis.[6] Selain daripada itu, ia juga melibatkan perubahan bentuk fisik dengan mengekalkan kandungannya seperti air membeku dan berubah menjadi air.[7]
Dikatakan masuk dalam konsep istihalah apabila bahan najis atau haram berubah konsep dan bentuk zat serta sifatnya menjadi satu bahan lain yang halal, hal ini dilihat dari segi nama, kriteria dan sifatnya.[8]
Maka daripada  pengertian  yang  diberikan,  jelas  terdapat  tiga  bentuk Istihalah yaitu:
i)   Perubahan fisik dan kandungan.
Perubahan ini dapat dilihat misalnya darah kijang bertukar menjadi kasturi, bangkai berubah menjadi butiran garam kerana terjatuh di dalam  lautan garam dan najis binatang menjadi abu dengan sebab pembakarannya.[9]   Darah kijang,  bangkai,  najis  binatang  serta  abu tersebut berubah dari segi fisik dan kandungannya.
ii)  Perubahan fisik .
Perubahan dari aspek luarnya saja contohnya ialah kulit binatang selain anjing[10]  dan babi berubah menjadi suci setelah melalui proses penyamakan. Kulit binatang sebelum disamak adalah najis. Setelah disucikan ia halal untuk digunakan. Begitu juga, perubahan minyak dan lemak yang diperoleh dari berbagai  sumber seperti kelapa sawit, lemak binatang dan sayuran yang berubah menjadi sabun.[11]
iii) Perubahan kandungan.
Perubahan dalam bentuk kandungan dalam seperti arak bertukar menjadi cuka.[12]   Dari segi fisik, arak dan cuka tetap dalam bentuk cairan tetapi dari segi kandungannya berbeda. Arak adalah minuman yang haram sedangkan cuka statusnya halal.
 Pandangan Ulama Tentang Istihalah
Jika ditinjau dari segi konseptualnya para ulama sepakat (ijma’) dengan teori istihalah. Namun, mereka  berselisih pandangan pada aspek perlaksanaan dan pemakaiannya. Ini  kerana terdapat sebagian besar dari ulama mencoba memperluaskan pemakaiannya sementara sebahagian yang lain menyempitkannya pada aspek- aspek tertentu.[13]
Pendapat  pertama  yang  memperluaskan  penggunaannya  adalah  dari kalangan mazhab Hanafi,[14]    Maliki,[15]   Ibn al-‘Arabi, Ibn Taymiyyah, Ibn al- Qayyim, al-Syawkani dan Ibn Hazm al-Zahiri.[16] Mereka merealisasikan teori istihalah dalam konteks yang lebih umum. Ini kerana mereka menerima teori ini sebagai salah satu proses yang boleh mengubah sesuatu benda najis kepada sesuatu yang suci baik terjadi secara sendirinya seperti proses perubahan arak menjadi cuka karena didiamkan atau berubah dengan mencampurkan bahan yang lain. Begitu juga dengan najis atau bangkai yang terbakar dan berubah menajdi abu dan tanah maka berubah menjadi suci, hal ini senada dengan firman Allah :
 وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157)
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.(QS : Al-A’rof : 157)
Maksud ayat diatas adalah segala sesuatu setelahnya proses istihalah kemuadia hasil dari teori itu menunjukan hilangnnya sifat najisnya statusnya berubah menjadi baik dan suci.
Pendapat kedua menyempitkan  realisasi  teori  istihalah  kepada aspek  tertentu saja. Pendapat ini didukung oleh ulama dari kalangan mazhab  Syafi‘i dan salah satu pendapat mazhab Hanbali. Mazhab Syafi‘i berpendapat bahawa sesuatu bahan yang najis tidak boleh menjadi suci dengan berubah sifatnya kecuali dalam tiga keadaan.  Pertama, arak yang bertukar menjadi cuka dengan  sendirinya. Kedua, kulit binatang yang mati - selain  anjing dan babi - menjadi suci apabila disamak.[17] Ketiga adalah sesuatu yang berubah menjadi hewan seperti bangkai berubah menjadi ulat  kerana berlaku suatu kehidupan yang baru.[18]
Berdasarkan pendapat tersebut, sesuatu yang berubah dari segi bentuknya tetap dihukumkan najis jika ia berasal dari sumber yang najis melainkan tiga pengecualian yang dinyatakan. Misalnya, najis binatang yang dibakar berubah menjadi abu tetap  dihukumi najis kerana asalnya adalah najis.
Sejalan dengan itu, mazhab Hanbali dalam satu pandangan yang lain berpendapat bahwa sesuatu bahan yang najis tidak boleh menjadi suci dengan proses istihalah kecuali arak yang bertukar menjadi cuka dengan sendirinya. Proses  perubahan yang berlaku disebabkan pembakaran, penyamakan atau percampuran dengan bahan lain adalah tidak suci.[19]


[1] Muhammad bin Mukrim Ibn Manzur (1990), Lisan al-‘Arab, Dar Sadir, h. 185.
[2] Sa‘di Abu Jayb (1988), al-Qamus al-Fiqhi: Lughatan wa Istilahan, cet. 2, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 105., Mishbahul al munir : 1/84
[3] Raddul al muhtar : 1 / 291
[4] Majlis al-A‘la li al-Syu’un al-Islamiyyah (1309 H), Mawsu‘at Jamal ‘Abd al-Nasir fi al-Fiqh al Islami, jilid 5, (t.t.p.): (t.p.), h. 7.
[5] Ahmad  al-‘Ayid  et  al.  (t.t.),  Mu‘jam  al-‘Arabi  al-Asasi,  al-Munazzamah  
   al-‘Arabiyah Li al-Tarbiyyah wa al-Thaqafah wa al-‘Ulum, h. 366.
[6] Qal‘ahji (1996), op. cit., h. 105.
[7] Abu Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali al-Husayni al-Jurjani (2000), al-Ta‘rifat, Beirut: Dar al Nafa’is, h. 23.
[8]  Nazih Hammad (2004), al-Mawad al-Muharramah wa al-Naiasah fi al-Ghiza’ wa al-Dawa’ bayna al Nazariyyah wa al-Tatbiq, Damsyik: Dar al-Qalam, h. 16.

[9] Wahbah al-Zuhayli (1997), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz. 1, cet. 4, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 100.
[10] Melainkan pandangan mazhab Hanafi yang menghalalkan penggunaan kulit anjing setelah penyamakan.
[11] Ahmad ibn Muhammad al-Fayyumi (1985), al-Misbah al-Munir fi Gharib  al- Syarh al-Kabir, j. 1, Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, h 190.
[12] Al-Zuhayli (1997), op. cit., h. 109 & 112.
[13] Nazih Hammad (2004), op. cit., h. 20.
[14] ‘Ala’ al-Din Abi Bakr bin Mas‘ud al-Kasani (t.t.), Bada’i‘ al-Sana’i‘ fi Tartib al- Syara’i‘, Beirut: Dar al Kutub al-‘Ilmiyyah, hlm. 442; Ibn Nujaym (t.t.), Bahr al- Ra’iq Syarh Kanz al-Daqa’iq, juz 2, h. 389; Ibn ‘Abidin (1966), Hasyiyah Radd al-Mukhtar, juz. 1, h. 353.
[15] Muhammad bin Ahmad bin ‘Arafah al-Dusuqi (1980), Hasyiyat al-Dusuqi  ‘ala Syarh al-Kabir, Kaherah: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, h. 50.
[16] Abu Muhammad ‘Ali bin Ahmad bin Sa‘id Ibn Hazm (1988), al-Muhalla, jilid 1, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 138.
[17] Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali ibn Yusuf al-Fayruz Abadi al-Syirazi (1995),  al- Muhadhdhab fi Fiqh al Imam al-Syafi‘i, juz. 1, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hh. 26-27; Abu Zakariya Mahy al-Din bin Syarf al-Nawawi (t.t.), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadhdhab li al-Syirazi, juz. 1, Jeddah: Maktabah al-Irsyad, h. 267.
[18] Al-Zuhayli (1997), op. cit., h. 251.
[19] Abu Muhammad ‘Abd Allah bin Ahmad bin Qudamah (1984), al-Mughni, Beirut: Dar al-Fikr, h. 89.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © 2011. Mahad Aly An-Nuaimy - All Rights Reserved
Template by Creating Website